Ok.. .mungkin sebagian orang sudah tau, tapi bisa jadi sebagian besar orang juga tidak tau apa perbedaan antara makalah dan skripsi, sebenarnya dari kata-katanya juga sudah cukup jelas berbeda. Dan bila dipikir atau dikaji lagi dari dua kata makalah dan skripsi tersebut yang pasti juga berbeda, jadi untuk apa dibahas lagi.
Mungkin ada yang belum jelas dan butuh penjelasan disini. Baiklah saya akan sedikit menjelaskan perbedaan antara makalah dan skripsi:
1. Makalah adalah karya ilmiah yang ditulis untuk mendapatkan "nilai"
2. Skripsi adalah karya ilmiah yang dibuat untuk mendapatkan gelar sarjana (sarjana yang dimaksud S1)
Jelas banget beda kan?? kalau makalah itu disusun untuk mendapatkan nilai, sedangkan skripsi disusun untuk mendapatkan gelar sarjana.
Oke... mungkin ada yang kurang setuju karena penjelasannya kurang akademik, kurang ilmiah, kurang didukung dengan teori dan sumber yang relevan dan lain-lain. Baiklah saya akan menjelaskan lagi secara rinci Apa Perbedaan Makalah dan Skripsi?
1. Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu
masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat
empiris-objektif. Makalah menyajikan masalah dengan melalui proses
berpikir deduktif atau induktif. Makalah disusun, biasanya untuk
melengkapi tugas-tugas ujian mata kuliah tertentu atau untuk memberikan
saran pemecahan tentang suatu masalah secara ilmiah. Makalah menggunakan
bahasa yang lugas dan tegas. Jika dilihat bentuknya, makalah adalah
bentuk yang paling sederhana di antara karya tulis ilmiah yang lain. Di
samping itu, makalah dapat merupakan karya tulis tentang suatu pokok
persoalan yang tujuan utamanya untuk diterbitkan dalam suatu majalah
(Arifin, 1987).
2. Skripsi adalah tulisan ilmiah untuk mendapatkan
gelar akademik sarjana strata satu (S1) (Indriati, 2001). Skripsi
mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat
yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik
berdasarkan penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian
tidak langsung (studi kepustakaan). Skripsi ditulis biasanya, untuk
melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana muda/diploma atau
sarjana dan penyusunannya dibimbing oleh seorang dosen atau tim yang
ditunjuk oleh suatu lembaga pendidikan tinggi. Dengan demikian, data
atau fakta boleh didasarkan pada pengalaman empiris, hasil kerja
lapangan (fieldwork) atau diperoleh dari data kepustakaan (Arifin, 1987).
Masih belum jelas, kalau masih belum jelas juga, silahkan kembali kesekolah, atau tanyakan kepada dosen anda masing-masing, karena hanya itu batas kemampuan saya untuk menjelaskan perbedaan antara
makalah dan skripsi.
Sebelumnya terimakasih banyak sudah berkunjung ke blok saya, semoga semuanya menjadi varokah, dan anda tidak bosan-bosannya untuk kembali lagi di blog ini. Mohon maaf bila ada penyampaian yang salah.
Oke disini saya akan memberikan dua contoh kata pengantar makalah, yang mungkin bisa digunakan untuk makalah atau paper anda, baik untuk tugas kuliah atau tugas sekolah. Silahkan anda modifikasi sendiri contoh kata pengantar makalah berikut, sesuai dengan judul makalah anda, sesuaikan pula waktu dan tempatnya serta nama-nama orang yang bersangkutan dalam pembuatan makalah anda.
Contoh Kata Pengantar I
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita
taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah sosiologi
yang berjudul “SILAHKAN TULIS JUDUL MAKALAH ANDA”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari
jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami khususnya, dan segenap pembaca umumnya.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk menuju
kesempurnaan makalah ini.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu/Bapak "silahkan tulis nama guru/dosen anda". selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dalam menyusun makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
"Tulis alamat", .....bln.....thn......
Penyusun
Contoh Kata Pengantar II
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur
Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya lah sehingga saya dapat menyelesaikan paper ini, yang
berjudul : Peran Remaja dalam penanggulangan narkotika. Sholawat serta
salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw.
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini adalah salah satu syarat yang
harus dipenuhi untuk mengikuti (UAS) ujian akhir sekolah dan juga
merupakan kurikulum yang ditetapkan bagi siswa kelas III.
Dengan
terselesaikannya paper ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunannya terutama kepada :
1. Bpk Abd. Wahid Efendi, M.Ag. selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah.
2. Ibu Dra. Khusnul Maziyah, selaku Guru Pembimbing dalam pembuatan paper ini.
3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu di dalam proses penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa isi dari paper ini jauh dari sempurna, penulis berharap pembaca bersedia kesempurnaan paper ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Sidoarjo, ……………
Penyusun
Mungkin itu saja, contoh kata pengantar yang bisa saya berikan, silahkan diambil jangan lupa diedit dulu (dirubah) Judulnya namanya, alamatnya waktu dan tempatnya. Biar sesuai dengan makalah anda.
Oh ya.. hampir lupa, saya belum sempat memberikan
contoh kata pengantar skripsi karena, belum sempat, tapi anda bisa juga kok menggunakan
contoh kata pengantar makalah diatas untuk dijadikan kata pengantar skripsi, tinggal dirubah-rubah dikit aja. Oke sekali lagi terimakasih sudah berkunjung diblog saya, sekian dan terimakasih, mudah-mudahan
contoh kata pengantar makalah dan skripsi diatas bermanfaat.
Berikut ini adalah beberapa contoh judul skripsi yang bisa anda gunakan untuk bahan pertimbangan anda dalam menentukan judul skripsi apa yang cocok untuk anda, ketika anda sedang bingung judul apa yang harus anda angkat dalam penyusunan skripsi nantinya.
Silahkan modifikasi judul-judul skripsi berikut, untuk dikembangkan menjadi sebuah skripsi baru dengan judul baru dan anda bisa mengakuinya sebagai pemilik dan penciptanya, keren kan....
Ada beberapa judul skripsi dari berbagai konsentrasi jurusan dan fakultas yang bisa anda pilih, silahkan disimak:
Dan masih banyak lagi, silahkan cari sendiri di blog makalah dan skripsi ini, anda akan menemukan contoh-contoh skripsi di label skripsi.
Ini photongan2 Cerita Dota dari facebook yang belum fix dan belum diedit untuk disatukan. Dimulai dari sekarang.
Dua ribu lima ratus, cuma itu isi dompet Dota, tiga uang logam lima
ratus dan satu lembar uang seribu, sisa uang terakhir Dota hasil
kembalian dari makan mie rebus diwarung pinggir kali tadi siang. Tiga
hari sudah Dota menahan lapar, dia hanya mampu makan mie rebus sehari
sekali. Tujuannya sekarang hanya satu, yaitu pulang ke kampung halaman.
Dota terus berjalan, walaupun langkahnya mulai gontai karena kelelahan
dan sedikit lapar. Ia mulai memantapkan tujuannya yaitu pulang ke
kampung halaman, dengan sisa uang yang ada terpaksa dia harus berjalan
kaki dengan sandal jepitnya yang hampir putus, mukanya pun nampak lusuh,
selusuh pakaiannya yang mulai mengeluarkan aroma kurang sedap.
Hari mulai gelap, Dota mulai lapar, dengan sisa uangnya, dia mendesak
penjaga toko kelontong agar sudi menjual sebungkus roti dan segelas air
mineral kepadanya dengan harga termurah. Proses tawar-menawar itu
membuatnya malu, sebagaimana semua orang pasti merasakan hal yang sama
jika mereka ada di posisinya. Sialnya sisa uang yang hanya selembar
ribuan dan tiga koin lima ratusan-nya harus rela diberikan pada penjaga
toko kelontong itu. Lebih sial lagi, besok adalah Hari Natal sedangkan
perjalanan pulang masih panjang.
-----------***------------
Dota menyadari kelalaiannya yang telah menyia-nyiakan waktu. Wajahnya
yang tanpan nampak muram, seolah cahaya diwajahnya telah pergi bersama
separuh hatinya yang membuatnya terpuruk seperti sekarang
Terkadang bila seseorang pergi dari hidup kita, dia juga membawa separuh
hati kita pergi. Dota tengah bertarung melawan kesakitan itu,
meraung-raung meminta separuh hatinya kembali, agar hatinya utuh.
Takdir memang ganas melindas harapan Dota, hingga dia ternganga harus
menerima realita. Begitu pula dengan kisah cintanya yang tidak berakhir
bahagia.
Kisah cinta penuh dengan liku-liku. Dota pernah gagal dalam hubungan
cinta, atau memiliki perjalanan cinta yang tak mulus, dan hal itu
meninggalkan sakit yang membekas dalam kurun waktu yang cukup lama, hal
itulah yang membuat hidupnya hancur karena menyia-nyiakan waktu.
-------------***--------------
“Dota, ayo bangkit. Nila yakin kamu bisa bangkit dari pengaruh narkoba.”
(Cerita berlanjut). Nila, wanita hitam manis, berwajah bentuk hati
(mungkin faktor sisiran rambut) yang selalu care pada Dota.
Nila sebenernya wanita yang hampir sempurna, selain kulitnya yang hitam
tapi terlihat manis, bentuk wajahnya juga unik seperti hati karena
faktor sisiran rambut yang selalu dibelah dua, rambutnya yang hitam
panjang tanpa pecah-pecah, menambah kecantikannya. Tatapan matanya
begitu tajam, bola matanya bening hitam dan agak melebar, bulu matanya
lentik, alis matanya tebal tertata rapih, senyumnya manis dengan dua
lesung dipipinya, ditambah dua gigi gingsul yang bertengger di gusi
atasnya. Selain perhatian, Nila wanita yang baik, penyabar dan kadang
sedikit keras kepala.
--------------***--------------
“Aaaahhh…..”, Dota meneriaki langit, mengangkat dua tinjunya tinggi ke atas. “Aku harus berubaaah…”
Ia tidak mau lagi dipermainkan kebiasaan buruk itu. Hari ini adalah
hari ketiganya dalam perjalanan pulang kampung. Dia terus berjalan dan
terus berjalan karena besok adalah hari Natal.
--------------***-------------
Ini cerita Musa, Musa salah satu teman Dota yang tinggal di kota Serang,
selama tinggal di Serang Dota sering tidur ditempat Musa. Tiga hari
lalu setelah melepas Dota pulang kampung. Hidup Musa jd terlunta2
pasalnya, kontrakannya di Perumahan Puri Anggrek Serang Banten telah
habis.
Bukan tak sanggup Musa membayar kontrakan. Kontrakan di kota Serang
masih terjangkau olehnya, nilainya sekitar lima ratus ribu. Dan dia
telah mengumpulkan uang itu seribu demi seribu, dari hasil kerjanya
mengantar air di sebuah depot air isi ulang yang ada di perumahan
tersebut.
Karena prihatin terhadap Dota, dan melihat niatnya untuk berubah, serta
keinginan mulianya untuk menengok orang tuanya di kampung, terpaksa Musa
memberikan uang kontrakan itu kepada Dota.
Musa pikir, memang sekarang waktu yang tepat untuk Dota pulang kampung.
karena bentar lagi Natal. Musa sendiri gak yakin agama Dota sebenarnya
apa? yang Musa tau Dota gak pernah Sholat, tapi Musa juga gak pernah
lihat Dota ke gereja.
------------***------------
Sebenernya aku sudah lama menulis, tapi menulis hal-hal yang gak penting, terutama di facebook. Sudah lama pula aku ingin belajar menulis, menulis sebuah cerita yang bisa menghibur, entah itu berupa cerita pendek atau berupa novel. Beberapa cerita pendek pernah aku tulis, yang judul dan ceritanya aku sendiri sudah lupa, sebagian aku pos di blog sebelah, sebagian akut tulis di facebook. Dan sebagian lagi aku ikutkan lomba-lomba. Dari lomba-lomba yang pernah aku ikuti, aku pernah juara tiga lomba menulis cerpen tingkat tiga kabupaten untuk anak sekolah menengah umum, itu jaman dulu. Sekarang kreativitas dan produktivitasku mulai menurun bahkan diambang batas nol.
Nah disini saya akan mulai menulis lagi, mungkin dimulai dari cerita pendek atau cerita bersambung. Setiap cerita diawali dengan sebuah paragraf. Untuk itu saya ingin membahas tentang paragraf, jelasnya bagaimana menulis paragraf pertama seperti penulis atau cerpenis dunia.
Menulis paragraf pertama mungkin bukan perkara yang sulit, tapi yang sulit adalah bagaimana membuat paragraf pertama yang kita tulis tersebut menjadi menarik, dan membuat pembaca penasaran ingin membaca paragraf-paragraf selanjutnya.
Untuk belajar menulis paragraf pertama, kita bisa mulai dengan mencoba
memunculkan satu masalah, dimana masalah tersebut harus diselesaikan oleh karakter. Biasanya model pembukaan paragraf seperti ini disukai banyak penulis. Karena pembaca atau bahkan manusia pada umumnya biasanya suka atau
tertarik pada masalah – khususnya yang terjadi pada orang lain. Disini kita bisa lihat contohnya pada cerpen
The Gift Of The Magi (1906) karya O. Henry.
Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Cuma itu. Bahkan,
enam puluh sen dari jumlah itu terdiri dari uang receh bernilai satu
sen-an, hasil simpanannya selama ini—yang didapatnya dengan cara
mendesak tukang sayur, tukang daging dan penjaga toko kelontong agar
sudi menjual dagangan mereka kepadanya dengan harga termurah. Proses
tawar-menawar itu tidak jarang membuatnya malu, hingga pipinya memerah,
sebagaimana semua orang pasti merasakan hal yang sama jika mereka ada di
posisinya. Tiga kali sudah Della mempermalukan diri. Satu dolar dan
delapan puluh tujuh sen. Lebih sial lagi, besok adalah Hari Natal.
Contoh pembukaan diatas lansung mengetengahkan pokok persoalan yang harus diselesaikan oleh karakter (Della) :
Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Cuma itu…
…… besok adalah Hari Natal.
Emosi pembaca terhubung dengan cerita karena mengangkat masalah yang
familar. Di Indonesia, sebagian besar kita mengalaminya –minimal- sekali
setahun (cukup mengganti Natal dengan Lebaran).
Untuk menonjolkan masalah, O. Henry mendramatisir latar belakang karakter yang hidup pas-pas-an.
Lewat detail; Uang receh. Mendesak pedagang untuk memberikan harga termurah. …membuatnya malu hingga pipinya merah…. O. Henry menunjukkan beban hidup keseharian karakternya. Informasi ini dengan sendirinya meningkatkan intensitas masalah.
Bila sebelumnya kita membahas mengenai bagaimana memunculkan satu masalah, dimana masalah tersebut harus diselesaikan oleh karakter, sebagai salah satu pilihan dalam membuat atau menulis paragraf pertama, maka pilihan berikutnya untuk membuat paragraf pertama kita bisa mulai langsung dengan aksi. Jenis paragraf pertama ini tidak bertele-tele karena lansung melompat ke tengah cerita, dimana tanpa ada latar belakang, karena sebuah insiden memotong semua latar belakang yang biasanya hadir dalam draft awal, disini saatnya aksi karakter mengambil alih cerita.
Aku menjauh dari trotoar, berjalan mundur beberapa
langkah dengan wajah tengadah, lalu dari tengah jalan, seraya
mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku
berteriak sekeras-kerasnya: “Teresa!”
Lihat bagaimana Italo Calvino menunjukkan aksi tokoh ‘Aku’ lewat rincian; Menjauh, berjalan mundur, wajah tengadah, mengatupkan tangan…
Menunjukkan membuat adegan lebih hidup. ketimbang hanya mengatakan ‘aku berdiri di trotoar dan berteriak memanggil Teresa’.
Sebenarnya masih banyak cara untuk memulai menulis, terutama menulis paragraf pertama, apalagi kalau kita mencari lewat google. Disitu akan muncul banyak blog yang menawarkan tips dan trik atau cara-cara menulis paragraf pertama atau cara menulis yang baik, atau belajar menulis dan lain-lain.
Intinya dalam membuat paragraf pertama, kita harus bisa menarik pembaca untuk melanjutkan membaca paragraf-paragraf selanjutnya.
Terus bagamana caranya membuat pembaca tertarik?
Karena sekarang jamannya jaman korupsi, dan di negara Indonesia tercinta kita ini terkenal dengan korupsinya, maka cara satu-satunya untuk menarik pembaca adalah dengan cara menyuap.
Dengan apa kita menyuap pembaca?
Kita menyuap pembaca dengan rasa keingin tauannya, bangkitkan rasa ingin tahu pembaca dengan melemparkan pertanyaan dibenaknya, agar pembaca meneruskan bacaannya.
Bagaimana caranya kita menyuap pembaca?
Ada beberapa cara untuk menyuap pembaca, agar pembaca tertarik untuk melanjutkan bacaannya keparagraf selanjutnya, diantaranya sebagai berikut:
1. Membuka dengan masalah yang harus diselesaikan oleh karakter
Pembaca ingin tahu bagaimana karakter menyelesaikan masalah ?
Perubahan apa yang terjadi pada diri karakter setelah melewati masalah ?
(resolusi).
2. Membuka dengan aksi (insiden)
Apa maksud karakter melakukan aksi (insiden) ?
3. Membuka dengan garis besar cerita… TAPI menahan informasi penting mengenai motif; kenapa karakter melakukan sesuatu?
4. Membuka dengan pertanda bahaya (ketegangan)
Apakah karakter berhasil melewati bahaya ? Apa yang akan terjadi dengannya ?
5. Membuka dengan menampilkan lokasi cerita
Mengapa tempat tersebut istimewa ? Apa hubungan lokasi cerita dengan karakter…dan tema cerita secara keseluruhan?
Ada alasan mengapa kelima pembukaan cerpen diatas lansung memperkenalkan
karakternya. Penulisnya tahu sifat dasar manusia. Setelah semua,
manusia paling tertarik dengan sesamanya. Itu sebabnya kehadiran
karakter, atau nama orang, lansung menarik perhatian pembaca.
ARTIKEL PEMIMPIN
31 Aug 2012 1:40 AM (12 years ago)
A. Hakikat Pemimpin
Pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1988) semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pimpinan, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif.
B. Teori Kepemimpinan
1) Pendekatan Sifat-sifat Kepemimpinan
Usaha yang pertama kali dilakukan oleh psikolog dan peneliti untuk memahami kepemimpinan yaitu mengenai karakteristik atau ciri-ciri para pemimpin yang berhasil.
Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan, yaitu: 1) Mereka berusaha membandingkan ciri-cri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan ciri-ciri yang tidak demikian, dan (2) mereka membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif.
Apabila disimpulkan karakteristik pemimpin berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka seorang pemimpin harus memiliki:
- Kekuatan jasmani yang cukup
- Kekuatan rohani yang cukup
- Semangat untuk mencapai tujuan
- Penuh antusias
- Ramah dan penuh perasaan
- Jujur dan adil
- Memiliki kecakapan teknis
- Dapat mengambil keputusan
- Cerdas
- Punya kecakapan mengajar
- Penuh keyakinan
- Punya keberanian
- Ulet dan tahan uji
- Suka melindungi
- Penuh inisiatif
- Memiliki daya tarik
- Simpatik
- Percaya diri
- Intelegansi tinggi
- Waspada
- Bergairah dalam bekerja
- Bertanggung jawab
- Rendah hati
- Objektif
Tentunya sifat-sifat itu sangat ideal dan tidak mungkin semua sifat di atas dimiliki oleh seorang pemimpin, sebagian saja yang dimiliki dan relevan dengan bidang kerja yang dipimpin termasuk kategori baik.
2) Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Robert F Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), umpanya satu orang menjalankan fungsi tugas, dan anggota lain melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
3) Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugsa, kekuasaan, sikap dan persepsi. Cukup banyak pendukung pendekatan ini, diantaranya, model Kontingen Fiedler, Model Normatif Vroom Tetton, dan Teori Jalur Tujuan (The Pat Goal Theory)
a) Model Kontingensi
Field dan Chemer (1974) mengembangkan teori kepemimpinan yang disebut dengan leadership contingency model.
b) Model kepemimpinan Vroom Teton
Model normatif Vroom Teton menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dalam situasi yang bermacam-macam. Model ini menunjukkan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang dapat efektif diterapkan dalam semua situasi.
c) Model Jalur Tujuan
Hampir sama dengan pendekatan kontignensi, model jalur tujuan mencoba memperkirakan keefektifan kepemimpinan dalam situasi yang berbeda. Model ini dikembangkan oleh Martin G. Evans (1970) dan Robert J. House (1974) Stoner, 1986 yang didasarkan atas model pengharapan, menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada harapannya akan imbalan dan nilai dan memusatkan pemimpin sebagai sumber imbalan.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin
Menurut H. Jodeph Reitz (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin meliputi: 1) kepribadian (personality) pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, 2) harapan an perilaku atasan, 3) karakteristik harapan dan perilaku bawahan, dan 6) harapan dan perilaku rekan. Faktor-faktor itu mempengaruhi pimpinan dan bawahan secara timbal balik.
5.5.1.
Pengertian Anggaran Kas (Cash Budget)
Cash Budget menurut Weston & Copeland:
“Mencakup taksiran dan estimasi
yang terperinci mengenai peneriman dan pengeluaran kas yang diantisipasi untuk
periode anggaran yang bersangkutan atau untuk periode khusus lainnya.”
Cash Budget menurut Welsch, Hilton, Gordon:
“Anggaran kas menunjukkan arus
uang masuk dan keluar yang direncanakan, dan posisi terakhir pada akhir periode
interim tertentu, misalnya akhir bulan.”
Anggaran kas menyatakan jumlah kas
bersih yang dimiliki perusahaan dan untuk berapa lama. Jadi sebagai dasar untuk
ramalan kas dan persediaan kas. Selain anggaran kas, perusahaan juga
membutuhkan saldo kas dan perubahan saldo kas setiap han. Apabila perusahaan
juga menginvestasikan sebagian uang kas dalam surat berharga, maka informasi tentang
perkembangan surat-surat berharga setiap saat juga perlu disediakan. Untuk
perusahaan yang cukup maju, informasi tersebut biasanya menggunakan komputer.
5.5.2.
Unsur-Unsur Anggaran Kas (Cash Budget) Unsur Anggaran Kas Unsur Anggaran Kas
adalah antara lain:
1)
Penerimaan Kas
2)
Pengeluaran Kas,
3)
Net Cash Flow;
4)
Beginning Balance (Saldo Awal),
5)
Ending Balance (Saldo Akhir)
5.5.3. Tahapan
Penyusunan Anggaran Kas (Cash Budget)
Tahapan penyusunan Budget Kas
adalah sebagai berikut:
1)
Menyusun estimasi penerimaan. dan pengeluaran
menurut rencana operasional perusahaan. Transaksi-transaksi ini merupakan
transaksi operasional (operating transaction). Pada tahap ini dapat diketahui
adanya defisit atau surplus.
2)
Menyusun perkiraan atau estimasi kebutuhan dana
atau kredit dan bank atau sumber dana lainnya.
3)
Menyusun kembali estimasi keseluruhan penerimaan
dan pengeluaran setelah adanya transaksi finansial dan budget kas yang final.
5.5.4. Tujuan Penyusunan Anggaran Kas (Cash
Budget) Tujuan penyusunan Cash Budget antara lain untuk:
1)
Memberikan taksiran posisi kas pada setiap akhir
periode sebagai hasil dan operasi yang dijalankan
2)
Mengetahui kelebihan/kekurangan kas pada
waktunya
3)
Menentukan kebutuhan pembiayaan dan atau
kelebihan kas menganggur untuk investasi
4)
Menyelaraskan kas dengan total modal kerja,
pendapatan penjualan, biaya, investasi, hutang
5)
Menetapkan dasar yang sehat untuk pemantauan
posisi kas secara terus-menerus
Dengan
demikian perencanaan Anggaran Kas (Cash
Budget) akan menunjukkan:
a)
Kebutuhan untuk membiayai kekurangan kas yang
mungkin terjadi atau
b)
Kebutuhan terhadap perencanaan investasi yaitu
untuk menandakan kelebihan uang pada penggunaan yang menguntungkan.
5.5.5. Manfaat Penyusunan Anggaran Kas
(Cash Budget)
Anggaran Kas (Cash Budget) memiliki manfaat pokok antara lain
sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja, dan sebagai alat
pengawasan kerja.
a.
Sebagai Pedoman Kerja
Budget
berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus memberikan
target-target yang harus dicapai oleh kegiatan perushaan di waktu yang akan
datang.
b.
Sebagai Mat Pengkoordinasian Kerja
Budget
berfungsi sebagai alat untuk pengkoordinasian kerja agar semua bagian-bagian
yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling bekerja sama
dengan baik, untuk menuju sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian
kelancaran jalannya perusahaan akan Iebih terjamin.
c.
Sebagai Alat Pengawasan Kerja
Budget
berfungsi pula sebagai tolak ukur, sebagai alat pemanding untuk menilai
(evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan nanti. Dengan membandingkan antara apa
yang tertuang di dalam budget dengan apa yang dicapai oleh realisasi kerja
perusahaan, dapatlah dinilai apakah perusahaan telah sukses bekea ataukah
kurang sukses bekerja. Dan perbandingan tersebut dapat pula diketahui
sebab-sebab penyimpangan antara budget dan realisasinya, sehingga dapat pula
diketahui kelebihan dan kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki
perusahaan. Hal ml akan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan yang
sangat berguna untuk menyusun rencana-rencana (budget) selanjutnya secara lebih
matang dan lebih akurat.
Ide umum manajemen kas adalah mempercepat
pengumpulan penerimaan kas dan memperlambat pembayaran kas. Perusahaan ingin
mempercepat pengumpulan piutang dagang sehingga dapat memanfaatkan uang
tersebut lebih cepat. Sebaliknya, perusahaan ingin memperlambat pembayaran
hutang dagang tetapi tanpa mengurangi credit standing perusahaan dimata para
pemberi kredit Sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan teknik yang
canggih untuk mempercepat pengumpulan penerimaan kas dan mengontrol secara
ketat pengeluaran kas kita.
Pertimbangan pertama adalah
mempercepat pengumpulan piutang, dimulai dan langkah yang diambil perusahaan
tentang waktu menjual produk atau jasa sampai piutang dan pelanggan dapat
dikumpulkan menjadi dana perusahaan yang siap untuk digunakan.
Beberapa metode yang didisain
untuk mempercepat proses pengumpulan piutang adalah:
1.
Mempercepat persiapan dan pengiriman “invoice”
(kertas tagihan da penjual kepada pembeli, berisi catatan produk yang dibeli,
harganya dan tenggang waktu pembayarannya).
2.
Mempercepat pengiriman pembayaran dan para
pelanggan kepada perusahaan.
3.
Mengurangi waktu saat pembayaran diterima oleh
perusahaan yang tetap merupakan dana yang belum terkumpul.
Cara kedua dan ketiga dan metode
di atas secara bersama-sama menggambarkan “collection
float”, total waktu antara pengiriman cek atau uang dan pelanggan dan
diterimanya kas tersebut oleh perusahaan. Cara kedua mengacu pada “mail float” yaitu waktu dimana cek ada
dalam pengiriman. Cara ketiga adalah menggambarkan “deposit float” yaitu waktu yang digunakan perusahaan untuk
memproses cek-cek tersebut secara internal. Jarak waktu ni merupakan jarak
waktu dan saat cek diterima sampai saat uang sudah disimpan dalam rekening
perusahaan di bank. Kedua adalah “availability
float” yaitu waktu yang dipergunakan dalam “clearing cheque” cek tersebut melalui sistem perbankan. Cek akan
menjadi dana yang terkumpul bila sudah dibayar oleh bank tersebut.
“Collection float” tersebut penting bagi manajer keuangan karena
perusahaan biasanya harus menunggu sampai cek dikirim oleh pelanggan, akhirnya
ditransfer dengan sistem perbankan sebelum kas tersebut slap digunakan
perusahaan. Untuk itu manajer keuangan harus mengurangi “collection float”
semaksimal mungkin.
Adapun beberapa cara untuk
mempercepat proses pengumpulan dalam rangka memiliki lebih banyak dana yang
siap digunakan adalah:
A. Earlier Billing
Cara mempercepat pengumpulan
piutang dengan mengirimkan tagihan kepada pelanggan lebih awal. Pelanggan
umumnya memiliki kebiasaan membayar kepada perusahaan secara berbeda. Beberapa
pelanggan membayar tagihan mereka tepat waktu atau lebih cepat dan jatuh
temponya. Sementara yang lain membayar segera setelah menerima tagihan. Dalam
setiap kejadian persiapan mempercepat dan mengirim tagihan lebih awal akan
menghasilkan pembayaran yang lebih cepat, karena penerimaan tagihan lebih awal
dan menghasilkan discount serta tanggal seharusnya lebih awal. Komputerisasi
tagihan dapat digunakan untuk mencapai hal itu dengan sukses.
Tagihan dapat dihilangkan
seluruhnya melalui penggunaan “pre authorized debit” yaitu transfer dana dan
rekening bank pelanggan kepada rekening bank perusahaan. Pelanggan
menandatangani perjanjian dengan perusahaan untuk mengizinkan perusahaan secara
otomatis mendebitkan rekening pelanggan di bank pada tanggal yang ditentukan
dan mentransferkannya ke bank perusahaan.
B. Lox Box System
Perusahaan menyewa kotak pos lokal
memberi kuasa kepada banknya untuk mengambil kiriman uang di dalam kotak
tersebut. Pelanggan dikirimi tagihan dengan perintah untuk mengirimkan pembayarannya
ke dalam kotak pos tersebut.
C. Concentration Banking
Caranya adalah perusahaan
menentukan berbagal pusat pengumpulan pembayaran diberbagai wilayah sesuai
dengan penyebaran penjualannya. Tujuannya adalah untuk mempersingkat waktu
antara saat pelanggan membayar dengan saat perusahaan menggunakan uang
tersebut. Pusat pengumpulan adalah bank yang ditunjuk oleh perusahaan.
Pelanggan di setiap wilayah diperintahkan untuk membayar kepada bank pengumpul
di wilayah masing-masing. Untuk itu perusahaan harus membuka rekening di
bank-bank tersebut.
D. Memperlambat Pengeluaran Kas
Catatan kas yang ada dalam
pembukuan perusahaan jarang menunjukkan sama dengan jumlah yang tersedia di
bank dimana perusahaan memiliki rekening kas di bank torgebul. Pada umumnya
dana tersedia di bank lebih besar dari saldo kas yang ada di dalam catatan buku
perusahaan.
E. Saldo Kas yang Dipertahankan
Sebagian besar perusahaan
menentukan jumlah kas yang harus dipelihara. Mereka tidak ingin memiliki saldo
kas yang terlalu besar karena kelebihan kas ini dapat diinvestasikan dalam
surat berharga untuk dapat menghasilkan bunga. Semakin bear tingkat bunga surat
berharga berarti semakin besar “opportunity cost” yang harus ditanggung
perusahaan karena saldo kas yang menganggur.
Tingkat kas yang optimal harusnya
lebih besar dan:
1.
Saldo Transaksi yang diperlukan apabila
manajemen kasnya efisien.
2.
Saldo Kas Minimal yang dikehendaki bank tempat
perusahaan menjadi nasabahnya.
F. Model Inventory. Model EOQ (Economic Order
Quantity)
EOQ yang digunakan dalam manajemen
persediaan dapat juga digunkan untuk menentukan saldo kas optimal. Model ini
menyediakan kerangka konseptual yang digunakan untuk memecahkan masalah
manajemen kas. Dalam model tersebut biaya penyimpanan kas (bunga yang hilang)
diseimbangkan dengan biaya transaksi yang tetap yaitu dengan mengubah surat
berharga menjadi kas atau sebaliknya.
Biaya Total = i( c/2)+b(T/c)
Dimana:
i
= Tingkat Bunga Surat Ber
Harga (Konstan)
b =
Biaya Transaksi Tetap
T
= Total Kebutuhan Kas Selama Periode Waktu Tertentu
c/2 = Rata-Rata Saldo Kas
T/c = Jumlah Transaksi Selama Periode Tertentu
Semakin besar nilai C, semakin
besar pula rata-rata saldo kas dan semakin kecil rata-rata investasi dalam
surat berharga dan pendapatan bunganya. Jadi semakin besar laba yang hilang
karena memiliki kas. Bagaimanapun juga, semakin besar nilai C, maka jumlah
transaksi (T/c) semakin kecil yang artinya semakin rendah biaya transfernya.
Tujuannya adalah menyeimbangkan kedua biaya tersebut sehingga total biayanya
minimum.
Pada tingkat optimal dan nilai C
adalah:
C =
Dimana:
C = Jumlah efek yang diubah menjadi kas
i
= Tingkat Bunga Surat Berharga (Konstan)
b = Biaya Transaksi Tetap
T = Total Kebutuhan Kas Selama
Peniode Waktu Tertentu
G. Model
Miller dan Orr
Model ini cocok untuk saldo kas
yang berfluktuasi secara random. Pada awalnya manajer keuangan harus menentukan
batas atas dan batas bawah jumlah saldo kas yang dimiliki perusahaan.
Apabila saldo kas mendekati batas
bawah, perusahaan harus menjual surat berharga untuk menambah saldo kasnya.
Sedangkan apabila saldo kas mendekati batas atas perusahaan harus membeli surat
berharga untuk mengurangi saldo kasnya. Selama saldo kas berada diantara batas
atas dan batas bawah, perusahaan tidak melakukan transaksi.
Seberapa tinggi batas atas tersebut
tergantung pada biaya tetap untuk transaksi dan biaya pemilikan uang kas.
Diasumsikan bahwa biaya-biaya tersebut bahwa dapat diperkirakan serta biaya
menjual dan membeli surat berharga adalah sama. Tujuan model ini adalah
menyediakan saldo kas dengan biaya total yang minimal. Miller dan Orr
menentukan batas atas (h) rupiah dan batas bawah nol rupiah.
Apabila saldo kas mendekati batas
atas antara Z dan h, maka surat berharga dibeli sehingga saldo menjadi Z
rupiah. Apabila saldo kas mendekati nol rupiah, maka surat berharga dijual
senilai h rupiah sehingga saldo kas menjadi Z rupiah lagi. Apabila ada tenggang
waktu antara menjual surat berharga dengan menerima uang kasnya, maka batas
bawah dapat ditentukan di atas nol rupiah. Dari contoh diatas kita menggunakan nol
rupiah sebagai batas bawah
Nilal h dan Z yang optimal tergantung
biaya transaksi, biaya pemilikan kas, dan tingkat fluktuasi saldo kas. Nilai Z
yang optimal adalah:
z =
Dimana:
b = Biaya
Tetap Transaksi Surat Berharga
=
Variance Aliran Kas Masuk Bersih Harian (Suatu Pengukur Penyebaran Aliran Kas)
i
= Bunga Harian Surat Berharga
Nilai h yang optimal adalah 3Z.
Dengar batas pengendalian ini, modal tersebut meminimumkan biaya total
manajemen kas. Sekali lagi, asumsi dalam model ini bahwa aliran kas bersifat
random. Rata-rata saldo kas tidak dapat ditentukan secara akurat lebih dahulu,
tetapi kira-kira sebesar (Z+h)/3.
Setiap perusahaan selalu membutuhkan uang kas untuk membiayai kegiatan operasionalnya serta investasinya, sehingga pengelolaan kas merupakan salah satu faktor terpenting dalam perusahaan.
Pengendalian investasi yang lancar dimulai dengan manajemen kas yang balk. Manajemen kas melibatkan pengelolaan uang kas perusahaan dalam usaha memaksimalkan ketersediaan kas dan pendapatan bunga dan setiap dana yang menganggur.
Menurut Martin, Petty, Keown & Scott Jr, Risk return trade off dapat diperkecil menjadi 2 tujuan utama untuk sistem manajemen kas perusahaan, yaitu:
1. Harus terdapat cukup kas untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran timbul dalam menjalankan bisnis.
2. Investasi pada saldo kas menganggur harus dikurangi sampai tingkat minimum.
Dan pendapat di alas, dapat diketahui bahwa disamping bertujuan untuk menghasilkan uang kas yang cukup bagi perusahaan, manajemen kas juga berkaitan dengan cara menginvestasikan kelebihan uang kas yang menguntungkan bagi perusahaan.
Fungsi manajemen kas dimulai pada saat uang kas mengalir masuk ke perusahaan, yang terutama berasal dan pembayaran pelanggan dan juga sumber lain yaitu investasi pemilik dan pinjaman dan kreditur.
Fungsi tersebut berakhir ketika perusahaan mengeluarkan kas untuk membayar biaya-biaya atau utang-utangnya kepada karyawannya, pemerintah dan suplaier.
Pada umumnya ada tiga motif untuk
menyimpan uang kas yaitu motif transaksi, motif spekulasi dan motif
berjaga-jaga.
1.
Motif Transaksi, adalah kebutuhan uang kas untuk
memenuhi pembayaran dalam bisnis perusahaan seperti pembelian, pembayaran upah,
pajak, dividen dan sebagainya.
2.
Motif Spekulasi, adalah orang atau perusahaan
memegang uang kas untuk digunakan mencari keuntungan dan adanya peluang karena
terjadi perubahan dalam harga seperti penurunan mendadak dan harga bahan
mentah, penurunan harga surat berharga dan sebagainya.
2.3. Motif Berjaga-Jaga, disini
orang menahan uang kas untuk berjaga-jaga terhadap pengeluaran kas. Semakin
besar pemasukan kas perusahaan semakin sedikit kebutuhan uang kas untuk
berjaga-jaga. Kemampuan perusahaan untuk meminjam uang dengan mendadak untuk
mengatasi keadaan darurat juga dapat mengurangi kebutuhan kas untuk
berjaga-jaga.
Penting untuk diketahui bahwa
tidak semua perusahaan membutuhkan saldo kas semata-mata. Sebagian dan uang kas
tersebut mungkin dibelikan surat berharga untuk mendapatkan penghasilan bunga
atau laba dan penjualan surat berharga tersebut.
Bagi perusahaan yang penting
adalah kemampuan perusahaan untuk selalu memiliki kas pada saat diperlukan.
Jadi saldo kas perusahaan dapat menjadi nol pada saat tidak memerlukan kas.
Manajemen kas
meliputi efisiensi pengumpulan kas dan pembayaran kas serta kas temporer pada
saat belum dibutuhkan. Tugas manajemen tersebut biasa dilaksanakan oleh manajer
keuangan perusahaan.
Kas adalah modal kerja yang sangat
likuid. Semakin besar jumlah kas yang ada dalam suatu perusahaan berarti makin
tinggi tingkat likuiditasnya. Ini berarti bahwa perusahaan mempunyai resiko
yang lebih kecil untuk tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Tetapi ini
tidak berarti bahwa perusahaan harus berusaha untuk mempertahankan persediaan
kas yang sangat besar, karena semakin besar kas berarti semakin besar dana yang
menganggur dan akan memperkecil laba yang yang akan diperoleh.
Sebaliknya jika perusahaan hanya
akan mengejar keuntungan saja tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain maka
semua kas akan dalam keadaan bekerja. Jika hal itu terjadi artinya perusahaan
akan berada di posisi illikuid apabila suatu saat ada penagihan hutang atau ada
hutang yang jatuh tempo tapi perusahaan tidak mampu membayar karena tidak ada
persediaan kas balk di bank ataupun di perusahaan.
Pengertian Kas menurut Ikatan
Akuntansi Indonesia dalam buku satu Standar Akuntansi Keuangan adalah:
“Kas terdiri dan saldo kas (Cash On Hand) dan rekening giro, setara kas (Cash Equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid,
berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah
tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilal yang signifikan”.
Dari pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kas adalah jenis aktiva yang paling likuid bagi perusahaan
dan merupakan sejumlah dana yang dipersiapkan untuk membayar kemajuan
perusahaan yang segera jatuh tempo dan juga untuk menuntun
pergeluaran-pengeluaran yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya yang mungkin
terjadi dalam perusahaan ketika memerlukan kas untuk menjalankan kegiatan
operasionalnya. Kas merupakan salah satu sumber dana perusahaan pada waktu
perusahaan pertama kali didirikan, kas dihasilkan dan penjualan atau pmnjaman
atau gabungan keduanya.
A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2000
B. TUJUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
1. Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan Luar Biasa (PLB) bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental, perilaku dan sosial, agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjut.
2. Tujuan Setiap Satuan PLB
Tujuan setiap satuan PLB sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) bertujuan membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya sesuai dengan tingkat kelainan serta memperoleh kesiapan fisik, mental, perilaku, dan sosial untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (SDLB/SD).
b. Penyelenggaraan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) bertujuan memberikan kemampuan dasar, pengetahuan dasar, keterampilan dasar, dan sikap yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan kelainan yang disandang dan tingkat perkembangan, serta mempersiapkan mereka utuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (SLTPLB/SLTP)
c. Penyelenggaraan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dasar dan sikap serta keterampilan yang diperoleh di SDLB yang bermanfaat bagi sisiwa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan kelainan yang disandangnya dan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan pada SMLB.
d. Penyelenggaraan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) bertujuan memberikan bekal kemampuan yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh di SLTPLB yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan kelainan yang disandangnya dan tingkat perkembangannya.
C. STANDAR KOMPETENSI
Peserta didik PLB memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur
2) Anak didik TKLB memiliki kesiapan fisik, mental, perilaku, dan sosial untuk mengikuti pendidikan pada SDLB/SD
3) Siswa SDLB memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tuntutan kurikulum PLB yang berlaku; kecerdasan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, serta berbudi pekerti luhur, dan memiliki kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTPLB/SLTP.
4) Siswa SLTPLB memiliki kesiapan dalam kehidupan pribadi sebagai anggota masyarakat dan warga negara sesuai dengan kelainan yang disandang, serta untuk mengikuti pendidikan pada SMLB.
5) Siswa SMLB memiliki bekal kemampuan yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh di SLTPLB yang bermanfaat bagi siswa untuk hidup mandiri sesuai dengan kelainan yang disandang dan tingkat perkembangannya.
D. KURIKULUM
1. Susunan program pengajaran
a. Jenis kegiatan pada TKLB terdiri atas:
1) Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari, meliputi moral Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi, dan kemampuan bermasyarakat
2) Pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir
3) Program khusus sesuai dengan jenis kecacatan
b. Mata pelajaran pada SDLB terdiri atas:
1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2) Pendidikan Agama
3) Bahasa Indonesia
4) Matematika (berhitung)
5) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
6) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
7) Kerajinan Tangan dan Kesenian
8) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
9) Program khusus sesuai dengan jenis kecacatan
10) Program muatan lokal (sejumlah mata pelajaran)
c. Mata pelajaran pada SLTPLB terdiri atas
1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2) Pendidikan Agama
3) Bahasa Indonesia
4) Matematika (berhitung)
5) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
6) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
7) Kerajinan Tangan dan Kesenian
8) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
9) Bahasa Inggris
10) Program khusus sesuai dengan jenis kecacatan
11) Program muatan lokal (sejumlah mata pelajaran)
12) Program pilihan (paket keterampilan; rekayasa, pertanian, usaha dan perkantoran, kerumah tanggaan, dan kesenian).
d. Mata Pelajaran pada SMLB terdiri atas:
1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2) Pendidikan Agama
3) Bahasa Indonesia
4) Matematika (berhitung)
5) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
6) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
7) Kerajinan Tangan dan Kesenian
8) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
9) Bahasa Inggris
10) Program pilihan keterampilan (paket keterampilan; rekayasa, pertanian, usaha dan perkantoran, kerumah tanggaan, dan kesenian).
2. Materi pengajaran
Program pengajaran PLB mengacu pada kurikulum yang berlaku, yaitu kurikulum yang ditetapkan secara nasional dan kurikulum muatan lokal.
3. Strategi belajar mengajar
a. Lama Pendidikan
1) TKLB berlangsung antara 1 sampai dengan 3 tahun
2) SDLB berlangsung selama 6 tahun
3) SLTP berlangsung selama 3 tahun
4) SMLB berlangsung selama 3 tahun
Masing-masing satuan pendidikan tersebut dapat menyelenggarakan satu jenis kelainan atau lebih dari jenis-jenis kelainan tunanetra, tunarungu, tunagrahita dengan, tunagrahita sedang, tunadaksa, tuna laras, tuna ganda, dan jenis-jenis kelainan lainnya.
b. Waktu Belajar
Jumlah hari belajar efektif dalam satu tahun ajaran sekurang-kurangnya 240 hari belajar efektif termasuk waktu bagi penyelenggaraan kegiatan, kemajuan, dan hasil belajar peserta didik. Dalam penyelenggaraan pendidikan digunakan sistem catur wulan, yang membagi waktu belajar satu tahun menjadi tiga catur wulan
c. Alokasi Waktu
1) TKLB setiap jam kegiatan lamanya 30 menit, dengan waktu kegiatan bermain dan belajar sekurang-kurangnya 3 jam kegiatan perhari atau 18 jam kegiatan setiap minggu.
2) SDLB kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit dengan beban belajar sekurang-kurangnya 30 jam pelajaran setiap minggu. SDLB kelas III dan IV setiap jam pelajaran lamanya 40 menit dengan beban belajar sekurang-kurangnya 38 dan 40 jam pelajaran setiap minggu. SDLB kelas V dan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit dengan beban belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran setiap minggu
3) SLTPLB dan SMLB kelas I, II dan II setiap jam pelajaran lamanya 45 menit dengan beban belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran setiap minggu
Kebutuhan jam pelajaran setiap mata pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
d. Sistem Pengajaran
1) Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan sistem klasikal dengan mempertimbangkan bakat, minat, kemampuan, dan kelainan peserta didik menerima mata pelajaran dari guru dalam mata pelajaran yang sama dalam waktu dan tempat yang sama. Bila diperlukan dapat dibentuk pengelompokan atau bentuk pengajaran yang lain sesuai dengan tujuan dan keperluan pengajaran.
2) Kegiatan belajaran mengajar menggunakan sistem guru kelas pada TKLB dan SDLB, serta guru mata pelajaran pada SLTPLB dan SMLB.
3) Kegiatan belajar mengajar diarahkan untuk mengembangkan kemampuan fisik secara optimal, intelektual, emosional, okupasi, dan sosial peserta didik
4) Program bimbingan klinis ditujukan untuk memberikan terapi pada peserta didik, meningkatkan prestasi peserta didik, menyiapkan siswa untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan lanjutan, dan menyiapkan peserta didik untuk hidup mandiri dalam masyarakat.
5) Mengingat aneka ragamnya mata pelajaran, cara penyajian pelajaran hendaknya memanfaatkan berbagai sarana penunjang seperti perpustakaan, alat peraga, lingkungan alam dan budaya, serta masyarakat dan nara sumber.
e. Bahasa Pengantar
Bahasa pengantar di PLB menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan, terutama pada tahun-tahun awal di TKLB dan SDLB kelas I sampai dengan III.
f. Penilaian
Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik dilakukan penilaian hasil belajar secara berkelanjutan melalui ulangan/ujian hadan dan tugas-tugas mingguan, bulanan, maupun penilaian akhir tahun pelajaran serta penilaian pada akhir satuan pendidikan. Penilaian dengan menggunakan standar nasional dapat dilakukan dalam rangka mengetahui gambaran mutu hasil belajar peserta didik.
E. PESERTA DIDIK
1. Sasaran
Sasaran PLB adalah anak-anak cacat (anak berkelainan) usia 4 – 18 tahun dan setinggi-tingginya berusia 22 tahun.
2. Daya Tampung
Jumlah peserta didik dalam satu kelas/rombongan belajar untuk TKLB maksimal 5 anak didik dan untuk SDLB, SLTPLB, dan SMLB maksimal 8 peserta didik.
Ratio guru dibanding jumlah siswa dalam satu kelas/rombongan belajar 1 : 3 sampai dengan 5 untuk TKLB, dan 1 : 5 sampai 8 untuk SDLB, SLTPLB dan SMLB.
3. Persyaratan Peserta Didik
Peserta didik pada PLB adalah peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental serta kelainan tingkah laku dan sosial, yang meliputi kelainan tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, tunagrahita sedang tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda dengan ketentuan:
a. Peserta didik pada TKLB adalah anak cacat yang sekurang-kurangnya berusia 4 tahun.
b. Peserta didik pada SDLB adalah anak cacat yang sekurang-kurangnya berusia 6 tahun atau lebih.
c. Peserta didik pada SLTPLB adalah anak cacat yang telah tamat SDLB atau sederajat.
d. Peserta didik pada SMLB adalah anak cacat yang telah tamat SLTPLB atau yang sederajat.
4. Pakaian Peserta Didik
Pakaian seragam peserta didik pada PLB secara nasional mengikuti seragam sekolah umum yang sederajat. Namun sekolah dapat menetapkan pakaian lainnya sesuai dengan agama, budaya, dan aspirasi daerah masing-masing yang disepakati antara sekolah, orang tua, Badan Peranserta. Masyarakat/Komite Sekolah/BP3 dan pemerintah daerah.
5. Unit Kegiatan Peserta Didik
Unit kegiatan peserta didik seperti OSIS, PMR, UKS, Pramuka, dan lain-lain, dapat dibentuk di sekolah untuk menjamin agar setiap peserta didik dapat menerima pelayanan dan perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.
F. KETENAGAAN
1. Jenis Tenaga
a. Kepala sekolah
b. Guru kelas, guru program khusus, guru mata pelajaran/pendidikan keterampilan, dan guru bimbingan klinis/bimbingan kader.
c. Tata Usaha
d. Tenaga penjaga/kebersihan sekolah
e. Tenaga ahli PLB
f. Pustakawan
g. Tenaga pengurus asrama siswa
2. Persyaratan Guru
a. Guru kelas pada TKLB dan SDLB sekurang-kurangnya tamatan SGPLB
b. Guru program khusus sekurang-kurangnya tamatan SGPLB dan telah mengikuti pelatihan sesuai dengan bidang kekhususan yang menjadi tanggungjawabnya
c. Guru mata pelajaran/pendidikan keterampilan sekurang-kurangnya tamatan SGPLB dan telah mengikuti pelatihan bidang studi/keterampilan sesuai dengan tanggung jawanya.
d. Guru bimbingan klinis/bimbingan karir sekurang-kurangya tamatan S1 program BP atau PLB atau psikologi pendidikan
e. Guru agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan
f. Berkepribadian dan berakhlak mulia
3. Jam Mengajar
Setiap tenaga guru memiliki jam wajib mengajar minimal 18 jam pelajaran per minggu, dan setiap tenaga kependidikan lainnya di sekolah memiliki jam kerja yang diatur sesuai tata tertib da aturan yang berlaku. Sekolah dapat mengembangkan tambahan jam kerja pada sore hari dalam bentuk program ekstrakurikuler maupun kurikuler melalui kesepakatan bersama dewan guru dan badan Peranserta Masyarakat/Komite Sekolah/BP3.
G. SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan prasarana PLB secara umum untuk semua jenis kelainan/kecacatan.
1. Lahan
Luas lahan minimal yang dibutuhkan utuk PLB dihitung berdasarkan faktor koefisien dasar bangunan (building coverage) sesuai ketentuan tata kota yang mengaturnya. Nilai kepadatan bangunan dapat diperhitungkan sampai dengan 15% pada daerah dengan kepadatan bangunan yang rendah.
2. Ruang Terdiri Atas
a. Ruang kelas
b. Ruang aula
c. Ruang Konsultasi
d. Ruang observasi
e. Ruang perpustakaan
f. Ruang keterampilan
g. Laboratorium/bengkel kerja untuk siswa SLTPLB dan SMLB
h. Fasilitas olahraga
i. Ruang BP
j. Ruang kepala sekolah
k. Ruang tata usaha
l. Ruang guru
m. Ruang tamu
n. Ruang ibadah
o. Ruang medis/UKS
p. Kamar mandi/WC guru dan siswa
q. Gudang
r. Ruang koperasi
3. Perabot, terdiri atas
a. Perabot ruang belajar
1) Perabot ruang kelas
2) Perabot ruang aula
3) Perabot ruang konsultasi
4) Perabot ruang observasi
5) Perabot ruang perpustakaan
6) Perabot ruang keterampilan
7) Perabot laboratorium/bengkel kerja untuk siswa SLTPLB dan SMLB
8) Perabot ruang BP
b. Perabot ruang kantor
1) Perabot kepala sekolah
2) Perabot ruang tata usaha
3) Perabot ruang guru
4) Perabot ruang tamu
c. Perabot ruang penunjang
1) Perabot ruang ibadah
2) Perabot ruang medis/UKS
3) Kamar mandi/WC guru dan siswa
4) Gudang
5) Ruang koperasi
4. Alat dan Media Pendidikan
Setiap unit pelaksanaan teknis PLB sekurang-kurangnya memiliki alat dan media pendidikan berupa:
a. Peralatan praktek laboratorium
b. Peralatan bengkel kerja sesuai dengan jenis keterampilan dan kecacatan/kelainan peserta didik
c. Alat peraga/praktek IPA
d. Alat peraga/praktek IPS
e. Alat peraga/praktek matematika
f. Media pengajaran mata pelajaran lain
5. Buku
Setiap sekolah harus memiliki:
a. Buku pelajaran pokok. Sekolah sekurang-kurangnya memiliki satu buku pelajaran pokok untuk setiap mata pelajaran untuk setiap siswa
b. Buku lengkap
c. Buku bacaan
6. Sarana Penunjang, terdiri atas;
a. Lapangan upacara/bermain/olahraga
b. Tiang bendera
c. Asrama siswa
7. Sarana dan Prasarana Khusus
Sarana prasarana PLB yang secara khusus disesuaikan dengan jenis kelainan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tunanetra, terdiri atas;
a. Ruang OM dan perlengkapan kemudahan anak tunanetra (assessibility)
b. Regiet dan pena
c. Kertas braille
d. Komputer brailler
e. Mesin tik brailler
f. Alat olahraga khusus untuk tunanetra
g. Tingkat putih
h. Denah-denah
i. Penggaris brailler
j. Penata timbul
k. Globe timbul
l. Bangun-bangun geometri
m. Magnifier/loupe
2) Tunarungu, terdiri atas;
a. Ruang dan peralatan bina wicara dan persepsi bunyi
b. Ruang kedap suara dan peralatan latih mendengar
c. Audiometer
d. Hearing said
e. Speech trainer
f. Group hearing aid
g. Dram/tambur
3) Tunagrahita, terdiri atas;
a. Alat-alat latihan sensomotorik halus dan kasar
b. Alat-alat activity daily living (ADL)/kegiatan sehari-hari
c. Alat-alat untuk playtherapy
4) Tunadaksa, terdiri atas;
a. Ruang dan peralatan therapy musik
b. Ruang dan peralatan therapy bicara
c. Ruang dan peralatan occuptational therapy
d. Perlengkapan hydrotherapy
e. Kruk
f. Kursi roda
5) Tunalaras, terdiri atas
a. Peralatan behavior therapy (terapi tingkah laku)
b. Peralatan play therapy
6) Tunaganda
Peralatan pendidikan khusus anak tunaganda disesuaikan dengan gabungan jenis kelainan anak.
H. ORGANISASI
1. Susunan organisasi PLB terdiri atas:
a. Kepala sekolah
b. Urusan tata usaha
c. Tenaga ahli PLB sesuai dengan jenis kecacatan yang ada pada PLB
d. Koordinasi satuan pendidikan untuk TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB
e. Tenaga pendidikan untuk TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB
f. Penjaga sekolah/tenaga kebersihan
g. Pustakawan
h. Petugas asrama siswa/i
2. Bagan organisasi PLB
Kepala Sekolah
Urusan Tata Usaha
Perpustakaan
Tenaga Ahli
Asrama
Dewan Guru
Badan Pranserta Masyarakat/Komite Sekolah/BP
I. Pembiayaan
1. Sumber Pembiayaan
Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dapat bersumber dari:
a. Pemerintah daerah yang menyediakan anggaran untuk PLB negeri dan memberikan subsidi bagi PLB swasta
b. Dana masyarakat. Dana ini untuk membiayai kegiatan peningkatan mutu, program pengayaan, dan program remedial teaching (program perbaikan)
c. Yayasan/badan penyelenggara PLB swasta bertanggung jawab atas biaya yang diperlukan bagi penyelenggaraan PLB swasta dan wajib memperhatikan kesejahteraan gurunya.
d. Sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Komponen Pembiayaan
Komponen yang perlu dibiayai antara lain:
a. Kegiatan teknis edukatif termasuk proses belajar mengajar (kegiatan kurikuler), evaluasi, dan kegiatan bimbingan klinis
b. Kegiatan penunjang seperti kegiatan kemasyarakatan, rehabilitas, dan kegiatan ekstra kurikuler
c. Perawatan alat pendidikan dan media pendidikan
d. Perawatan gedung, perabotan, dan lingkungan sekolah
e. Konsumtif (barang habis pakai)
f. Gaji dan kesejahteraan guru dan tenaga lainnya (kelebihan jam mengajar, insentif)
g. Langganan daya dan jasa (listrik, telepon, air, dan lain-lain)
h. Kegiatan lain yang mengacu pada peningkatan mutu
3. Satuan Biaya
Satuan biaya dapat dihitung berdasarkan biaya satuan peranak didik/siswa pertahun atau biaya persekolahan pertahun sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar pada PLB tersebut.
4. Penentuan Biaya
Penentuan biaya yang dibebankan pada masyarakat/orangtua ditentukan berdasarkan persetujuan pemerintah daerah atas usul dari kepala sekolah bersama badan peranserta masyarakat.
5. Pengelolaan
Pengelolaan dana pendidikan dilakukan oleh sekolah secara mandiri dan transparan serta dipertanggungjawabkan penggunaannya setiap tahun kepada badan Peranserta Masyarakat/Komite Sekolah/BP3 dan pemerintah daerah
6. Rencana Anggaran Pendanaan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
Setiap satuan pendidikan wajib menyusun RAPBS melibatkan stakeholder (BP3, tokoh masyarakat, dan semua pihak yang berkepentingan terhadap sekolah). Sumber-sumber pembiayaan sifatnya transparan dan accountable (dapat dipertanggungjawabkan)
7. Pemeriksaan Pembiayaan (accounting)
Setiap pemasukan dan pengeluaran agar diaudit secara tertib dan teratur.
8. Pelaporan Pembiayaan
Setiap pelaporan dilaksanakan secara tertib dan teratur.
J. PERAN SERTA MASYARAKAT
Peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pelayanan pendidikan mutlak diperlukan agar kondisi diatas standar minimal dan peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai. Disetiap PLB dapat dibentuk organisasi seperti badan peranserta masyarakat atau organisasi yang memiliki tujuan:
1. Ikut membantu kelancaran pendidikan di sekolah
2. Memelihara, meningkatkan, mengembangkan
3. Memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (kinerja sekolah).
K. Manajemen Sekolah
1. Setiap unit teknis pelaksana PLB menerapkan prinsip manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
2. Dalam sistem ini setiap PLB
a. Merumuskan visi dan misi, yang jelas dan terarah sesuai visi, misi, dan standar mutu pendidikan nasional
b. Merencanakan program peningkatan mutu
c. Melaksanakan program yang telah ditetapkan
d. Memonitor dan mengevaluasi program
e. Merumuskan target mutu baru
f. Melaporkan kemajuan kepada pihak yang terkait
3. Kontrol kegiatan dilakukan melalui pemantauan dan pengawasan internal dan eksternal, transparansi manajemen, serta akuntabilitas publik.
4. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat efisien dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan, pelaksanaan kurikulum, dan penilaian kerja sekolah sebagai satu kesatuan secara menyeluruh.
L. INDIKATOR KEBERHASILAN
Untuk mengetahui apakah standar pelayanan minimum (SFIM) telah diimplementasikan dengan baik dan benar, diperlukan satu indikator keberhasilan. Dalam indikator keberhasilan ini tertuang berbagai indikantor dan ukuran ketercapain minimal sesuai dengan komponen yang ada dalam SPM. Indikator keberhasilan tersebut secara rinci sebagaimana matrik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan pengertian kekuasaan kehakiman yang tercantum pula dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sebagai konsekuensi dari sistem pembagian kekuasaan yang diterapkan di negara ini, fungsi kekuasaan kehakiman atau yudikatif dipegang oleh lembaga- lembaga yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Bab IX UUD 1945 menyebutkan tiga lembaga negara yang termasuk dalam lingkup kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Namun, menurut Pasal 24 ayat (2), hanya MA (dan badan peradilan di bawahnya) dan MK yang merupakan penyelenggara kekuasaan kehakiman, sedangkan KY tidak memiliki kewenangan tersebut sehingga badan ini sering disebut sebagai lembaga ekstra-yudisial.
Pengadilan, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, adalah salah satu unsur penting dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat). Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria mandiri (independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya, hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan kebebasan warga negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan tingginya tanggung jawab hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan dengan irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal ini menegaskan bahwa kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.[1]
Setiap profesi di berbagai bidang memiliki nilai-nilai yang dijunjung untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan profesi yang bersangkutan. Demikian halnya dengan profesi hakim di Indonesia, di mana terdapat suatu kode etik yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di Indonesia serta nilai-nilai yang bersifat universal bagi hakim sebagai pelaksana fungsi yudikatif. Kode etik penting bagi hakim untuk mengatur tata tertib dan perilaku hakim dalam menjalankan profesinya.
Kode Etik Profesi Hakim Indonesia pertama kali disusun oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) pada Kongres III IKAHI tanggal 5-7 April 1965.[2] Seiring berjalannya waktu, perkembangan berbagai hal seputar IKAHI sebagai wadah profesi hakim dan Kode Etik Profesi Hakim Indonesia terus berlangsung. Dan yang paling terkini adalah ketika MA menerbitkan Pedoman Perilaku Hakim bersamaan dengan disosialisasikannya Pedoman Etika Perilaku Hakim yang disusun KY, sehingga peristiwa ini menjadi bagian dari ketidaksepahaman antara MA dan KY.
Berkaitan dengan fenomena yang tengah berkembang di masyarakat seputar konflik antara MA dan KY, Hakim Agung Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Sophian Marthabaya berpendapat bahwa suatu kode etik berlaku bagi suatu profesi tertentu sehingga sebuah kode etik harus disusun oleh profesi yang bersangkutan yang akan menjalankan kode etik tersebut. Alangkah janggalnya apabila kode etik disusun oleh suatu institusi di luar profesi yang akan menjadikan kode etik itu sebagai pedomannya. Idealnya, sebuah pedoman untuk melakukan pekerjaan dibuat sendiri oleh pihak yang akan menjalankan pekerjaan tersebut. Bagaimanapun, kode etik dibuat untuk mengatur perilaku dan sepak terjang individu profesional dalam menjalankan profesinya.[3]
Penegakan supremasi hukum sebagai bagian dari agenda reformasi telah menjadi komitmen pemerintah sejak masa keruntuhan rezim Orde Baru hingga saat ini. Namun demikian, harapan pencari keadilan terhadap lembaga peradilan sebagai benteng terakhir untuk memperoleh keadilan belum sepenuhnya dapat memuaskan seluruh pihak. Masyarakat mengkritik bahwa lembaga peradilan belum seperti yang diharapkan. Lambat menangani perkara, biaya yang mahal, administrasi yang berbelit-belit, perbuatan dan tingkah laku pejabat peradilan yang dianggap tercela, hingga dugaan adanya mafia peradilan (judicial corruption) menjadi alasan tidak percayanya sebagian besar masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Seiring berjalannya pemerintahan sejak awal reformasi hingga saat ini, publik sadar bahwa praktik penyalahgunaan wewenang di badan peradilan cenderung menguat dan merusak seluruh sendi peradilan. Hal ini mengakibatkan menurunnya kewibawaan dan kepercayaan badan peradilan terhadap masyarakat dan dunia internasional. Keadaan badan peradilan yang demikian mendesak pihak- pihak yang berwenang dalam menjalankan negara ini untuk melakukan upaya- upaya luar biasa yang berorientasi kepada terciptanya badan peradilan dan hakim yang dapat menjamin masyarakat memperoleh keadilan, dan diperlakukan secara adil dalam proses pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan.
Terjadinya praktik penyalahgunaan wewenang di lembaga peradilan disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah tidak efektifnya pengawasan internal yang diterapkan di badan peradilan selama ini. Dengan kata lain, tingginya urgensi pembentukan Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal didasarkan pada lemahnya pengawasan internal tersebut. Menurut Mas Achmad Santosa, lemahnya pengawasan internal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:[4]
1. kualitas dan integritas pengawas yang tidak memadai;
2. proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan;
3. belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya (ketiadaan akses);
4. semangat membela sesama korps (esprit de corps) yang mengakibatkan penjatuhan hukuman tidak seimbang dengan perbuatan. Setiap upaya untuk memperbaiki suatu kondisi yang buruk pasti akan mendapat reaksi dari pihak yang selama ini mendapatkan keuntungan dari kondisi yang buruk itu; dan
5. tidak terdapat kehendak yang kuat dari pimpinan lembaga penegak hukum untuk menindaklanjuti hasil pengawasan.
Hal-hal yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa tidak efektifnya fungsi pengawasan internal badan peradilan pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu adanya semangat membela sesama korps (esprit de corps) dan tidak adanya kehendak yang sungguh-sungguh dari pimpinan badan peradilan untuk menindaklanjuti hasil pengawasan internal terhadap hakim. Akibatnya, peluang bagi hakim yang terbukti melakukan pelanggaran hukum dan kode etik untuk mendapat "pengampunan" dari pimpinan badan peradilan yang bersangkutan akan semakin terbuka. Oleh karena itu, kehadiran suatu lembaga khusus yang menjalankan fungsi pengawasan eksternal terhadap hakim dirasakan sangat mendesak.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam paper ini adalah :
a. Bagaimanakah Profesi Hakim dan Karakteristiknya..?
b. Bagaimanakah tangung jawab profesi Hakim...?
c. Bagaimanakah tanggung jawab moral Hakim...?
1.3 Tujuan Pembuatan Paper
Tujuan pembuatan paper adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata perkuliahan Etika dan Tanggung Jawab Profesi,dan untuk memberikan pengetahuan bagi pembaca khususnya untuk pembuat paper ini dan umumnya untuk para mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Profesi Hakim dan Karakteristiknya
Sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan proses di pengadilan, definisi hakim tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang biasa disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 1 angka 8 KUHAP menyebutkan, hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.[5]Sedangkan mengadili diartikan sebagai serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang.[6]
Hakim memiliki kedudukan dan peranan yang penting demi tegaknya negara hukum. Oleh karena itu, terdapat beberapa nilai yang dianut dan wajib dihormati oleh penyandang profesi hakim dalam menjalankan tugasnya. Nilai di sini diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut.[7]
1. Profesi hakim adalah profesi yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Di sini terkandung nilai kemerdekaan dan keadilan.
2. Selanjutnya, nilai keadilan juga tercermin dari kewajiban hakim untuk menyelenggarakan peradilan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan, agar keadilan tersebut dapat dijangkau semua orang. Dalam mengadili, hakim juga tidak boleh membeda-bedakan orang dan wajib menghormati asas praduga tak bersalah. Kewajiban menegakkan keadilan ini tidak hanya dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada sesama manusia, tetapi juga secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Apabila hakim melihat adanya kekosongan hukum karena tidak ada atau kurang jelasnya hukum yang mengatur suatu hal, maka ia wajib menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Nilai ini dinamakan sebagai nilai keterbukaan.
4. Hakim wajib menjunjung tinggi kerja sama dan kewibawaan korps. Nilai kerja sama ini tampak dari persidangan yang berbentuk majelis, dengan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang hakim. Sebelum menjatuhkan putusannya, para hakim ini melakukan musyawarah secara tertutup.
5. Hakim harus senantiasa mempertanggungjawabkan segala sikap dan tindakannya. Secara vertikal berarti ia bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pertanggungjawaban secara horizontal berarti ditujukan terhadap sesama manusia, baik kepada lembaga peradilan yang lebih tinggi maupun kepada masyarakat luas. Berkaitan dengan pertanggungjawaban horizontal, Pasal 25 ayat (1) Undang- Undang tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:
"Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili."[8]
6. Hakim wajib menjunjung tinggi nilai obyektivitas. Hal ini tercermin dalam Pasal 29 ayat (3) yang menyatakan bahwa hakim wajib mengundurkan diri dalam pemeriksaan suatu perkara apabila ia mempunyai hubungan darah dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan perkara tersebut, baik dengan terdakwa, jaksa, penasihat hukum, panitera, maupun sesama majelis hakim.[9]
Profesi hakim sebagai salah satu bentuk profesi hukum sering digambarkan sebagai pemberi keadilan. Oleh karena itu, hakim juga digolongkan sebagai profesi luhur (officium nobile), yaitu profesi yang pada hakikatnya merupakan pelayanan pada manusia dan masyarakat. Setiap profesi memiliki etika yang pada prinsipnya terdiri dari kaidah-kaidah pokok sebagai berikut. [10]
1. Profesi harus dipandang sebagai pelayanan, oleh karenanya, sifat "tanpa pamrih" menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi.
2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan mengacu pada nilai-nilai luhur.
3. Pengembanan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
4. Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi.
Sebagai suatu profesi di bidang hukum yang secara fungsional merupakan pelaku utama dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, hakim dituntut untuk memiliki suatu keahlian khusus sekaligus memahami secara mendalam mengenai ruang lingkup tugas dan kewajibannya. Salah satu unsur yang membedakan profesi hakim dengan profesi lainnya adalah adanya proses rekrutmen serta pendidikan bersifat khusus yang diterapkan bagi setiap orang yang akan mengemban profesi ini.
2.2 Persyaratan Calon Hakim
Berdasarkan Pasal 14 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, seseorang hanya dapat diangkat menjadi hakim jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut.[11]
a. Warga Negara Indonesia.
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya atau bukan seorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam Gerakan Kontra Revolusi G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya.
e. Pegawai Negeri.
f. Sarjana hukum.
g. Berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun.
h. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan baik.
2.3 Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim[12]
Proses pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi calon hakim dilaksanakan pada awal masa pra-jabatan dan sangat erat kaitannya dengan proses rekrutmen hakim. Selain digunakan sebagai program orientasi bagi para calon hakim, diklat juga ditujukan untuk menjadi sarana seleksi hakim. Program diklat dimulai dari kewajiban para peserta untuk memenuhi masa magang selama kurang lebih satu tahun sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di pengadilan-pengadilan negeri di wilayah Indonesia. Program pembinaan yang terarah belum terlihat pada tahap yang disebut Diklat Praktik I ini. Para peserta diklat masih sebatas dikaryakan sebagai staf administrasi pengadilan, hingga saatnya mereka mengikuti ujian prajabatan, yang merupakan fase seleksi kepegawaian secara umum.
Setelah melalui proses pengangkatan dan memperoleh status Pegawai Negeri Sipil (PNS), para peserta diikutsertakan dalam Diklat Klasikal yang diadakan secara terpusat oleh Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Pada tahap ini, para peserta akan menerima berbagai materi keahlian di bidang hukum, dan mulai dipersiapkan secara teoritis untuk mengemban jabatan sebagai hakim. Apabila dinyatakan lulus, para peserta diharuskan memenuhi masa magang kembali dengan status sebagai calon hakim di berbagai pengadilan negeri selama minimal satu tahun. Pada tahapan yang disebut Diklat Praktik II ini diterapkan suatu pola pembinaan yang sudah lebih mengarah pada pelaksanaan tugas hakim. Selanjutnya, Ketua Pengadilan Negeri di mana calon hakim tersebut ditempatkan akan mengusulkan para peserta yang dianggap layak untuk diangkat penuh sebagai hakim. Pengangkatannya sendiri akan dilakukan oleh Presiden melalui Menhukham.
2.4 Pola Rekrutmen dan Kualitas Hakim
Bagaimana mekanisme perekrutan seorang individu untuk menjadi hakim akan menentukan kualitas putusan pengadilan ke depannya. Individu yang sejak awal memang memiliki kapabilitas dan wawasan hukum yang mendalam sudah selayaknya terjaring dalam rekrutmen hakim sehingga mereka yang nantinya duduk di muka ruang pengadilan sebagai pemimpin sidang adalah hakim-hakim yang berkualitas terbaik. Faktanya, berbagai putusan pengadilan yang kontroversial terus bermunculan sehingga berbagai pihak menilai hakim-hakim di negeri ini belum memahami rasa keadilan masyarakat. Banyaknya kelemahan ataupun cacat hukum pada putusan yang dikeluarkan oleh para hakim bisa jadi merupakan gambaran dari tidak efektifnya pola rekrutmen hakim yang selama ini diterapkan di Indonesia.
Rifqi S. Assegaf mencontohkan, putusan Mahkamah Agung pada kasus Buloggate yang membebaskan terdakwa Akbar Tandjung mengandung sangat banyak kelemahan dari segi hukum dan amat mencederai perasaan hukum dan keadilan sebagian masyarakat. Dari kelima hakim dalam majelis yang memutus perkara tersebut, dua orang bukan merupakan hakim karir melainkan berasal dari partai politik, sedangkan sisanya adalah hakim karir. Salah seorang hakim non-karir, yakni Abdul Rahman Saleh mengajukan dissenting opinion dalam putusan perkara korupsi dana non-budgeter Bulog tersebut. Berkaca pada pendapat Rifqi mengenai kualitas putusan kasus ini, barangkali perbedaan pendapat antarhakim tersebut menggambarkan adanya disparitas kualitas antara hakim karir dan hakim non- karir.[13]
Dalam buku "The Civil Law Tradition", Merryman, seorang ahli perbandingan hukum, menyatakan bahwa hakim karir (yang lahir dari sistem Civil LaW) cenderung memiliki mentalitas birokrat, kurang memiliki kepercayaan diri dan pemikiran yang mandiri. Hal ini mengakibatkan mereka cenderung ragu atau takut untuk membuat keputusan yang kontroversial dan memiliki dampak politik yang besar. Hal ini berbeda dengan hakim di negara penganut sistem Common Law yang sebelum menjadi hakim biasanya berprofesi sebagai pengacara, pejabat publik, atau akademisi.[14]
Menurut Reza Indragiri Amriel, ahli psikologi forensik lulusan The University of Melbourne, pembenahan aset terpenting institusi peradilan, yaitu individu hakim, harus menjadi fokus agar sumber daya manusia (SDM) dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas produk peradilan (putusan pengadilan).[15] Dalam artikelnya, "Pengembangan Integritas Profesi Hakim", Reza memaparkan kondisi yang ada dalam dunia peradilan berkaitan dengan kualitas profesi hakim seperti di bawah ini.[16]
1. Kesulitan mencari hakim, termasuk Hakim Agung (dan para pemangku otoritas hukum pada umumnya) nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia. Amerika Serikat pun mengalami keterbatasan jumlah hakim sejak usainya Perang Sipil di negara itu. Dalam konteks Indonesia, kesulitan ini terutama bersumber dari tidak adanya model kompetensi yang menjadi acuan mengenai karakter ideal yang sepatutnya dipunyai oleh setiap individu hakim.
2. Dalam survei yang dilakukan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2006, saat ditanyakan kepada para hakim, banyak hakim yang menyebutkan bahwa penambahan jumlah hakim dan staf pendukung sebagai prasyarat efektif kedua—dari tujuh faktor— terpenting dalam rangka peningkatan kualitas peradilan. Di sisi lain, banyak peneliti justru menyimpulkan bahwa kualitas personel lembaga kehakiman tidak dipengaruhi oleh jumlah aparat peradilan. Mutu putusan para hakim berbanding lurus dengan peningkatan profesionalisme mereka.
Selanjutnya, Reza menguraikan dua hal yang dapat menjadi alternatif solusi untuk mengembangkan integritas hakim sebagai berikut.[17]
1. Sebagai sumber daya manusia, para hakim juga idealnya dikenakan perlakuan SDM (HR/human resources treatment) secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan. Ini artinya, penilaian ketat tidak hanya diterapkan pada para kandidat hakim. Setelah menjabat, para kandidat terpilih harus diberikan penilaian secara berkala pula. Prinsipnya, semakin sentral peran SDM terhadap kinerja suatu organisasi, semakin ketat pula idealnya manajemen SDM diberlakukan pada organisasi tersebut.
2. Ke depan perlu dirumuskan acuan kinerja (performance standards atau distinct job manual) dan perangkat aturan organisasi lainnya sebagai pedoman pengembangan karir para hakim.
2.5 Tanggung Jawab Profesi
Pada dasarnya, terdapat setidaknya tiga unsur pokok yang harus ada dalam pelaksanaan suatu fungsi dalam profesi dan bidang apapun. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.[18]
1. Tugas, yaitu kewajiban dan kewenangan atau kekuasaan yang harus dilaksanakan untuk kemudian diperinci lebih lanjut tentang cara melaksanakannya.
2. Aparat, yaitu pelaksana tugas tersebut yang terdiri atas komponen pelaksana, pendukung, dan penunjang.
3. Lembaga, yaitu wadah (struktur dan organisasi) beserta sarana dan prasarana tempat para aparat melaksanakan tugasnya.
Bagi seorang aparat, mendapat suatu tugas berarti memperoleh sebuah tanggung jawab yang terkait tiga hal, yaitu:
1. mendapat kepercayaan untuk dapat mengemban tugas;
2. merupakan suatu kehormatan sebagai pengemban tugas; dan
3. merupakan suatu amanat yang harus dijaga dan dijalankan.
Tanggung jawab dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu tanggung jawab
moral, tanggung jawab hukum, dan tanggung jawab teknis profesi. Tanggung jawab moral adalah tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan, baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para aparat bersangkutan. Sementara tanggung jawab hukum diartikan sebagai tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu hukum. Sedangkan tanggung jawab teknis profesi merupakan tuntutan bagi aparat untuk melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya.[19]
2.6 Tanggung Jawab Moral Hakim
Secara filosofis, tujuan akhir profesi hakim adalah ditegakkannya keadilan. Cita hukum keadilan yang terapat dalam das sollen (kenyataan normatif) harus dapat diwujudkan dalam das sein (kenyataan alamiah) melalui nilai-nilai yang terdapat dalam etika profesi. Salah satu etika profesi yang telah lama menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal perkembangan hukum dalam peradaban manusia adalah The Four Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari empat butir di bawah ini. [20]
1. To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab).
2. To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).
3. To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).
4. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah).
Peradaban Islam pun memiliki literatur sejarah di bidang peradilan, salah satu yang masih tercatat ialah risalah Khalfah Umar bin Khatab kepada Musa Al- Asy'ari, seorang hakim di Kufah, yang selain mengungkapkan tentang pentingnya peradilan, cara pemeriksaan, dan pembuktian, juga menjelaskan tentang etika profesi. Dalam risalah dituliskan kode etik hakim antara lain di bawah ini.[21]
1. Mempersamakan kedudukan para pihak dalam majelis, pandangan, dan putusan sehingga pihak yang merasa lebih mulia tidak mengharapkan kecurangan hakim, sementara pihak yang lemah tidak berputus asa dalam usaha memperoleh keadilan hakim.
2. Perdamaian hendaklah selalu diusahakan di antara para pihak yang bersengketa kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Dalam bertingkah laku, sikap dan sifat hakim tercermin dalam lambang kehakiman dikenal sebagai Panca Dharma Hakim, yaitu:[22]
Kartika, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
Cakra, berarti seorang hakim dituntut untuk bersikap adil;
Candra, berarti hakim harus bersikap bijaksana atau berwibawa;
Sari, berarti hakim haruslah berbudi luhur atau tidak tercela; dan
Tirta, berarti seorang hakim harus jujur.
Sebagai perwujudan dari sikap dan sifat di atas, maka sebagai pejabat hukum, hakim harus memiliki etika kepribadian, yakni:[23]
a. percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. menjunjung tinggi citra, wibawa, dan martabat hakim;
c. berkelakuan baik dan tidak tercela;
d. menjadi teladan bagi masyarakat;
e. menjauhkan diri dari perbuatan asusila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat;
f. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim;
g. bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab;
h. berkepribadian, sabar, bijaksana, berilmu;
i. bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan);
j. dapat dipercaya; dan
k. berpandangan luas.
2.7 Sikap Hakim dalam Kedinasan
Sikap, sifat, dan etika kepribadian yang harus dimiliki oleh hakim seperti telah diuraikan di atas selanjutnya diimplementasikan di persidangan pada saat hakim menjalankan tugasnya. Edy Risdianto, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencontohkan salah satu bentuk tanggung jawab moral hakim yang ia terapkan dalam menjalankan tugasnya adalah tidak mengikutsertakan istri ke ruang sidang di pengadilan ketika sedang memimpin persidangan.[24] Secara umum, yang harus dilakukan hakim terhadap pihak ketiga yang menjadi pencari keadilan dalam persidangan adalah:[25]
1. bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang berlaku;
2. tidak dibenarkan bersikap yang menunjukkan memihak atau bersimpati atau antipati terhadap pihak-piha yang berperkara;
3. harus bersikap sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun perbuatan;
4. harus menjaga kewibawaan dan kekhidmatan persidangan; dan
5. bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan. Sementara itu, terhadap profesinya sendiri, seorang hakim juga harus menjaga perilakunya, baik kepada atasan, sesama rekan, maupun bawahan. Terhadap atasan, seorang hakim harus bersikap:[26]
1. taat kepada pimpinan;
2. menjaankan tugas-tugas yang telah digariskan dengan jujur dan ikhlas;
3. berusaha memberi saran-saran yang membangun;
4. mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan serta mengemukakan pendapat tanpa meningalkan norma-norma kedinasan; dan
5. tidak dibenarkan mengadakan resolusi terhadap atasan dalam bentuk apapun.
Sedangkan terhadap sesama rekan, hakim haruslah:[27]
1. memelihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antarsesama rekan;
2. memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa, dan saling menghargai antarsesama rekan;
3. memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps hakim; dan
4. menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
Begitu pula terhadap bawahan/pegawai, setiap hakim selayaknya bersikap:[28]
1. harus mempunyai sifat kepemimpinan;
2. membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan;
3. harus mempunyai sikap sebagai seorang bapak/ibu yang baik;
4. memelihara sikap kekeluargaan antara bawahan dengan hakim; dan
5. memberi contoh kedisiplinan.
2.8 Sikap Hakim Di Luar Kedinasan
Di samping itu, di luar kedinasannya berprofesi di pengadilan, hakim juga harus senantiasa menjaga sikap dan perilakunya. Terhadap diri pribadi, seorang hakim harus:[29]
1. memiliki kesehatan jasmani dan rohani;
2. berkelakuan baik dan tidak tercela;
3. tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun golongan;
4. menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan asusila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat; dan
5. tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabat hakim.
Sementara dalam kehidupan rumah tangga, hakim harus bersikap:[30]
1. menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, baik menurut norma hukum maupun norma kesusilaan;
2. menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga dan rumah tangga;
3. menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat; dan
4. tidak dibenarkan hidup berlebih-lebihan dan mencolok.
Sedangkan dalah kehidupan bermasyarakat, hakim harus selalu:[31]
1. selaku anggota masyarakat tidak boleh mengisolasi diri dari pergaulan masyarakat;
2. dalam hidup bermasyarakat harus mempunyai rasa gotong-royong; dan
3. harus menjaga nama baik dan martabat hakim.
2.9 Tanggung Jawab Hukum Hakim
Beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan hakim dan peradilan mencantumkan dan mengatur pula hal-hal seputar tanggung jawab hukum profesi hakim.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mencantumkan beberapa tanggung jawab profesi yang harus ditaati oleh hakim, yaitu:
a. bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (1));
b. bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa (Pasal 28 ayat (2)); dan
c. bahwa hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami isteri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang Hakim Anggota, Jaksa, Advokat, atau Panitera (Pasal 29 ayat (3)).
Selain peraturan perundang-undangan yang menguraikan tanggung jawab profesi hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman secara umum, terdapat pula ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab profesi Hakim Agung, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Undang-undang ini mengatur ketentuan-ketentuan yang harus ditaati dan menjadi tanggung jawab Hakim Agung, di antaranya sebagai berikut.
Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa Hakim Agung tidak boleh merangkap menjadi:
- pelaksana putusan Mahkamah Agung;
- wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan atau sedang diperiksa olehnya;
- penasehat hukum; dan
- pengusaha.
b. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat diberhentikan tidak dengan hormat dengan alasan:
- dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
- melakukan perbuatan tercela;
- terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
- melanggar sumpah atau janji jabatan; dan
- melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
c. Pasal 41 ayat (1) menyatakan bahwa hakim wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai dengan salah seorang Hakim Anggota atau Panitera pada majelis hakim.
d. Pasal 41 ayat (4) menyatakan jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi
Hakim Agung, maka Hakim Agung tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama.
e. Pasal 42 ayat (1) menyatakan bahwa seorang hakim tidak diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung. Di samping kedua undang-undang di atas, peraturan berbentuk undang- undang lainnya yang mencantumkan ketentuan mengenai tanggung jawab profesi hakim adalah:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum;
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; dan
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
2.10 Tanggung Jawab Teknis Profesi Hakim
Jenis tanggung jawab yang terakhir adalah tanggung jawab teknis profesi. Pada jenis tanggung jawab ini, penilaian terhadap sesuai atau tidaknya tindakan yang dilakukan oleh hakim dengan ketentuan yang berlaku menjadi hal yang paling diutamakan. Selain itu, penilaian terhadap kinerja dan profesionalisme hakim dalam menjalankan tugasnya juga menjadi perhatian. Setiap hakim dituntut mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara materi dan formil. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para hakim untuk memahami secara mendalam aturan-aturan mengenai hukum acara di persidangan. Ketidak mampuan hakim dalam mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah unprofessional conduct dianggap sebagai pelanggaran yang harus dijatuhi sanksi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
. Setiap hakim dituntut mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara materi dan formil. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para hakim untuk memahami secara mendalam aturan-aturan mengenai hukum acara di persidangan. Ketidak mampuan hakim dalam mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah unprofessional conduct dianggap sebagai pelanggaran yang harus dijatuhi sanksi.
DAFTAR PUSTAKA
Kamil, Iskandar. "Kode Etik Profesi Hakim" dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006.
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita, 1996.
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan. Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), 1999.
Mahendra, Yusril Ihza. Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia. Jakarta: Tim Pakar Hukum Departemen Kehakiman dan Hak Asasai Manusia RI bersama Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2002.
Mahkamah Agung RI. Pedoman Perilaku Hakim. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006. Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2005. Muhammad, Abdulkadir. Etika Profesi Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.
Suyuthi, Wildan. "Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama" dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006.
Tasrif, S. "Kemandirian Kekuasaan Kehakiman" dalam Kemandirian Kekuasaan Kehakiman. Editor Paul S. Baut dan Luhut M.P. Pangaribuan. Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Usman, Suparman, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Jakarta,Gaya Media Pratam, 2008.
Widyadharma, Ignatius Ridwan. Hukum Profesi tentang Profesi Hukum. Semarang: CV Ananta, 1994.
Zakiah, Waingatu. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan. Jakarta: Indonesian Corruption Watch, 2002.
Akhir-akhir ini di tanah air sering terjadi perubahan cuaca ekstrim,
yang tidak menentu dan berakibat pada melemahnya sistem ketahanan tubuh
sehingga banyak masyarakat yang terserang penyakit seperti gatal-gatal, diare,
mual, muntah, flu, bahkan penyakit menular lainnya seperti muntaber dan malaria
akibat seringnya pergantian cuaca yang tidak menentu. Tentunya penyakit-penyakit
tersebut sudah banyak terjadi di tanah air khususnya di daerah terpencil
seperti perkampungan atau bahkan di perkotaan yang kondisi dehedrainasenya
tidak bagus atau di kota-kota besar seperti Jakarta, dengan kondisi kebersihan
yang minim, dan sering terjadi langganan banjir sehingga penyakit-penyakit
seperti dijelaskan di atas tidak sedikit menyerang masyarakat di sekitarnya.
Penyakit-penyakit akibat bencana alam, limbah pabrik, kondisi perairan
yang kotor atau kondisi pemukiman yang kurang sehat menjadi penyebab banyaknya
masyarakat harus memilih resep ke dokter untuk berobat, bisa jadi mereka sembuh
dengan berusaha berobat ke rumah sakit atau puskesmas, tetapi tidak jarang yang
tidak cocok atau tidak sembuh hanya dengan satu dua kali berobat. Butuh waktu
dan juga biaya yang tidak sedikit untuk satu kali berobat apalagi ke
rumahsakit, sementara bagi orang-orang atau masyarakat tidak mampu, sakit
merupakan suatu musibah yang sangat memberatkan, di samping penyakit yang
diderita juga biaya yang sangat mahal menjadi satu faktor penyebab mereka
enggan mendatangi rumahsakit atau puskesmas sekalipun, sementara ketika mereka
sakit ternyata lebih memilih untuk berobat ke dokter atau dukun kampung, atau
diobati secara manual atau bahkan didiamkan saja sampai mereka merasa sembuh
sendiri.
Sakit dan sekolah merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi sangat
bersentuhan satu sama lain, apabila seseorang dalam keadaan sedang tidak sehat
atau sakit badan tentu tidak dapat melakukan aktivitas atau rutinitas
keseharian sebagaimana mestinya termasuk sekolah atau belajar sementara belajar
membutuhkan badan yang fit sehat pikiran, akan tetapi bagaimana jika kita
memiliki badan yang sehat tetapi akal pikiran tidak stabil atau sedang kacau?
Tentu ini juga merupakan hal yang sangat perlu diwaspadai. Kesehatan dan
pendidikan sama-sama penting dan sama-sama mahal dan butuh waktu untuk
mendapatkannya.
Pembangunan kesehatan adalah sebagai
bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin
dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih
rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka
kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih
tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena
mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya
masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih
cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 2003) dan
AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).
Banyak faktor yang menyebabkan
ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya
pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan
pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan
kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan
yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of
pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan
kesehatan.
Selama ini dari aspek pengaturan
masalah kesehatan baru di atur dalam tataran Undang-Undang dan peraturan yang
ada dibawahnya, tetapi sejak Amandemen UUD 1945 perubahan ke dua dalam Pasal
28H Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam Amandemen UUD 1945 perubahan ke tiga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
Untuk
memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas
kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan adalah merupakan
kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari
Pemerintah.
Sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan
Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah berupaya untuk mengatasi hambatan
dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khusunya pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu kebijakan Program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan
oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero)
berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes
(Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat
sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi Kesehatan Masyarakat
Miskin (ASKESKIN). PT Askes (Persero) dalam pengelolaan Asuransi Kesehatan
Masyarakat Miskin (ASKESKIN).
Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan
mana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) mengacu pada
prinsip-prinsip asuransi sosial
- Dana amanat dan nirlaba dengan
pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat
sangat miskin, miskin dan tidak mampu.
- Menyeluruh (komprehensif)
sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.
- Pelayanan Terstruktur,
berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
- Transparan dan akuntabel.
Pada semester I tahun 2005,
penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola
sepenuhnya oleh PT Askes (Persero) meliputi pelayanan kesehatan dasar di
Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di RS dengan
sasaran sejumlah 36.146.700 jiwa sesuai data BPS tahun 2004. Dalam
perjalanannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di semester I tahun
2005, ditemukan permasalahan yang utama yaitu perbedaan data jumlah masyarakat
miskin BPS dengan data jumlah masyarakat miskin di setiap daerah disertai
beberapa permasalahan lainnya antara lain: program belum tersosialisasi dengan
baik, penyebaran kartu peserta belum merata, keterbatasan sumber daya manusia
PT Askes (Persero) di lapangan, minimnya biaya operasional dan manajemen di
Puskesmas, kurang aktifnya Posyandu dan lain-lain.
Dengan pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu,
transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan,
dilakukan perubahan pengelolaan program Askeskin pada tahun 2008, dengan
memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi pembayaraan dengan didukung
penempatan tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit. Selain itu mulai di
berlakukannya Tarif Paket Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Rumah
Sakit dengan nama program berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyaraka (JAMKESMAS).
Untuk mencapai Universal Coverage pada tahun 2014 maka perlu
ada sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hal yang paling
penting dalam mensinegikan jaminan kesehatan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah masalah pembiayaan. Masyarakat miskin dan tidak
mampu yang terdapat dalam Keputusan Bupati/Walikota akan dibiayai dari APBN,
Masyarakat miskin dan tidak mampu diluar kuota ditanggung oleh Pemerintah
Daerah dengan sumber biaya dari APBD, Kelompok Pekerja dibiayai dari institusi
masing-masing ( PNS, ASABRI, JAMSOSTEK) dan kelompok individu (kaya dan sangat
kaya) membiayai diri sendiri dengan asuransi kesehatan komersial atau asuransi
kesehatan lainnya. (sumber, http://sanglahhospitalbali.com).
Sementara kesehatan baru-baru ini banyak sekali masalah yang bersentuhan
terkait kesehatan baik faktor infrastruktur, fasilitas sampai pada pelayanan
yang tidak atau kurang optimal di pelbagai tempat khususnya di daerah bahwa
tidak semua daerah mendapatkan fasilitas kesehatan secara mudah, murah dan
cocok. Di pelbagai daerah pelosok negeri ini seperti daerah Pandeglang,
Rangkasbitung-Lebak, akses untuk memperoleh kesehatan dengan laik sangat
terbatas dan bangunan yang tidak ada atau kurang serta keberdayaan pelayanan
rumahsakit seperti bidan, atau dokter selain terbatas juga kadang tidak ada di
ruangannya, sehingga ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah
penyelenggara kesehatan di Indonesia.
Khusus pelayanan di rumahsakit sungguh memprihatinkan penjaminan
kesehatan bagi masyarakat miskin belum sepenuhnya optimal bahkan di banyak rumahsakit
di daerah dan kota-kota besar bersikap asimpati terhadap keluarga yang berobat
dari golongan tidak mampu, banyak diberitakan di pelbagai media penolakkan
pelayanan bagi keluarga yang berkantong
tidak tebal. Bahkan, jaminan kesehatan (Jamkesmas) tidak mempan digunakan oleh
masyarakat kecil itu. Asuransi kesehatan ibarat karcis yang sudah ekspayer bagi
mereka sehingga ketidakpercayaan pada pemerintah kian menyulut. Asuransi
jeminan kesehatan hanya berlaku itupun di pedesaan saja, dengan fasilitas
puskesmas yang serba terbatas. Dana APBN untuk kesehatan sudah dianggarkan akan
tetapi tidak berlaku dilapangan, yang berkuasa tetap memegang kendali, entah
itu dana yang disunat atau boroknya birokrasi pemerintah sehingga membiarkan
warganya berjuang dalam kesakitan bahkan kematian.
Jamkesmas Produk Gagal
"Kalau kita lihat secara makro,
saya berani katakan Jamkesmas dari segi pendataan gagal," ujar anggota
Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka saat talk show di gedung DPD,
Sebenarnya, kata Rieke, program ini memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun, karena banyaknya
penyelewengan dan pengelolaan data tak transparan, tujuan itu tidak kesampaian.
Selain itu, program ini juga membebani APBD kabupaten/kota. Hal itu dikarenakan
banyak masyarakat yang kurang mampu tapi tidak terlindungi program ini akibat
pendataan yang tidak tepat sasaran. Ada juga kasus dimana anggota Jamkesmas tak
bisa berobat karena tak punya kartu peserta. Alhasil mereka harus ditanggung
program Jamkesda yang didanai APBD.
“Kami tidak tahu kesalahan program ini ada di mana. Apakah ada kesalahan
pendataan, kebocoran anggaran, atau persoalan lain. Karena faktanya anggaran
yang sudah disediakan untuk program ini banyak yang tidak terserap dan itu
artinya jika program ini tidak berhasil meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan harus dievaluasi,"Jumat (13/5/2011-okezone.com).
Kegagalan jamkesmas bukan satu-satunya program pemerintah yang kurang
berhasil sebelumnya, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga mengalami banyak
kendala dan bahkan korban jiwa karena ketidakprofesionalan pengelola program
tersebut. Jamkesmas memiliki peranan yang sebenarnya sangat bagus bagi
kesejahteraan masyarakat dalam menanggung biaya kesehatan, namun apabila tidak
dibarungi usaha yang keras dari pemerintah mengenai penanganan secara masif,
untuk masalah penyelenggaraannya sendiri maka jamkesmas hanya akan menjadi
korban kegagalan program-program sebelumnya, dan pada akhirnya akan menjadi
semacam senjata makan tuan bagi pemerintah karena banyak kekecewaan bahkan
hujatan dari masyarakat.
Solusinya kinerja harus ditingkatkan secara professional dan
proporsional, khususnya program kontinyu seperti jamkesmas. Pemerintahan yang
baik bukan seberapa banyak mengeluarkan program kerja asal banyak namun harus
proporsional dan juga mampu diterapkan di segala medan, khususnya mengenai
pengawasan itu lebih utama.
UJI
COBA METODE KOOPERATIF LEARNING TIPE ROLE PLAYING PADA PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA
DI KELAS XII SMA NEGERI 8 KABUPATEN TANGERANG TAHUN AJARAN 2010/2011
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran
bahasa Indonesia. Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh
apabila cakupannya meliputi empat masalah, yaitu : membantu keterampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan
menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 2001:16).
Seiring berjalannya waktu perlu diketahui bahwa
pembelajaran sastra di sekolah merupakan upaya yang penting dalam mengakrabkan,
mengenalkan dan mengkomunikasikan sastra dan karya sastra kepada para siswa
tentang sastra. Melalui kegiatan pembelajaran sastra Indonesia di SMA,
diharapkan siswa memiliki wawasan tentang sastra, mampu mengapresiasikan sastra
serta terlibat ke dalam berbagai kegiatan apresiasi di sekolah, di rumah dan di
masyarakat, contohnya mengadakan pergelaran atau pementasan yang lebih
khususnya pergelaran drama sehingga melalui kegiatan itu siswa mampu tumbuh dan
berkembang dalam berapresiasi sastra secara mendalam.
Pengajaran sastra bertujuan agar siswa memiliki rasa peka
terhadap karya sastra yang berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik
untuk membacanya. Dalam hal ini siswa tidak hanya ditekankan untuk membaca
namun perlu apresiasi yang lebih condong kepada tahap apresiasi dan penilaian
sebuah karya sastra.
Jika diperhatikan secara sekasama, kurikulum di Sekolah
Menengah Atas khususnya materi sastra Indonesia, akan diketahui betapa
pentingnya pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran sastra Indonesia
tercantum tujuan-tujuan pengajaran sastra Indonesia. Hal ini menandakan bahwa
pembelajaran bahasa Indonesia tidak dapat terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran sastra Indonesia.
Tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran
sastra sudah begitu jelas, namun masih banyak orang yang mempertanyakan
hasilnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jumlah
dan mutu buku-buku yang tersedia, dan kualitas pengajaran yang tentunya
berkaitan erat dengan metode atau teknik yang digunakan guru kurang variatif
dalam menyampaikan materi sastra.
Dalam rangka ikut memecahkan salah satu persoalan yang
dihadapi pengajaran sastra penulis mencoba mengadakan penelitian khususnya
tentang metode pengajaran sastra dengan judul “Uji Coba Metode Role Playing
pada Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang
Tahun Ajaran 2010/2011”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat
mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :
1)
Bagaimanakah minat siswa dalam membaca
karya sastra ?
2)
Apakah siswa cukup sering membaca karya sastra ?
3)
Apakah
siswa sudah menguasai teori sastra ?
4)
Apakah
metode yang digunakan guru sudah variatif ?
5)
Apakah
penerapan metode role laying dapat meningkatkan kemampuan apresiasi drama siswa
kelas XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang?
6)
Apakah
bahan ajar yang digunakan guru cukup menarik ?
C. Batasan Masalah
Setiap
permasalahan yang ditemukan pasti sangat kompleks, namun dalam setiap setiap
masalah perlu pembatasan yang harus diperhatikan agar masalah yang akan dibahas
tidak melenceng dari koridor yang sudah ada. Berdasarkan identifikasi masalah
di atas, banyak faktor yang menentukan apresiasi drama siswa. Salah satu factor
tersebut adalah penggunaan metode pembelajaran yang tepat oleh guru dalam
pembelajaran apresiasi drama. Akan tetapi dalam penelitian ini dibatasi pada
metode Kooperatif Learning tipe Role Playing yang akan digunakan dalam
pembelajaran apresiasi drama. Unit analisis penelitian ini adalah siswa kelas
XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang.
D. Perumusan Masalah
Penelitian dapat dilaksankan dengan sebaik-baiknya dan
harus dirumuskan dengan jelas yakni dari mana harus dimulai, kemana harus pergi
dan dengan apa penelitian dapat berjalan dengan lancer (Arikunto, 2002 :22)
Adapun
rumusan masalah sebagai berikut :
1)
Bagaimanakah kemampuan apresiasi drama
siswa kelas XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ?
2)
Bagaimana penerapan metode kooperatif tipe Role Playing pada pembelajaran
apresiasi drama siswa kelas XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ?
3)
Apakah terdapat pengaruh penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe Role Playing dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XII SMA Negeri 8 Kab.
Tangerang ?
E. Tujuan Penelitian
Setiap
melakukan sesuatu pasti terdapat tujuan yang hendak dicapai. Tujuan merupakan
keberhasilan yang akan dicapai dalam suatu penelitian. Tujuan merupakan rumusan
kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh dalam setiap
penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)
Mengetahui kemampuan apresiasi drama
siswa kelas XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang.
2)
Mengetahui penerapan pembelajaran
kooperatif Role Playing dalam pembelajaran apresiasi drama siswa kelas XII SMA Negeri 8
Kab. Tangerang.
3)
Mengetahui apakah terdapat pengaruh penerapan
metode kooperatif Role Playing dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XII
SMA Negeri 8 Kab. Tangerang.
F.
Manfaat
Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk
pengembangan ilmu pengetahuan sastra Indonesia, khususnya untuk
pengembangan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah.
- Bagi lembaga, penelitian ini berguna sebagai bahan
bagi para mahasiswa dalam mencari resensi tentang apresiasi sastra
terutama drama.
- Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini berguna
untuk bahan resensi dalam membuat suatu karya tulisan yang bertajuk sastra
dan bergenre drama.
G. Hipotesis
Berdasarkan batasan dan rumusan masalah diatas, maka
hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah : ”Uji Coba Metode
Role Playing dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XII SMA 8 Kab.
Tangerang dapt memberikan hasil yag baik.
BAB II
LANDASAN
TEORI
Pengertian
Apresiasi
Istilah
apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau
“menghargai”. Menurut Gove (Aminuddin, 2003:34) istilah apresiasi mengandung
makna : 1) pengenalan melalui perasaan kepekaan batin, 2) pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Rusyana
(1984:321) menyatakan bahwa apresiasi adalah sebagai pengenalan nilai pada
bidang nilai-nilai yang lebih tinggi. Apresiasi itu merupakan jawaban seseorang
yang sudah matang dan sudah berkembang ke arah yang lebih tinggi, sehingga ia siap
untuk melihat dan mengenal nilai dengan
tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik. Lebih lanjut ia mengatakan,
bahwa cakupan apresiasi itu sangat luas, meliputi berbagai aspek dari kehidupan
manusia, dan apresiasi sastra merupakan satu dari cakupan apresiasi secara
keseluruhan.
Zaidan
(2000:35) memberikan batasan pengertian apresiasi sastra adalah penghargaan
atas karya sastra sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan,
dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang
bterkandung dalam karya sastra itu. Sementara menurut Sumardjo dan Sami KM
(1997:176) tujuan umum pengajaran apresiasi sastra ilah tumbuhnya kemampuan
siswa dalam mengalami langkah demi langkah apresiasi dengan wajar dan lancar.
Dari
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diata kita bisa mengetahui
unsure-unsur penting dalam apresiasi drama, Rusyana lebih menekankan pada
prestasi yang diperoleh seseorang dalam pemahaman dan apresiasi terhadap
sastra, sedangkan Zaidan menekankan kepada jenis atau bentuk penghargaan
(apresiasi) yang berkaitan erat pada nilai-nilai yang terkandung dalam karya
sastra sementara Sumardjo dan Sami KM lebih menekankan pada proses, di mana
langkah-langkah yang tepat dalam memahami apresiasi karya sastra sehingga
pengertian apresiasi sastra dapat kita pahami merupakan suatu penghargaan atau
pengakuan terhadap nilai-nilai yang tumbuh dan semakin berkembang.
Pandangan
lain dikemukakan oleh Natawidjaya (1982:2) bahwa apresiasi akan tumbuh dengan
baik apabila sering melihat pertunjukkan sastra. Dari pandangan menurut
Sumardjo bahwa tingkatan paresiasi meliputi tingkatan keterlibatan jiwa,
tingkatan memahami dan menghargai, dan tingkatan dalam menemukan hubungan
(relevansi) pengalaman yang didapat dari kehidupan nyata. Menurut Rusyana
sesuatu itu dikehendaki sebagai perhitungan akalnya dan benar-benar
menghasratkan sesuatu.
Kesimpulan
yang dapat diambil dari pengertian apresiasi sastra diatas adalah kegiatan
menghargai, menghayati, menikmati dan menggauli karya sastra dengan
sungguh-sungguh sehingga dapat memberikan tanggapan dan penilain terhadap karya
sastra, dan kegiatan ini pada akhirnya akan menimbulkan kegairahan dan rasa
indah terhadap suatu karya sastra.
Drama Sebagai Karya Sastra
Menurut
Wiyanto (2005: 126) drama adalah naskah karangan sastrawan. Naskah drama isinya
kebanyakan berupa percakapan, yaitu percakapan antar pelaku. Sementara menurut
Semi (1988: 156) bahwa drama tidaklah menekankan pada pembicaraan tentang
sesuatu, tetapi yang paling penting adalah memperlihatkan atau mempertontonkan
sesuatu melalui tiruan gerak. Dengan demikian drama adalah cerita atau tiruan
perilaku manusia yang dipentaskan.
Lebih
lanjut Nursantara (2007:46) mengemukakan bahwa seni teater atau drama adalah
bentuk seni pertunjukan yang berhubungan dengan kisah kehidupan manusia, baik
langsung atau tidak langsung berhadapan dengan penonton.
Berdasarkan
pengertian-pengertian dari para ahli tersebut diatas kita bisa melihat beberapa
pengertian drama, diantaranya adakah :
1. Drama adalah Naskah (Wiyanto)
2. Drama adalah pertunjukan tentang manusia (Nursantara)
3. Drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang
dipentaskan (Semi)
Dari
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa drama adalah sebuah genre sastra
yang ditulis dalam sebuah naskah yang berbentuk dialog-dialog yang berhubungan
dengan kisah kehidupan manusia yang mempunyai tujuan untuk dipentaskan dalam
suatu pertunjukan. Drama merupakan karya sastra dalam dua dimensi, karena
sebagai genre sastra dan sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.
Sebagai sebuah karya yang mempunyai dua dimensi, maka pementasan harus dianggap
sebagai penafsiran lain dari penafsiran yang telah ada dapat ditarik dari suatu
karya drama.
Struktur Drama sebagai Teks Sastra
Dalam
penelitian ini penulis memfokuskan drama sebagai teks sastra, bukan pada
pementasan . dalam hal ini siswa dituntut hanya mengapresiasi unsur-unsur yang
terkandung dalam naskah drama. Adapun unsur-unsur intrinsik drama adalah
sebagai berikut :
Tokoh Cerita atau Karakter
Karakter
adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian seorang tokoh dalam
drama (Nursantara, 2007: 51). Dalam hal
penokohan atau karakter, di dalamnya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan
penamaan, pemeranan, keadaan fisik tokoh , keadaan sosial tokoh, serta karakter
tokoh.
Dialog
Dialog
adalah percakapan antar tokoh (yang bersamaan dalam suatu gerak atau adegan)
untuk merangkai jalanyya kisah. Dialog harus dapat mendukung karakter tokoh,
mengarahkan plot, dan mengungkapkan hal-hal agar tersirat pada penonton. Karena
itu, dialog harus dijiwai oleh pemeran dan berkembang mengikuti suasana
konflik.
Bahasa
Bahasa
merupakan bahan dasar naskah atau skenario, dalam wujud kata atau kalimat.
Maka, penulis naskah harus cermat memilih dan merangkaikannya agar dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif dan efektif. Menurut
Nurgiantoro (2000 : 272) jika kita ingin
menyampaikan, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat
dikomunikasikan lewat sasrana bahasa.
Latar dan Ruang
Latar
merupakan identitas permasalaha drama sebagai karya fiksionalitas yang secara
samar diperlihatkan penokohan dan alur. Latar dan ruang didalam drama
memperjelas pembaca untuk mengidentifikasikan permasalahan drama.
Plot
atau Alur Cerita
Plot
atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan
dengan hukum sebab-akibat (Sumardjo dan Saini KM, 1997 :139).
Tema
dan Amanat
Tema
adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam karyanya. Oleh
sebab itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait
dengan penokohan dan latar.
Amanat
merupakan opini, kecenderungan, dan visi pengarang
terhadap
tema yang dikemukakannya. Amanat juga merupakan Kristalistik dari berbagai
peristiwa, perilaku tokoh, latar, dan ruang cerita.
Dorongan
atau Motivasi
Menurut
Sumardjo dan Saini KM (1997 : 148) motivasi adalah unsur yang menentukan baik
terhadap perbuatan maupun terhadap percakapan (dialog) yang diucapkan oleh
tokoh cerita. Oleh karena itu , untuk memahami, menghayati, dan menikmati karya
sastra drama, seyogianya berusaha secepat mungkin untuk menangkap motivasi
utama dalam karya sastra itu.
Metode Role Playing
Metode
Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu
orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran apresiasi drama
dengan menggunakan metode role playing adalah sebagai berikut :
1.
Guru menyusun/menyiapkan skenario drama
yang akan ditampilkan
2.
Menunjuk beberapa siswa untuk
mempelajari skenario drama dua hari sebelum KBM
3.
Guru
membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
4.
Memberikan penjelasan tentang
kompetensi yang ingin dicapai
5.
Memanggil para siswa yang sudah
ditunjuk untuk melakonkan skenario drama yang sudah dipersiapkan
6.
Masing-masing siswa duduk di
kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario drama yang
sedang diperagakan
7.
Setelah selesai dipentaskan,
masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas
8.
Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9.
Guru
memberikan kesimpulan secara umum
10.
Evaluasi
11.
Penutup
Kelebihan
metode Role Playing :
1. Melibatkan
seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk memajukan
kemampuannya dalam bekerjasama.
2.
Siswa
bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3.
Permainan
adalah cara yang digunakan dalam metode ini yang juga merupakan penemuan yang
mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
4.
Guru
dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu siswa
melakukan permainan.
5.
Permainan
merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa.
Dengan metode ini diharapkan pembelajaran apresiasi drama
dapat lebih efektif dan berhasil sehingga dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan apresiasi siswa (memahami, menikmati, dan menghargai) terhadap karya
sastra drama.
BAB III
PROSEDUR
PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode
penelitian merupakan cara atau alat
yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian metode merupakan sebuah
strategi dalam melakukan sebuah penelitian. Jenis penelitian yang penulis
lakukan adalah penelitian eksperimen yaitu uji coba pembelajaran apresiasi
drama dengan metode kooperatif tipe Role Playing. Penelitian eksperimen menurut
Bambang Prasetyo (2005 : 158) adalah salah satu jenis penelitian kuantitatif
yang sangat kuat mengukur hubungan sebab akibat dengan memberikan treatmen atau
menciptakan sebuah kondisi atau rangsangan atau stimulus kepada subjek yang
diteliti.
Suatu penelitian pasti menggunakan teknik untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan. Adapun teknik yang dilakukan dalam
hubungannya dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
-
Uji coba
Yaitu
pembelajaran apresiasi drama dengan menggunakan metode kooperatif tipe role
playing.
-
Tes
Tes yang dipakai dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua, yatiu tes awal (pre-tes) dan tes akhir (pos-tes). Pre-tes
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai permasalahan sebelum
proses belajar mengajar dilaksanakan. Sedangkan tes akhir (pos-tes) dimaksudkan
untuk mengetahui sampai sejauhmana hasil yang didapat siswa setelah proses belajar mengajar dengan
menggunakan metode role playing.
B. Populasi dan Sampel
“Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian (Arikunto, 2006: 130). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas XII SMA Negeri 8 Kab. Tangerang.
Sampel adalah sebagian wakil atau
populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Dalam kegiatan penelitian ini,
sampel yang diteliti sejumlah siswa kelas XII SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang
tahun pelajaran 2009/2010, sebanyak 35 orang dengan jumlah laki-laki 20 orang
dan jumlah perempuan 15 orang.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik penelitian yang penulis gunakan
dalam kegiatan penelitian ini untuk mengumpulkan data sebagai berikut :
1) Teknik
Studi Pustaka
Penulis menelaah terhadap beberapa
literatur maupun sumber lain yang relevan dan dapat menunjang dalam pemecahan
masalah.
2) Teknis
Tes
Teknis tes
dilakukan dengan cara melakukan pretes dan postes. Hasilnya merupakan data yang
dianalisis, sekaligus untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran sebelum dan sesudah dilaksanakan. Dari hasil nilai yang didapat
siswa akan dapat dilihat perbadaan antara nilai pretes dan postes.
D. Teknis Analisis Data
Dalam rangka
pengumpulan data tentang pelaksanaan uji coba pembelajaran dengan metode
kooperatif learning tipe role playing dalam pembelajaran drama maka terhadap data
yang bersifat deskriptif, maka pengolahannya dibandingkan dengan suatu standard
atau kriteria yang telah dibuat oleh peneliti, yaitu bahwa menurut Arikunto,
(2002:313):
Kurang
dari 75% baik
Antara
60-70% cukup
Kurang
dari 60% kurang baik
Teknik
mengandung pengertian cara atau alat untuk mencapai tujuan.
Tekni analisis data
yang penulis gunakan rumus uji t yaitu :
Dengan keterangan :
Md= Mean dari perbedaan pretest dengan posttest
xd= Deviasi
masing-masing subjek (d-Md)
= Jumlah kuadrat deviasi
N= Subjek pada sampel
d.b= Ditentukan dengan N-1
DAFTAR PUSTAKABudiman, Rahmat. 2004. Skripsi. Uji Coba Pembelajaran Apresiasi Drama dengan Menggunakan Teknik Campuran (Diskusi, Inquiri, dan Demonstrasi) di kelas XI SMA Mandiri Balaraja Tahun Pelajaran 2007/2008
Maula, Miftahul.2008. Skripsi. Pengaruh Penggunaan Teknik Quantum Learning terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Invertebrata di SMAN 1 Cimarga.
Sumardjo, Jakob dan K.M. Saini 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Nursantara, Yayat. Seni Budaya untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga.
Semi, Atar. 1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa
http://yadirosadi.co.cc/macam-macam-metode-pembelajaran/
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Eman Suherman, M.pd.http://pkab.wordpress.com/2008/04/19/model-belajar-dan-pembelajaran-berorientasi-kompetensi-siswa.
Herdian,. Model Pembelajaran Role Playing
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-Role Playing/
Aliran Neo Firthian
Aliran ini dipelopori oleh Michael Alexander Halliday yang sangat terkenal dengan teori Systematic Grammar.
Ciri-ciri :
1. Menampilkan 4 (empat) kategori umum dalam bahasa, yakni unit, struktur, kelas, dan sistem;
2. Seperangkat kategori dan level disusun untuk menjelaskan aspek formal dari bahasa. Ada tiga level pokok yaitu: form (berupa organisasi substansi bagi peristiwa yang padat arti: wujudnya grammar dan leksis), substance (materi fonik dan grafik), dan context (hubungan antara form dan situation, yakni semantic); dan
3. Bahasa dibagi kedalam 4 kategori dasar yakni: (i) unit (suatu segmen pembawa pola pada segala level), (ii) class (seperangkat butir-butir dengan fungsi tertentu dalam akar kata), system (penyusunan paradigmatik dari kelas-kelas dari hubungan pilihan), dan(iv) penyusunan tiga skala yang dipakai untuk saling menghubungkan kategori-kategori dalam teori dan peristiwa-peristiwa ujaran yang teramati. Skala rank mengacu pada penyusunan tata urut unit-unit; skala exponence menghubungkan kategori-kategori dengan data; skala delicacy membedakan hubungan-hubungan tertentu dalam kedalaman.
Tokoh
Tokoh aliran Neo-Firthian adalah Halliday yang berperan besar dalam mengembangkan pemikiran Firth. ia sudah tertarik dengan Firth sejak ia berada di bawah bimbingan Wang Li. Ia ingin mengeksplorasi ide Firth lebih jauh lagi. Ia ingin belajar dari Firth. Tentu saja, setelah jadi murid Firth, ia belajar banyak mengenai latar belakang filsafat dan wawasan mengenai bahasa. Namun ia tidak mendapatkan model tata bahasa karena Firth sendiri tertarik pada fonologi, semantik, dan konteks. Masalah yang ia hadapi kemudian adalah bahwa ia harus mengembangkan teori sistem/struktur sehingga teori itu menjadi jalan untuk membicarakan bahasa Sejarah Rahasia. Empat tahun ia belajar di Cambridge. Ada satu cerita menarik dari Halliday saat belajar di universitas itu. Ternyata Halliday membutuhkan izin perpanjangan waktu untuk pengerjaan tesisnya. Lucunya, tesis itu diselesaikan Halliday pada jam empat sore (satu jam sebelum kantor universitas tutup) di hari terakhir setelah perpanjangan terakhir, 31 Desember 1954.
Pengembangan atas teori Firth ke dalam tata bahasa adalah jalan untuk dasar linguistik fungsional sistemik. Pada tahun 1973, ia mengeluarkan karya pertamanya yang berjudul Explorations in the Functions of Language. Karya keduanya, Learning How to Mean, diterbitkan pada tahun 1975. Melalui kedua buku itu, ia mulai dikenal publik dengan “Linguistik Instrumental”-nya – yaitu, singkatnya, kajian bahasa untuk memahami sesuatu yang lain, misalnya, sistem sosial. Namun, puncak pencapaiannya yang paling dikenal hingga kini adalah publikasi bukunya An Introduction to Functional Grammar. Karya inilah yang menjadi jalan masuk kajian linguistik kritis dan semiotik sosial Fowler dan Birch; dan analisis wacana kritis Fairclough dan van Dijk, untuk menyebut beberapa nama tersohor.
Banyak sekali jejak pemikirannya di dalam Analisis Wacana Kritis yang mengemuka sesudah An Introduction to Functional Grammar terbit. Secara umum, sumbangsihnya yang sangat berharga adalah jalan yang dibukanya untuk linguistik, yaitu jalan fungsional: pendekatan mengenai penggunaan bahasa yang praktis dan kontekstual sebagai kebalikan dari tata bahasa formal yang fokus pada semantik, sintaksis, dan kelas-kelas kata seperti kata benda dan kata kerja. Atas landasan yang dibangunnyalah kajian linguistik jadi lebih luas, dekat dengan gerak kehidupan masyarakat, dan politis. Selayaknya kita mengucapkan terimakasih atas segala usaha teoretisnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental seseorang. Kemudian pada tahun 1888 Lange menggunakan konsep ini dalam suatu eksperimen laboratorium. Kemudian konsep sikap secara populer digunakan oleh para ahli sosiologi dan psikologi. Bagi para ahli psikologi, perhatian terhadap sikap berakar pada alasan perbedaan individual. Mengapa individu yang berbeda memperlihatkan tingkah laku yang berbeda di dalam situasi yang sebagian besar gejala mi diterangkan oleh adanya perbedaan sikap. Sedang bagi para ahli sosiologi sikap memiliki arti yang lebih besar untuk menerangkan perubahan sosial dan kebudayaan.
Kita telah mengetahui bahwa orang dalam berhubungan dengan orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari perbuatan yang dilakukan dan menyadari pula situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran mi tidak hanya mengenai tingkah laku yang sudah terjadi, tetapi juga tingkah laku yang mungkin akan terjadi. Kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan terjadi inilah yang dinamika SIKAP. Jadi sikap ialah suatu hal yang menentukansifat, hakikat, baik perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan datang.
Oleh karena itu ahli psikologi W.J. Thomas memberi batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Dalam hal ini Thomas menyatakan bahwa sikap seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu hal atau suatu objek tertentu. Tidak ada satu sikap pun yang tanpa objek.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan sikap sosial ?
2. Apa yang dimaksud dengansikap sosial dan individual ?
3. Bagaimana pembentukan dan perubahan sikap ?
4. Apasajakah ciri-ciri dan fungsi sikap ?
5. Bagaimana pengukuran sikap secara langsung dan tidak langsung ?
1.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kepustakaan. Pemilihan metode ini karena penelitian yang dilakukan ditujukan untuk mengidentifikasi masalah sikap sosial dengan mengacu pada literatur-literatur, artikel-artikel dan sumber bacaan lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap Sosial
Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal ini terjadi bukan saja pada orang-orang lain dalam satu masyarakat.
Tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek
1. Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Aspek Afekit berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-ojek tertentu.
3. Aspek Konatif: berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuatu sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya
Di samping sikap sosial yang terdapat sikap individual, yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan, misalnya: Sikap atau kesukaan seseorang terhadap burung-burung tertentu, seperti perkutut, parkit, merpati, dan sebagainya.
Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol, káta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya.
Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objeic psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi (Back, Kurt W., 1977, hal.3)
John H. Harvey dan William P. Smith mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespons secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi.
Sedangkan Genmgan mendefinisikan bahwa pengertian attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan unmk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitude itu lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal.
Meskipun ada beberapa perbedaan pcngertian tentang sikap, namun ada beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang wakru dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami cenderung untuk mengemukakan pengertian sikap sebagai berikut: Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
Demikianlah, sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama.
B. Sikap Sosial Dan Individual
1. Sikap Sosial
Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang. Misalnya: sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya seorang pahlawannya.
Jadi yang menandai adanya sikap sosial adalah:
a. Subjek orang-orang dalam kelompoknya.
b. Objek-objeknya sekelompok, objeknya sosial.
c. Dinyatakan berulang-ulang.
2. Sikap Individual
Ini hanya dimiliki secara individual seorang demi seorang. Objeknya pun bukan merupakan objek sosial. Misalnya: Sikap yang berupa kesenangan atas salah satu jenis makanan atau salah satu jenis tumbuh-tumbuhan.
Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap dapat pula dibedakan atas:
1. Sikap positif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, merima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
2. Sikapnegatif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
Sikap positif/negatif ini tentu saja berhubungan dengan norma. Orang tidak akan tahu apakah sikap seseorang itu positif atau negatif tanpa mengetahui norma yang berlaku.
Oleh karena itu untuk menentukan apakah sikap ini positif/ negatifperlu dikonsultasikan dengan norma yang berlaku di situ. Di samping itu masing-masing kelompok atau kesatuan sosial memiliki norma sendiri-sendiri yang mungkin saling berbeda atau bahkan bertentangan. Sikap yang dliperlihatkan oleh individu dalam kelompok A dianggap atau dinilai sebagai sikap yang negatif, belum tentu sikap yang sama yang diperlihatkan oleh anggota kelompok B juga dinilai sebagai sikap negatif.
C. Pembentukan Dan Perubahan Sikap
Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia bersikap juga hanya bentuknya: diam.
Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang sama dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
1) Faktor intern: yaitu manusia itu sendiri.
2) Faktor ekstern: yaitu faktor manusia.
Dalam hal ini Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila:
a. Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.
b. Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dan satu pihak.
Faktor inipun masih tergantung pula adanya:
- Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak.
- Ragu-ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.
Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari baiyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dan: orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki peranan yang penting.
Sementara orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap adalah merupakan tanggung jawab orang tua atau lembaga-lembaga keagamaan. Tetapi tidaklah demikian halnya. Lembaga lembaga sekolah pun memiliki tugas pula dalam membina sikap ini. Bukankah tujuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah adalah mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan pendidikan?
Dengan demikian lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita harapkan.
Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah mengubah sikap anak didik ke arah tujuan pendidikan.
2. Hubungan antara Sikap dan Tingkah laku
Adanya hubungan yang erat antara sikap (attitude) dan tingkah laku (behavior) didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak.
Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan antara sikap dan tingkah laku menunjukkan hasil yang agak berbeda, yaitu menunjukkan hubungan yang kecil saja atau bahkan hubungan yang negatif.
D. Ciri-Ciri Dan Fungsi Sikap
Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
1. Sikap itu dipelajari (learnablity)
Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif- motif psikologi lainnya. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
2. Memihki kestabilan (Stability)
Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil, melalui pengalaman.
3. Personal (societal significance)
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas, dan favorable.
4. Berisi cognisi dan affeksi
Komponen cognisi daripada sikap adalah berisi informasi yang faktual, misalnya: objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Sedangkan fungsi dari sikap (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
1) Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikandiri.
2) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku
3) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
4) Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian
E. Pengukuran Sikap Secara Langsung Dan Tidak Langsung
Para ahli Psikologi Sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai cara. Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920. Kepada subjek diminta untuk merespons objek sikap dalam berbagai cara.
Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara:
1. Langsung (Direct measures of attitudes)
2. Tidak langsung (Indirect measures ofattitudes). (Whittaker, 1970, hal. 594-596).
1. Pengukuran sikap secara langsung
Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.
2. Pengukuran sikap secara tidak langsung
Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibicarakan di muka bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal). Dengan teknik demikian, subjek juga tahu bahwa sikapnya sedang diukur, dan pengetahuan atas ini mungkin akan mempengaruhi jawabannya. Ini salah satu problem yang sering dihadapi dalam penggunaan teknik pengukuran secara langsung. Adakah responden menjawab sejujurnya?
Sebab kemungkinan untuk menjawab tidak jujur dalam arti tidak seperti apa adanya adalah besar sekali. Apabila kita ditanya tentang perasaan atau sikap kita terhadap tetangga, kemungkinan besar akan menjawab yang positif meskipun tidak demikian halnya. Sebenamya problem ini sudah dikurangi dengan konstruksi item yang secermat-cermatnya. Namun demikian tidak berarti bahwa problem tersebut sudah teratasi sepenuhnya.
Berdasar atas problem tersebut beberapa ahli berusaha mengembangkan suatu teknik mengukur sikap secara langsung. Di dalam teknik tidak langsung ini, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan enggan mengutarakan sikapnya secara jujur.
Dalam suatu teknik tidak langsung, seorang peneliti memberikan gambar-gambar kepada subjek, subjek diminta untuk menceritakan apa-apa yang ia lihat dari gambar itu.
subjek kemudian di-score yang memperlihatkan sikapnya terhadap orang atau situasi di dalam gambar ini. Seperti yang pernah dilakukán oleh Proshansky (:1943), yang menyelidiki tentang sikap terhadap buruh. Di sini pengukuran sikap dilakukan secara tidak langsung, yaitu kepada subjek dliperlihatkan gambar-gambar dan para pekerja dalam berbagai konflik situasi.
Subjek diminta untuk menceritakan tentang gambar-gambar itu dalam suatu karangan atau cerita.
Namun teknik pengukuran sikap tidak langsung mi menimbulkan beberapa masalah penting bagi para ahli psikologi. Sejauh mana sikap individu dapat diungkap, bila ia tidak menyadari akan hal itu, di samping itu apakah bukan suatu pelanggaran mengungkap sesuatu yang bersifat pribadi di luar pengetahuan dan kesadarannya? Apakah ini bukan suatu pelanggaran etik? Apakah kita selalu memerlukan izin atau persetujuan dari responden? Hal- hal inilah yang menimbulkan masalah bagi para peneliti tidak hanya pada teknik tidak langsung tetapi juga pada hampir sernua penelitian psikologi.
BAB III
PENUTUP
Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal ini terjadi bukan saja pada orang-orang lain dalam satu masyarakat.
Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol, káta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya..
Meskipun ada beberapa perbedaan pcngertian tentang sikap, namun ada beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang wakru dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami cenderung untuk mengemukakan pengertian sikap sebagai berikut: Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia bersikap juga hanya bentuknya: diam.
SHOLAT DAN KESEHATAN FISIK, MENTAL, KECERDASAN, SPIRITUAL DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Selain melaksanakan perintah agama, mengobati kerinduan jiwa pada sang Pencipta, sholat juga punya efek yaitu menyehatkan tubuh. Seorang pakar ilmu pengobatan tradisional, Prof H Muhammad Hembing Wijayakusuma, telah melakukan penelitian yang mendalam tentang hal itu. Hasil penelitian itu disebarkannya kepada umat Islam, baik melalui media massa maupun buku yang berjudul “Hikmah Sholat untuk Pengobatan dan Kesehatan”. Bahkan, duduk Tasyahud diyakini bisa menyembuhkan penyakit tanpa operasi.
Apa hubungan sholat dengan kesehatan ? menurut Hembing, setiap gerakan-gerakan shalat mempunyai arti khusus bagi kesehatan dan punya pengaruh pada bagian-bagian tubuh seperti kaki, ruas tulang punggung, otak, lambung, rongga dada, pangkal paha, leher, dll. Berikut adalah ringkasan yang bermanfaat untuk mengetahui tentang daya penyembuhan di balik pelaksanaan sholat sebagai aktivitas spiritual.
1. Berdiri tegak dalam sholat
Gerakan-gerakan sholat bila dilakukan dengan benar, selain menjadi latihan yang menyehatkan juga mampu mencegah dan meyembuhkan berbagai macam penyakit. Hembing menemukan bahwa berdiri tegak pada waktu sholat membuat seluruh saraf menjadi satu titik pusat pada otak, jantung, paru-paru, pinggang, dan tulang pungggung lurus dan bekerja secara normal, kedua kaki yang tegak lurus pada posisi akupuntur, sangat bermanfaat bagi kesehatan seluruh tubuh.
2. Rukuk
Rukuk juga sangat baik untuk menghindari penyakit yang menyerang ruas tulang belakang yang terdiri dari tulang punggung, tulang leher, tulang pinggang dan ruas tulang tungging. Dengan melakukan rukuk, kita telah menarik, menggerakan dan mengendurkan saraf-saraf yang berada di otak, punggung dan lain-lain. Bayangkan bila kita menjalankan sholat lima waktu yang berjumlah 17 rakaat sehari semalam. Kalau rakaat kita rukuk satu kali, berarti kita melakukan gerakan ini sebanyak 17 kali.
3. Sujud
Belum lagi gerakan sujud yang setiap rakaat dua kali hingga junlahnya sehari 34 kali. Bersujud dengan meletakan jari-jari tangan di depan lutut membuat semua otot berkontraksi. Gerakan ini bukan saja membuat otot-otot itu akan menjadi besar dan kuat, tetapi juga membuat pembuluh darah dan urat-urat getah bening terpijat dan terurut. Posisi sujud ini juga sangat membantu kerja jantung dan menghindari mengerutnya dinding-dinding pembuluh darah.
4. Duduk tasyahud
Duduk tasyahud akhir atau tawaruk adalah salah satu anugerah Allah yang patut kita syukuri, karena sikap itu merupakan penyembuhan penyakit tanpa obat dan tanpa operasi. Posisi duduk dengan mengangkat kaki kanan dan menghadap jari-jari ke arah kiblat ini, secara otomatis memijat pusat-pusat daerah otak, ruas tulang punggung teratas, mata, otot-otot bahu, dan banyak lagi terdapat pada ujung kaki. Untuk laki-laki sikap duduk ini luar biasa manfaatnya, terutama untuk kesehatan dan kekuatan organ seks.
5. Salam
Bahkan, gerakan salam akhir, berpaling ke kanan dan ke kiri pun, menurut penelitian Hembing punya manfaat besar karena gerakan ini sangat bermanfaat membantu menguatkan otot-otot leher dan kepala. Setiap mukmin pasti bisa merasakan itu, bila ia menjalankan sholat dengan benar. Tubuh akan terasa lebih segar, sendi-sendi dan otot akan terasa lebih kendur, dan otak juga mempu kembali berfikir dengan terang. Hanya saja, manfaat itu ada yang bisa merasakannya dengan sadar, ada juga yang tak disadari. Tapi harus diingat, sholat adalah ibadah agama bukan olahraga.
HUBUNGAN SHOLAT DENGAN FISIK
Shalat memang suplier rohani dan pemompa mental. Tanpa shalat, jiwa manusia mungkin saja tak mampu menanggung beban dalam menjalani hidup. Bagi orang yang kerap mengalami penderitaan, shalatlah yang menjadi tempat menumpahkan segala permasalahan, menjadi kesempatan mengadu dan waktu mencurahkan harapan. Bagi seorang pejuang, seorang juru dakwah, shalat juga yang menjadikannya kuat memikul semua masalah dan tantangan yang menghadangnya. Bersyukurlah kita, Allah SWT mewajibkan shalat lima waktu sehari. Dalam lima kesempatan itu artinya, kita memperoleh masukan energy baru. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang merasakan nikmatnya shalat.
Mungkin kita pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Berapa banyak orang yang menegakkan shalat hanya memperoleh letih dan payah” ( HR Nasa’i ). Shalat yang digambarkan Rasul dalam hadits tersebut, bukan hanya shalat yang bisa menjadi penyegar bagi jiwa. Shalat yang hanya bersifat ritual dan tidak memberikan kenikmatan bagi pelakunya. Shalat yang hanya gerakan fisik yang senyap dari kedamaian batin.
Salah satu syarat yang dapat memberi pencerahan batin,biasa disebut dengan khusyu’. Khusyu’ menurut Imam Ghazali adalah hudhurul qalbi kehadiran hati, konsentrasi, rasa tunduk, pasrah dan penghormatanyang tinggi kepada Allah SWT.
Amirul mukminin Umar ra mengatakan, “ Khusyu’ itu bukan menundukkan kepala, tapi khusyu’ itu ada di dalam hati.” Al Qur’an menyebutkan khusyu’ itu adalah tanda pertama orang-orang yang beruntung. “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu oran-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mukminun: 1-2). Tidak sedikit orang yang sulit menghadirkan kekhusyuan dalam shalatnya. Kita begitu dan nyaris tidak percaya, bila sahabat Rasulullah Ali rejustru melaksanakan shalat untuk menghilangkan rasa sakit ketika mata panah akan dicabut dari tubuhnya.
Orang yang belum biasa bekerja berat, akan merasa sangat sulit bekerja mencangkul dan mengolah sawah. Tangannya mungkin akan lecet, kulitnya terbakar oleh terik matahari dan seluruh tubuhnya terasa linu, itu dalam konteks pekerjaan fisik. Keadaannya tidak jauh berbeda dengan konteks pekerjaan batin. Khusyu’ adalah pekerjaan batin, orang yang tidak terbiasa khusyu’, dekat, pasrah, tunduk pada Allah di luar shalat, akan sulit menghadirkan kekhusyukan di dalam shalat. Khusyu’ di dalam shalat sangat terkait dengan khusyu’ di luar shalat. Kalau hati tidak pernah hidup, tidak ada link hubungan dengan Allah di luar shalat, tentu sulit menjalin hubungan yang baik hanya dalam shalat. Bagaimna kita merasakan nikmatnya bertani, mencangkul tanh, seperti yang dirasakan para petani, kalau kita sebelumnya jarang melakukan pekerjaan tersebut,? Begitu lebih kurang gambarannya, itulah rahasianya kenapa kita sulit khusyu’. Khusyu’ kepada Allah tidak hanya dengan menyebut Subhanallah, Alhamdulillah atau Allahu Akbar. Khusyu’diwujudkan dengan hati yang senantiasa berhubungan denagn Allah, meskipun lidah tidak menyebut nama Allah. Melihat ciptaan Allah, hati merasakan kebesaran Allah. Melihat peristiwa apapun semakin menyuburkan ingatan kepada Allah. Mendapat nikmat, hati mengatakan, “Syukur Allah tidak menjadikan aku menderita.” Hati tersentuh dan malu bila melakukan ketidaktaatan. Bila ditimpa musibah, hati mengatakan, “Mungkin saya berdosa pada Allah.” Sikap sikap seperti itulah yang semakin menambah kedekatan hatidengan Allah SWT. Itulah yang dimaksud dalam firman-Nya, “Mereka yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbarung.” Itulah sebabnya para ahli ibadah mengatakan, aku merasa damai meskipun sendiri.” Kenapa? Karena mereka dalam kondisi terus berdzikir dengan melihat semua fenomena alam dan hatinya mengingat Allah Jalla Wa’ala.
Ibarat orang yang sayang dan rindu kepada kekasihnya, setiap barang kepunyaan kekasihterlihat di depan mata membuat hati ingat dan terkait dengan kekasih. Kalau sudah ada benih khusyu’ di luar shalat, maka saat berwudhu pun sudah khusyu’.
Seorang muslim harus berusaha menghidupakan kedekatan hatinya denagan Allah, kapan pun dan dimanapun. Tokoh ulama Mesir Hasan Al Banna menyifatkan karakter seorang mujahid adalah bukan orang yang tidur sepenuh kelopak matanya, dan tidak tertawa selebar mulutnya. Maksudnya itu menggambarkan suasana keseriusan dan kesungguhan orang yang berjuang di jalan Allah. Apa rahasia dibalik kesungguhan dan keseriusan itu? Dalam shalat mereka sangat membesarkan dan mengagungkan Allah. Di luar shalat mereka juga tetap membesarkan Allah, hidup sesuai syari’at, menjauhkan diri dari kemungkaran dan maksiat. Maka Allah akan menaungi mereka, sebab ada hubungan sangat erat antara shalat dan perilaku-perilaku sosial. Merekalah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah, “Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan menyempurnakan hubungan-Nya dengan orang tersebut.” ( HR. Hakim )
HUBUNGAN SHOLAT DENGAN MENTAL & KECERDASAN
Ibadah shalat adalah ajaran agama yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad saw. Karena itu ibadah shalat pasti mempunyai banyak hikmah didalamnya. Kalau kita pelajari al-Qur’an dan as-Sunnah maka akan kita temukan penjelasan tentang hikmah dari pelaksanaan ibadah shalat, diantaranya yaitu pengaruh pelaksanaan terhadap kesehatan mental manusia. Dengan shalat manusia menyerahkan diri kepada-Nya, hal ini akan membantu dalam meredakan ketegangan emosi manusia, karena seorang mukmin mempunyai keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doanya dan memecahkan problem-roblemnya, memenuhi berbagai macam kebutuhannya dan membebaskan diri dari kegelisahan dan kerisauan yang menimpanya. Menghadap kepada Allah melalui shalat dan berdoa kepada-Nya dengan harapan dikabulkan akan menimbulkan otosugesti yang akan meredakan ketegangan emosi dan kegoncngan jiwa yang terjadi pada manusia. Fungsi shalat yaitu :
1. Shalat sebagai sebagai pengobat gangguan jiwa dan penyakit jiwa,
2. Fungsi ibadah shalat sebagai pembinaan kesehatan jiwa, dan
3. Fungsi shalat sebagai pencegah gangguan dan penyakit jiwa.
Sesungguhnya pelaku ibadah itu mengira telah menegakkan shalat (seutuhnya), padahal tidaklah dicatat baginya (oleh malaikat Raqib [pencatat amal baik]), kecuali setengah shalat, atau sepertiganya, atau seperempatnya, atau seperlimanya, sampai sepersepuluhnya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Anda sering menunaikan shalat, bukan? Pagi-sore, siang-malam, bertahun-tahun, Anda sudah mengerjakannya. Jutaan kali telah Anda tundukkan badan dalam ruku’ dan sujud. Jutaan kali pula telah Anda baca bermacam-macam dzikir dan doa di dalam shalat. Hanya saja, bagaimana kualitas shalat Anda? Dalam perhitungan atau perkiraan Anda sendiri, seberapa besar bagian dari shalat Anda yang dinilai baik oleh malaikat pencatat amal dan memberikan pengaruh positif pada kehidupan Anda?
Anda pun pasti telah tahu besarnya manfaat shalat terhadap diri Anda sendiri. Bahkan kendati di dalam ibadah ini Anda hanya menggerakkan badan bagai robot, kegiatan ini pun sudah berguna. Sekurang-kurangnya, menyehatkan raga. Begitu pula jika Anda perlakukan shalat sebagai semacam meditasi. Sekurang-kurangnya, menyehatkan jiwa.
Tetapi, shalat secara hakiki tidak sekadar bermanfaat menyehatkan jiwa-raga (fisik, emosional, dan spiritual). Tahukah Anda bahwa dengan menunaikan shalat yang berkualitas, Anda akan mencapai beragam jenis kecerdasan? Bukan hanya kecerdasan pikiran (intelegensia/IQ), tetapi sekaligus kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan sosial.
Bagaimana semua jenis kecerdasan tersebut bisa direngkuh melalui shalat? Buku ini sangat berbeda dengan buku-buku tentang hikmah shalat yang telah beredar, karena secara metodologis buku ini fokus pada kajian bagaimana terciptanya hubungan antara shalat sebagai ibadah dengan kecerdasan manusia sebagai kekuatan pikiran dan jiwa. Di samping itu, kekuatan buku ini juga terletak pada ditampilkannya rangkaian panduan praktis guna menjalankan shalat yang mampu melejitkan semua jenis kecerdasan manusia (shalat SMART). Karena itu, buku ini sangat aplikatif, metodis, dan dapat langsung Anda terapkan untuk meningkatkan mutu shalat dan sekaligus kecerdasan Anda!
SHOLAT, KOMUNIKASI SPIRITUAL DENGAN PENCIPTA
Dua tahun sebelum Hijrahnya Nabi ke Madinah, merupakan saat-saat yang super sulit dalam perjuangan beliau untuk menyebarkan kebenaran. Tekanan, intimidasi, bahkan upaya pembunuhan kepada beliau pribadi mengalami intensitas puncak, seiring dengan kematian dua benteng internal da’wah setelah Allah, Khadijah dan Abu Talib. Bagi Rasulullah, serasa dunia ini suram dan terasa sumpek dalam melangkan kaki perjuangan. Terasa da’wah mengalami stagnasi abadi. Dalam situasi inilah beliau diperjalankan melalui wadah “Isra’ mi’raj” di suatu malam dari masjidil haraam di Mekah ke masjidil Aqsa di Jerusalem, dan dari Jerusalem beliau diangkat menuju “Sidratul Muntaha” untuk melakukan komunikasi langsung, dialog nurani dengan sang Penciptanya. Komunikasi dan dialog nurani inilah yang terkristalkan dalam sebuah amalan ritual Islam yang dikenal shalat.
Shalat, yang secara lughowi (makna kata) berarti “hubungan atau komunikasi” kemudian menjadi amalan ritual terpenting dalam agama Islam. Selain dikenal kemudian sebagai “Pilar agama” (‘imaaduddin), juga merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Menjalankan shalat merupakan kewajiban ‘aini (setiap individu Muslim), melalaikannya merupakan “pengrusakan” terhadap dasar-dasar keislaman seseorang.
Melakukan shalat bukan sekedar melakukan gerakan-gerakan atau membaca bacaan-bacaan formal semata. Melainkan melakukan kegiatan “syamil” (komperenhesif) dan “mutawazin” (imbang) di antara tiga unsur kemanusiaan kita. Shalat mencakup kegiatan fisik, ruh, dan juga fikiran. Ketiga hal ini adalah pilar-pilar kehidupan manusia, yang justeru ketiganya bersatu padu dalam amalan shalat yang dilakukan.
Di saat ketiga unsur hidup manusia itu menyatu dalam sebuah pergerakan terpadu, di situlah akan menumbuhkan “keseimbangan” pergerakan hidup manusia. Keseimbangan ini yang kemudian menjadi pijakan kehidupan manusia yang sehat. Hanya dengan hidup yang imbang, manusia mampu mendapatkan kehidupan yang sehat secara paripurna. Selain tumbuhnya kehidupan yang sehat secara paripurna, dengan keterlibatan tiga unsur tadi, manusia menjalin komunikasi paripurna pula dengan Sang Pencipta. Komunikasi paripurna ini yang kemudian dikenal dalam bahasa agama sebagai “ khusyuu’”. Khusyu menjadi “hati” shalat yang dilakukan. Shalat yang tidak memiliki khusyu’ ibarat manusia yang tidak berhati. Manusia yang tidak lagi berfungsi nuraninya, sehingga pandangannya akan selalu tertumpu pada hal-hal lahiriyah semata.
Di saat mata nurani menjadi tumpul atau buta, maka lahiriyah akan menjadi sosok yang buas. Kehidupan yang tidak memiliki “mata nurani” adalah kehidupan hewani, bahkan lebih rendah nilainya dari kehidupan hewani. Dan jika ini terjadi, manusia yang awalnya diciptakan dengan pencptaan yang terbaik, dimuliakan, dan memiliki keunikan-keunikan, terjatuh ke lembah kehinaan yang paling rendah (asfala saafilin). Oleh karenanya, shalat bukan hanya dikerjakan, tapi seharusnya “didirikan” setiap saat. Formalitasnya memang ada lima waktu, tapi seharusnya shalat itu tegak dalam kehidupan kita di 24 jam 7 hari sepekan. Maka, ada “shalat di antara shalat-shalat” (shalaatul wustha) yang kita lakukan. Shalat “Wustha” (in between) adalah tegaknya relasi dan komunikasi antara hamba dan Rabbnya di setiap saat dan ruang. Bahkan keluar masuknya nafas seorang hamba seiring dengan “ kesadaran penghambaan” terhadap Rabbnya.
Eternalitas relasi di atas akan menjadi “benteng” kehidupan seorang Muslim, sekaligus menjadi “basis” kesalehan hidupnya. Dia menjadi solid dalam kebajikan serta terlindung dengan lindungan kokoh “kesadaran Ilahi”. Dia akan memiliki pandangan mata “nurani” yang sangat tajam, serta memiliki “intelektual hati” yang tinggi.
Dengan bekal soliditas perlindungan dari kejatatan-kejahatan dan soliditas basis kebajikan-kebajikan, serta dibarengi oleh kesadaran Ilahi dan inteletualitas hati, dia akan menjalani kehidupannya dengan penuh konsistensi di atas ridha Ilahi. Konsistensi perjalanan hidup di atas ridha inilah yang disebut “taqwa” , yang merupakan cita-cita tertinggi dalam kehidupan beragama. Cita-cita tertinggi yang diperjuangkan hingga hembusan nafas terakhir di bumi yang fana ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Asal usul tanaman jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu.
• Teori Asal Asia
Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp) dengan famili Aropogoneae.Kedua spesies ini mempunyai lima pasang kromosom. Namun teori ini tidak mendapat banyak dukungan.
• Teori Asal Andean
Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan kuador. Hal ini dukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika elatan dan jagung Andean mempunyai keragaman genetic yang luas terutama di daratan tinggi peru. kelemahan teori inia adalah ditemukannya kerabat liar seperti teosinte di dataran tinggi tersebut. Mangelsdorf seorang ahli biologi evolusi yang menghususkan perhatian pada tanamn jagung menampik hipotesis ini.
• Teori Asal Meksiko
Banyak ilmuwan percaya bahwa jagung berasal dari Meksiko, karena jagung dan spesies liar jagung teosinte sejak lama ditemukan di daerah tersebut, dan masih ada di habitat asli hingga sekarang. Ini juga mendukung ditemukannya fosil tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua spesies mempunyai keragaman genetic yang luas. Teosinte dipercaya sebagai nenek moyang tanaman jagung. Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah mecsiko bagian selatan sekitar 8000 – 10.000 tahun yang lalu.dari penggalian di temukan jagung berukuran kecil, yang diperkirakan usianya mencapai sekitar 7000 tahun. Menurut pendapat beberapa ahli botani teosinte Zea mays spp.sebagai nenek moyang tanaman jagung merupakan tumbuhan liar yang berasal dari lembah sungai Balsas. Lembah di meksiko selatan. Bukti genetic antropologi arkeologi menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah di Amerika Selatan daerah ini jagung tersebar dan di tanam di seluruh dunia.
1.2 Botani Tanaman Jagung
Klasifikasi Tanaman :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Jagung hibrida di ladang.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
1.3 Syarat Tumbuh
Jagung ini kebanyakan ditanam di dataran rendah baik, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Sebahagian terdapat juga di daerah pergunungan pada ketinggian 1000- 1800 m di atas permukaan laut.
Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah gembur dan subur, kerana tanaman jagung memerlukan aerasi dan pengairan yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Tanah lempung berdebu adalah yang paling baik bagi pertumbuhannya. Tanah-tanah berat masih dapat ditanami jagung dengan pengerjaan tanah lebih sering selama pertumbuhannya, sehingga aerasi dalam tanah berlangsung dengan baik.
Air tanah yang berlebihan dibuang melalui saluran pengairan yang dibuat diantara barisan jagung. Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekittir 5,5 – 7,0. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah, dengan maksud untuk mencegah keganasan erosi yang terjadi pada waktu turun hujan besar,
Iklim
Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-Pohonan atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 – 27 C.
1.4 Program pemuliaan pada tanaman jagung
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik tanaman untuk mendapatkan kultivar atau varietas unggul baru yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi pada kondisi lingkungan tertentu (Guzhov 1989, Stoskopf et al. 1993, Shivanna and Sawhney 1997, Mayo 1980). Eksploitasi potensi genetik tanaman semakin gencar setelah dicetuskannya revolusi hijau. Sejak itu, pemulia tanaman telah berhasil memperbaiki tanaman untuk sifat kualitatif maupun kuantitatif yang mempengaruhi penampilan agronomis maupun preferensi konsumen menggunakan pengamatan fenotipik yang dibantu dengan metode statistik yang tepat. Beberapa masalah yang sering muncul melalui pendekatan tersebut seperti yang disarikan oleh Lamadji et al. (1999) di antaranya adalah (i) memerlukan waktu yang cukup lama; (ii) kesulitan memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi karena penampilan fenotipe tanaman bukan hanya ditentukan oleh komposisi genetik, tetapi juga oleh lingkungan tumbuh tanaman; (iii) rendahnya frekuensi individu yang diinginkan yang berada dalam populasi seleksi yang besar untuk mendapat hasil yang valid secara statistik; (iv) fenomena pautan gen antara sifat yang diinginkan dengan sifat tidak diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan persilangan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi molekuler pada awal tahun 80an, telah ditemukan teknologi molekuler berbasis DNA. Markah molekuler merupakan alat yang sangat baik bagi pemulia dan ahli genetik untuk menganalisis genom tanaman. Sistem ini telah merevolusi bidang pemetaan genetik, antara lain dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan keragaman genetik, klasifikasi dan filogeni yang berhubungan dengan pengelolaan plasma nutfah, dan alat bantu dalam pemuliaan dan seleksi melalui penandaan gen. Pada akhirnya dapat digunakan sebagai suatu cara untuk pengklonan gen yang difasilitasi oleh peta markah molekuler. Tulisan ini membahas beberapa strategi pemanfaatan markah molekuler dalam pemuliaan jagung.
Markah molekuler adalah suatu penanda pada level DNA yang menawarkan keleluasaan dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan konvensional dengan melakukan seleksi tidak langsung pada karakter yang diinginkan, yaitu pada markah yang terkait dengan karakter tersebut. Markah molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat terdeteksi pada semua fase pertumbuhan tanaman. Oleh karena markah molekuler dapat mengkarakterisasi ,galur-galur secara langsung dan tepat pada level DNA sehingga dapat dibentuk kelompok heterotik dan pola heterotik, yang dapat memandu para pemulia dalam menyeleksi kandidat tetua hibrida secara cepat, tepat, dan efisien. Selain itu, markah-markah tersebut dapat bermanfaat dalam mengidentifikasi perbedaan tanaman secara individu melalui profilprofil unik secara alelik yang diaplikasikan dalam perlindungan kultivar tanaman. Kemiripan genetik dari dua genotipe dapat diperkirakan secara tidak,langsung dari data pedigree dan melalui markah molekuler (isozim, protein dan markah DNA). Markah DNA dapat digunakan pula sebagai alat bantu seleksi (MAS = Marker-Assisted Selection), di mana seleksi hanya didasarkan pada sifat genetik tanaman, tanpa intervensi faktor lingkungan. Dengan demikian, pemuliaan tanaman menjadi lebih tepat, cepat dan relatif lebih hemat biaya dan waktu.Teknologi markah molekuler
BAB II
KEBERHASILAN PERSILANGAN
2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Persilangan
Penyerbukan sering mengalami kegagalan bila dilakukan pada saat kondisi lingkungan yang tidak mendukung atau dilakukan pada saat serbuk sari atau kepala putik dalam keadaan belum matang oleh karena itu saat penyerbukan yang tepat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar penyerbukan berhasil dengan baik. Untuk melakukan penyerbukan harus dipilih waktu yang tepat dan tidak boleh terlambat dimana pada saat itu putik maupun serbuk sari dalam keadaan segar, sehat, telah matang, dan cuaca mendukung proses persarian dengan baik. Waktu yang baik untuk penyerbukan kacang panjang adalah jam 06.00 (sebelum bunga mekar, karena jika bunga telah mekar ditakutkan sudah mengalami penyerbukan sendiri pada bunga yang dijadikan induk jantan).
Selain itu hal penting yang harus diperhatikan adalah cara meletakkan serbuk sari dari induk jantan ke atas kepala putik induk betina, dan menjaganya jangan sampai kepala putik tersebut kejatuhan serbuk sari dari tanaman lain yang tidak dikehendaki maupun dari tanaman yang sama. Oleh karena itu, setelah polinasi bunga ditutup/ dibungkus menggunakan plastik agar tidak terserbuku bunga lain dan tidak rusak).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan Dan Alat
1. Tanaman Jagung
2. Gunting
3. Kantung Penutup Bunga Jantan
4. Kantung Penutup Bunga Betina
5. Klip / Isolasi
6. Label ( Kertas yang tidak gampang rusak dan tinta yang tidak gampang luntur )
3.2 Metode Penyerbukan Pada Tanaman Jagung
1. Pilih individu tanaman yang akan digunakan sebagai tetua.
2. Tutup tassel dengan kertas kedap air sebelum tepung sari masak.
3. Potong ujung tongkol jagung pada tetua betina sebelum silk bunga betina keluar dari kelobot kemudian tutup dengan kertas kedap air.
4. Apabila bunga betina sudah resetif dan tepung sari sudah masak, potong bunga jantan di bawah penutupnya lalu goyangkan agar tepung sari keluar, buka penutup tongkol tetua betina, potong ujung silk kira – kira 2 cm diatas bekas pemotongan pertama dan lakukan penyerbukan sendiri tutup kembali bunga betina segera setelah diserbuki.
5. Beri lebel yang berisi tanggal penyerbukan, identitas tetua dan nama penyerbuk.
6. Sebaiknya polinasi dilakukan beberapa kali agar semua silk terserbuki.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lakukanlah penelitian terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil dan pembahasan.
Terimakasih banyak sudah berkunjunt semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan M,
Pembentukan benih jagung Hibrida, Risalah lokakarya produksi benih hibrida, hal 1-13 (Malang: Balai penelitian tanaman pangan, 1992)
Lamadji, M.J., L. Hakim, dan Rustidja. 1999.
Akselerasi pertanian tangguh melalui pemuliaan nonkonvensional. Prosiding Simposium V Pemuliaan Tanaman. PERIPI Komda Jawa Timur. p. 28-32.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang semakin dirasakan interkasinya dengan bidang-bidang ilmu lainnya seperti ekonomi dan teknologi. Peran matematika dalam interaksi ini terletak pada struktur ilmu dan perlatan yang digunakan. Ilmu matematika sekarang ini masih banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti bidang industri, asuransi, ekonomi, pertanian, dan di banyak bidang sosial maupun teknik. Mengingat peranan matematika yang semakin besar dalam tahun-tahun mendatang, tentunya banyak sarjana matematika yang sangat dibutuhkan yang sangat terampil, andal, kompeten, dan berwawasan luas, baik di dalam disiplin ilmunya sendiri maupun dalam disiplin ilmu lainnya yang saling menunjang. Untuk menjadi sarjana matematika tidaklah mudah, harus benar-benar serius dalam belajar, selain harus belajar matematika, kita juga harus mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya. Sehingga, jika sudah menjadi sarjana matematika yang dalam segala bidang bisa maka sangat mudah untuk mencari pekerjaan.
Kata matematika berasal dari kata “mathema” dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan atau belajar.” Disiplin utama dalam matematika di dasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika yaitu studi tentang struktur, ruang, dan perubahan. Pelajaran tentang struktur yang sangat umum dimulai dalam bilangan natural dan bilangan bulat, serta operasi aritmatikanya, yang semuanya dijabarkan dalam aljabar dasar. Sifat bilangan bulat yang lebih mendalam dipelajari dalam teori bilangan. Ilmu tentang ruang berawal dari geometri. Dan pengertian dari perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung adalah suatu hal yang biasa dalam ilmu alam dan kalkulus.
Dalam perdagangan sangat berkaitan erat dengan matematika karena dalam perdagangan pasti akan ada perhitungan, di mana perhitungan tersebut bagian dari matematika. Secara tidak sadar ternyata semua orang menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti jika ada orang yang sedang membangun rumah maka pasti orang tersebut akan mengukur dalam menyelesaikan pekerjaannya itu. Oleh karena itu matematika sangat bermanfaat sekali dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.
“Menurut Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real.” Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena dalam pembelajaran matematika kurang bermakna, dan guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata, anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting dilakukan agar pembelajaran matematika bermakna.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika realistik.
Pembelajaran matematika relaistik pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pembelajaran matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan nyata sehari-hari.
Biasanya ada sebagian siswa yang menganggap belajar matematika harus dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus belajar dengan ekstra keras. Hal ini menjadikan matematika seperti “monster” yang mesti ditakuti dan malas untuk mempelajari matematika. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu diantara mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang merupakan syarat bagi kelulusan siswa-siswi SMP maupun SMA, ketakutan siswa pun makin bertambah. Akibat dari pemikiran negatif terhadap matematika, perlu kiranya seorang guru yang mengajar matematika melakukan upaya yang dapat membuat proses belajar mengajar bermakna dan menyenangkan. Ada beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan siswa terhadap matematika.
Salah satunya dengan cara pembelajaran matematika realistik dimana pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan pendekatan RME tersebut, siswa tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran siswa. Jadi siswa diajak berfikir bagaimana menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialami siswa dalam kesehariannya.
Pembelajaran sekarang ini selalu dilaksanakan di dalam kelas, dimana siswa kurang bebas bergerak, cobalah untuk memvariasikan strategi pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan dan lingkungan sekitar sekolah secara langsung, sekaligus mempergunakannya sebagai sumber belajar. Banyak hal yang bisa kita jadikan sumber belajar matematika, yang penting pilihlah topik yang sesuai misalnya mengukur tinggi pohon, mengukur lebar pohon dan lain sebagainya.
Siswa lebih baik mempelajari sedikit materi sampai siswa memahami, mengerti materi tersebut dari pada banyak materi tetapi siswa tidak mengerti tersebut. Meski banyak tuntutan pencapaian terhadap kurikulum sampai daya serap namun dengan alokasi yang terbatas. Jadi guru harus memberanikan diri menuntaskan siswa dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya karena hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman siswa dalam belajar matematika.
Kebanyakan siswa, belajar matematika merupakan beban berat dan membosankan, jadinya siswa kurang termotivasi, cepat bosan dan lelah. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal di atas dengan melakukan inovasi pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain memberikan kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara berkelompok ataupun individu, memberikan permainan di kelas suatu bilangan dan sebagainya tergantung kreativitas guru. Jadi untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran matematika harus dihubungkan dengan kehidupan nyata yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Penulisan
Suatu pembelajaran matematika tidaklah sulit, ada cara untuk mempermudah dalam belajar matematika yaitu dengan cara Pembelajaran Matematika Realistik. Dimana pembelajaran ini menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk mempermudah siswa dalam belajar matematika dapat menggunakan dalam pembelajaran matematika realistik.
2. Guru dalam menyampaikan materi harus mempunyai strategi dalam pembelajaran matematika, supaya siswa tidak bosan dalam pembelajaran matematika.
3. Supaya siswa mengetahui betapa menyenangkan mempelajari matematika.
4. Untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang pembelajaran matematika realistik.
5. Untuk memaparkan secara teori pembelajaran matematika realistik.
6. Untuk pengimplementasian pembelajaran matematika realistik.
7. Kaitan antara pembelajaran matematika realistik dengan pengertian.
1.3 Pertanyaan Penulisan
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika realistik?
2. Bagaimana cara strategi seorang guru dalam pembelajaran matematika supaya siswa menyukai pembelajaran matematika?
3. Kenapa matematika tidak disukai oleh siswa?
4. Karakteristik apa saja yang ada dalam RME?
5. Mengapa siswa selalu lupa dengan konsep yang telah dipelajari?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Matematika Realistik (MR)
Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika. Dan siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari. Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. (Trevers, 1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998). Di sini akan mencoba menjelaskan tentang karakteristik RME.
a. Menggunakan konteks “dunia nyata” yang tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses pencarian (inti) dari proses yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata. Oleh karena itu untuk membatasi konsep-konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam sehari-hari.
b. Menggunakan model-model (matematisasi) istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri. Dan berperan sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model situasi merupakan model yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut. Melalui penalaran matematika model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model matematika formal.
c. Menggunakan produksi dan konstruksi streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi formal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah konstekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d. Menggunakan interaktif. Interaktif antara siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
e. Menggunakan keterkaitan dalam pembelajaran matematika realistik. Dalam pembelajaran ada keterkaitan dengan bidang yang lain, jadi kita harus memperhatikan juga bidang-bidang yang lainnya karena akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika biasanya diperlukan pengetahuan yang kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
2.2 Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori pembelajaran matematika realistik pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Freudenthal berpendapat bahwa matematika harus diartikan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Dari pendapat Freudenthal memang benar alangkah baiknya dalam pembelajaran matematika harus ada hubungannya dengan kenyataan dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan sehari-hari. Upaya ini dilihat dari berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas pada realitias tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan.
Adapun menurut pandangan konstruktifis pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran matematika guru memang harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan guru terus memantau atau mengarahkan siswa dalam pembelajaran walaupun siswa sendiri yang akan menemukan konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus mendampingi siswa dalam pembelajaran matematika.
Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada:
1. Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.
2. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.
3. Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya.
4. Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.
Pendapat Davis tersebut, dalam pembelajaran matematika siswa mempunyai pengetahuan dalam berpikir melalui proses akomodasi dan siswa juga harus dapat menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya. Siswa mengetahui informasi baru dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari secara logis, dalam pembelajaran ini harus bisa memahami dan berpikir sendiri dalam menyelesaikan masalah tersebut, jadi tidak tergantung kepada guru, siswa juga dapat mempunyai cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah.
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor, 1993; Atwel, Bleicher dan Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Scraffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberi kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Jadi Zone of Proximal Development ini ada siswa yang menyelesaikan masalah secara sendiri, dan ada siswa yang menyelesaikan masalah harus dengan persetujuan orang dewasa. Sedangkan scraffolding mempunyai tahap-tahap pembelajaran, dalam pembelajaran awal siswa dibantu, tapi bantuan itu sedikit demi sedikit dikurangi. Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah sendiri dan mempunyai tanggung jawab yang semakin besar setelah siswa dapat melakukannya. Scraffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Prinsip penemuan dapat diinspirasikan oleh prosedur-prosedur pemcahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Ada dua jenis matematisasi diformlasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasian masalah dalam cara-cara yang berbeda dan pentransformasian masalah dunia real ke dunia matematika. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyelesaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian. Kedua jenis ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai yang sama. Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik.
Pendekatan mekanistik adala pendekatan secara tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dan pengalaman sendiri. Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan dan siswa diharapkan dapat menemukan sendiri melalui matematisasi horizontal, pendekatan strukturalistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya dalam pengajaran penjumlahan secara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horizontal dan vertilal diharapkan siswa dapat menemukan konsep-konsep matematika.
Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio. Siswa berinteraksi dengan guru, dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstrutivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME. Konsep ZPD dan Scraffolding dalam pendekatan konstruktivis sosio, di dalam pembelajaran matematika realistik disebut dengan penemuan kembali terbimbing. Menurut Graevenmeijer (1994) walaupun kedua pendekatan ini mempunyai kesamaan tetapi kedua pendekatan ini dikembangkan secara terpisah. Perbedaan keduanya adalah pendekatan konstruktivis sosio merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat umum, sedangkan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan khusus yaitu hanya dalam pembelajaran matematika.
2.3 Implementasi pembelajaran Matematika Realistik
Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
2.4 Kaitan Antara Pembelajaran Matematik Realistik dengan Pengertian
Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajarkan matematika senantiasa terlontar kata “bagaimana, apa mengerti?” siswa pun buru-buru menjawab mengerti. Siswa sering mengeluh, seperti berikut,”pak…pada saat di kelas saya mengerti penjelasan bapak,tetapi begitu sampai dirumah saya lupa,”atau” pak…pada saat dikelas saya mengerti contoh yang bapak berikan, tetapi saya tidak bisa menyelesaikan soal-soal latihan”.
Apa yang dialami oleh siswa pada ilustrasi diatas menunjukkan bahwa siswa belum mengerti atau belum mempunyai pengetahuan konseptual. Siswa yang mengerti konsep dapat menemukan kembali konsep yang mereka lupakan.
Mitzell(1982) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi, maka siswa akan mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak dapat mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi (Hieber dan carpenter,1992). Matematika bukan hanya dimengerti tapi harus benar-benar memahami persoalan yang sedang dihadapi. Umumnya sejak anak-anak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran,dan sebagainya. Anak sebelum sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa datang kesekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yang siap diisi dengan apa saja. Pembelajaran disekolah akan lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan apa yang telah diketahui anak. Pengertian siswa tentang ide matematika dapat dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan pengetahuan mereka. Hanna dan yackel (NCTM,2000) mengatakan bahwa belajar dengan pengertian dapat ditingkatkan melalui interaksi kelas dan interaksi sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide dan mengorganisasikan pengetahuan kembali. Dalam pembelajaran guru haruslah berinteraksi dengan siswa, agar siswa lebih mudah memahami apa yang telah diajarkan, tentunya dalam pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan nyata untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan memahami konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam masalah memungkinkan siswa menggunkan cara-cara informal untuk menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan memahami konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan dengan skema anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi lebih kuat. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.
Download File Ms.Word Lebih Lengkap
BAB I
ANALISIS FINANCIAL LEVERAGE PADA
PT. SEPATU BATA
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam suatu perusahaan dikenal istilah biaya modal (Cost Of Capital) yang menggambarkan suatu tingkat pengembalian yang harus diperoleh oleh suatu perusahaan atas investasi yang ditanam. Analisa biaya modal ini adalah untuk melihat bagaimana kondisi struktur modal perusahaan, apabila biaya modal ini dapat diusahakan seminimal mungkin maka dapat dikatakan bahwa struktur keuangan adalah baik.
Pada kenyataannya, perusahaan sulit untuk mencapai struktur modal yang optimal dalam suatu komposisi pembelanjaan yang tepat. Bahkan ketika menetapkan suatu range untuk struktur modal yang optimal pun sangat sulit. Oleh karena itu, sebagian besar perusahaan hanya memperhatikan apakah perusahaan terlalu banyak mempergunakan hutang ataukah tidak.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, perusahaan harus lebih memfokuskan diri pada suatu tingkat hutang yang hati-hati (prudent) dibandingkan jika harus mencari suatu tingkat hutang yang optimal. Tingkat hutang yang prudent harus dapat memanfaatkan keuntungan dari penggunaan hutang dan memperhatikan hal-hal seperti Memperhatikan resiko finansial pada tingkat yang masih terkendali, Menjamin fleksibilitas pembelanjaan perusahaan,dan Memperhatikan kredit rating perusahaan.
Semakin banyak perusahaan melakukan pembiayaan dengan hutang, akan menambah resiko pada saham biasanya. Penggunaan hutang tersebut akan menciptakan leverage keuangan. Leverage keuangan tidak mempengaruhi resiko atau tingkat pengembalian yang diharapkan dari aktiva perusahaan, tetapi leverage ini akan mendorong resiko dari saham biasa dan mendrong pemegang saham untuk meminta tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Jadi leverage keuangan akan mempengaruhi laba perlembar saham yang diharapkan perusahaan, resiko laba tersebut dan mempengaruhi harga saham perusahaan.
Menurut R. Agus Sartono (2001:263) menyatakan bahwa :
“Financial Leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkat keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham.”
Menurut J. Fred Weston (1989:3) menyatakan bahwa :
“Financial leverage merujuk pada penggunaan hutang dalam rangka pembiayaan perusahaan”.
Menurut Bambang Riyanto (1995:375) menyatakan bahwa :
“Financial leverage yaitu penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk memperbesar pendapatan perlembar saham”.
Financial leverage menunjukkan penggunaan hutang dalam membiayai perusahaan yang dapat mengakibatkan timbulnya resiko keuangan, semakin besar biaya tetap finansial yang ditambahkan pada biaya tetap opersasi (Operating Fixed Cost). Penambahan fixed cost yang lebih besar akan mengurangi keuntungan bersih pemegang saham, dan pengurangan keuntungan ini berarti resiko bagi para pemegang saham biasa. Walaupun penggunaan finansial leverage memiliki resiko yang cukup besar , perusahaan tetap cenderung memilih finansial leverage yang tinggi karena :
Jika pengusaha menginvestasikan sebagian kecil saja dari keseluruhan dana yang dibutuhkan perusahaan, maka resiko perusahaan ditanggung kreditur.
Dengan menambah pendanaan yang berasal dari hutang, pemegang saham dapat mengontrol perusahaan dengan jumlah investasi yang lebih kecil.
Jika perusahaan dapat menghasilkan keuntungan atas penggunaan hutang yang dibebani bunga, pengembalian atas modal (ROE) dapat bertambah atau meningkat.
Pernyataan menunjukan perusahaan yang menggunakan finansial leverage yang lebih tinggi berarti tambahan dana untuk investasi, maka perusahaan berharap dapat meningkatkan EPS perusahaan tersebut. Peningkatan EPS tidak terlepas dari kaitannya dengan volume penjualan perusahaan.
Penggunaan finansial leverage pada suatu perusahaan dikatakan menguntungkan apabila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana melalui hutang tersebut mengalami peningkatan dari beban tetap penggunaan hutang tersebut.Dengan demikian finansial leverage menunjukan perubahan laba perlembar saham akibat perubahan EBIT.
Berdasarkan permasalahan dan alasan-alasan yang dikemukakan diatas, maka penulisan makalah ini diberi judul “ Analisis Finansial Leverage Pada PT. SEPATU BATA”.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Finansial leverage menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban finansial yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan perlembar saham (EPS).
Berdasarkan landasan teori diatas, terdapat masalah yang dapat di rumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Finansial Leverage Pada PT. SEPATU BATA”.
Download file lebih lengkap di Ms.Word
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang membangun. Dengan pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju untuk melakukan suatu pembangunan sangatlah diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas dan terampil di bidangnya masing-masing. Kecerdasan dan keterampilan tersebut dapat dikembangkan dengan adanya pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu pengelola pendidikan untuk melakukan usaha guna meningkatkan mutu pendidikan. Ketika pendidikan ingin dikatakan bermutu atau maju prestasinya dapat dilihat secara objektif dan jelas. Basis pendidikan yang mengarah pada perkembangan teknologi salah satunya adalah matematika. Seperti yang dikatakan oleh Morris Kline (Simanjuntak L, 1993: 64) bahwa jatuh bangunnya suatu negara dewasa ini bergantung dari kemajuan di bidang matematika. Karena pentingnya hal tersebut maka banyak negara yang telah maju, menjadikan matematika sebagai suatu basis dalam pembangunan negaranya. Namun apabila melihat kondisi pendidikan di Indonesia dari dahulu sampai pada saat ini masih sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilahat dari rendahnya prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan banyaknya siswa yang memperoleh nilai pada Ujian Akhir Nasional (UAN). Khususnya mata pelajaran matematika, nilai siswa SMP pada tahun ajaran 2005/2006 di bawah standar nilai kelulusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 4,25 sehingga sangat dibutuhkan suatu upaya dari seorang pendidik agar masalah tersebut dapat diatasi dan juga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
Dalam upaya meningkatkan prestasi siswa terhadap matematika sangat dibutuhkan trik atau metode yang harus dikuasai dan dilakukan oleh setiap pendidik, khususnya pendidik pelajaran matematika. Hal ini perlu dilakukan karena sebagian besar siswa menganggap bahwa matematika adalah suatu pelajaran yang sulit untuk dipahami dan membosankan sehingga dapat menyebabkan banyak sekali siswa tidak menyukai pelajaran matematika pada akhirnya dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar siswa. Seperti yang dikatakan oleh Suyatno (Asmin, 2003:1) bahwa hal yang banyak dapat menyebabkan siswa tidak menyukai pelajaran matematika adalah penyampaian guru yang cenderung bersifat monoton, hampir tanpa variasi kreatif.
Sejauh ini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia yang semakin lama semakin terpuruk ini, dengan adanya kelulusan yang kurang qualified, dalam hal ini pemerintah telah merumuskan kurikulum baru, yaitu yang di kenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini telah di revisi lagi oleh pemerintah dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kurikulum ini telah diberlakukan oleh pemerintah pada bulan juni tahun 2006. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kurikulum baru ini akan memberikan kesempatan untuk berkreasi, yakni berkreasi mengembangkan kurikulum berdasarkan standar isi dan kompetensi kurikulum inti yang diatur oleh pemerintah. (Nugroho Hendy ; 2006 : 1).
Kurikulum 2006 yang disusn oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) secara substansial sama dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang ditetapkan 2004 lalu. Perbedaannya, kurikulum 2006 tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar dikelas, guru dan sekolah bebas mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya.
Menurut Djaali (Zatnika; Media Indonesia : 1) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sendiri belum terlaksana secara optimal. Pemberlakuan kurikulum 2006 diharapkan makin mengukuhkan eksistensi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Menurut Kepala Dinas P&K Jawa Timur, Dr. Rasiyo.Msi. (Surya Online :1) Dibuatnya kurikulum 2006 ini merupakan suatu bentuk implementasi peraturan pemerintah N0. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Rasiyo juga menegaskan bahwa kurikulum 2006 ini memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk dapat menentukan materi sendiri, kegiatan pembelajaran dan indikator yang harus dicapai oleh murid.
Pembelajaran kooperatif atau yang sering disebut dengan belajar secara berkelompok ini memiliki berbagai macam tipe, namun yang ingin diterapkan dalam penelitian ini adalah tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI) yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengefektifkan implementasi kurikulum 2004.
Ruang kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk kegiatan kooperatif Learning (Suherman, 2003:259). Metode kooperatif ini tampaknya akan dapat melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Di dalam ruang kelas para siswa dapat diberi kesempatan berkarya dalam kelompok-kelompok kecil, untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama.
Kooperatif dalam matematika juga akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam metematika (Suherman, 2003:259) para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya, untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math a xietiy), yang banyak dialami para siswa .dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok. Model belajar kooperatif learning tipe Team Asccelerated Intriction (TAI) dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda. Metode ini juga telah terbukti dapat meningkatkan berfikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan kelompok, maka gurulah yang membentuk kelompok-kelompok tersebut. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat disukainya. Ukuran besar kecilnya kelompok akan mempengaruhi kemampuan produktifitas kelompoknya. Ukuran kelompok ideal pada tipe TAI ini adalah 3 sampai 5 orang.
Dengan menggunakan metode Kooperatif Learning tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI) ini, diharapkan dalam proses pembelajaran siswa tidak merasa jenuh dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa. Prestasi belajar juga dapat dicapai dengan perjuangan yang tidak mengenal lelah dan putus asa yang sesuai dengan ungkapan “tidak ada sesuatu yang dapat dicapai tanpa kerja keras”.
Sebelumnya, sudah banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji keefektifan dari penerapan kooperatif learning tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI) dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah. Namun masih sedikitnya yang menguji tentang ada tidaknya pengaruh kooperatif learning tipe Team Accelerated Instrucsion (TAI) ini terhadap prestasi belajar siswa. Maka penelitian akan dilakukan untuk dapat menguji sejauh mana “pengaruh penerapan pembelajaran melalui pendekatan kooperatif tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI) terhadap prestasi belajar matematika SMP”.
2. Identifikasi Masalah3. Pembatasan dan Rumusan Masalah3.1 Pembatasan MasalahMasalah yang timbul dalam penelitian ini cukup banyak, tetapi tidak semua masalah akan dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya dibatasi pada pengajaran di tingkat Sekolah Menengah Pertama dalam hal ini SMPN 5 Serang kelas VIII, semester ganjil tahun ajaran 2006/2007 untuk materi Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel, menggunakan pendekatan kooperatif tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI).
3.2 Perumusan MasalahBerdasarkan klasifisikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh pendekatan kooperatif tipe TAI (Team Accelerated Intrucsion) terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP?”
4. Tujuan PenelitianAdapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Ikut serta dalam usaha menciptakan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan dapat bermakna bagi siswa guna peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
2. Untuk memperoleh alternatif pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk siswa SMPN 5 Serang kelas VIII dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami materi pelajaran, serta menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan materi Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel.
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI) terhadap prestasi belajar matematika siswa.
5. Manfaat Hasil PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi guru matematika, dapat memberikan alternatif pengajaran untuk diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
2. Bagi siswa, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe Team Accelerated Intrucsion (TAI) ini dapat merangsang kemampuan berfikir kritis, kreatif, inovatif dan membantu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
3. Bagi peneliti sejenis, dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam upaya mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.
6. Sistematika Penulisan
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1. Deskripsi Teori1.1 Hakekat BelajarUntuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar, terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi termasuk oleh ahli psikologi pendidikan.
Menurut pengertian secara psikologis (Slameto, 2003:2) belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku yaitu sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau dengan kata lain belajar (Hamalik, 36:2001) adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
Menurut pengertian di atas, belajar adalah merupakan suatu proses di mana seseorang mendapatkan suatu pengetahuan dan pemahaman yang diiringi dengan latihan sebagai penguatan yang akan membawa seseorang kepada sebuah prilaku berbeda dari sebelumnya, dan prilaku tersebut bersifat tetap dan berlaku lama dan melekat pada dirinya sehingga pada akhirnya akan menjadi sifat dan pola prilakunya.
Perubahan terjadi karena sikap seorang siswa yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan tempat siswa terdiri dari lingkungan sekolah dan lingkungan luar sekolah, di mana siswa mendapatkan pengaruh yang dapat menjadi suatu pengalaman bagi dirinya dan hasilnya nanti didapat sebagai hasil belajar.
Belajar merupakan prilaku yang kompleks (Dimyati, 2002:38). Skinner misalnya memandang prilaku belajar dari segi prilaku teramati. Oleh karena itu, ia mengemukakan pentingnya program pembelajaran. Gagne memandang kondisi internal belajar dan kondisi eksternal belajar yang bersifat interaktif. Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dalam belajar, dimana pelajar memiliki kekuatan menjadi manusia, belajar hal yang bermakna, menjadikan bagian yang bermakna bagi diri, bersikap terbuka, berpartisipasi dan bertanggung jawab, belajar mengalami kesinambungan dengan penuh kesungguhan.
Belajar juga merupakan tindak interaksi antara pelajar dan pembelajaran yang memiliki tujuan. Oleh karena itu, berupa akibat interaksi, maka belajar di dinamiskan (Dimyati, 2002: 39). Pendinamisan belajar terjadi oleh prilaku belajar dan lingkungan pelajar. Dinamika pelajar yang bersifat internal, terkait dengan peningkatan hierarki ranah-ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Kesemuanya itu terkait dengan tujuan pembelajaran.
Di dalam belajar terdapat tiga masalah pokok, yaitu:
a. Masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar
b. Masalah bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang dilaksanakan
c. Masalah mengenai prestasi belajar.
Dua masalah pokok yang pertama tersebut berkenaan dengan proses belajar yang sangat berpengaruh kepada masalah pokok yang ketiga. Dengan demikian, bagaimana peristiwa terjadinya proses belajar akan menentukan prestasi belajar seseorang.
1.2 Hakekat Prestasi BelajarDalam proses belajar mengajar, siswa mengalami suatu perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Adanya perubahan ini dapat dilihat dari prestasi belajar siswa yang dihasilkan dari kegiatan mengerjakan soal ulangan dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Kata prestasi belajar mengandung dua kata yaitu prestasi dan belajar yang mempunyai arti berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belaja dibicarakan, ada baiknya kedua kata itu dijelaskan satu-persatu.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (PR. Cybermedia, 2002:1) prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum. Sedangkan belajar merupakan perubahan tingkah laku untuk mencapai tujuan dan tidak tahu menjadi tahu atau dapat dikatakan sebagai proses yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku dan kecakapan seseorang.
Selanjunya menurut Abdurrahman Saleh (PR.Cybermedia, 2002:1) memberikan prestasi belajar adalah yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat ilmu penguasaan tertentu dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk angka huruf atau angka simbol-prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai indikator kualitas dan kwantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam memahami mata pelajaran di sekolah.
Prestasi belajar bukan hanya semata-mata karena faktor kecerdasan (intelegensia) siswa saja, tetapi ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud tersebut dibagi menjadi dua yakni faktor intern dan faktor ekstern faktor-faktor yang dimaksud adalah seperti yang dikemukakan oleh Hana Sujadna (PR.Cybermedia, 2002: 1)
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara lain adalah kemampuan yang dimiliki, minat dan motivasi serta faktor-faktor lainnya.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada diluar individu diantaranya lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, agar siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang seoptimal mungkin maka siswa perlu meningkatkan kemampuan minat dan motivasi yang ada dalam dirinya.demikian pula halnya dengan faktor yang ada diluar diri siswa. Faktor ini dapat mendorong dan menghambat siswa dalam proses belajar. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat memberikan dukungan kepada siswa didalam belajar. Di antara ketiga lingkungan tersebut lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang terpenting yang berfungsi sebagai lingkungan kedua yang sangat mendukung dalam mendidik anak atau siswa setelah lingkungan utama yaitu lingkungan keluarga. Minat siswa terdapat suatu pelajaran bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan prestasi belajar siswa. Minat siswa menurut Winkel (Pr. Cybermedia, 2002: 2) termasuk faktor yang berpengaruh pada prestasi belajar yang termasuk faktor ekstern.
1.3 Pembelajaran Kooperatif1.3.1 Pengertian pembelajaran kooperatif dan ciri-ciri pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif diambil dari bahasa inggris “Cooperate” yang artinya bekerja bersama-sama (Echols, 2003:147), dengan demikian pembelajaran kooperatif pola adalah belajar siswa yang saling bekerja sama dengan teman sebaya.
Menurut Slavin ( Bennett, 2003:5 ) bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebagai salah satu metode pengajaran dimana siswa bekerja pada kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam memahami suatu pokok pembahasan. Siswapun diharapkan saling membantu, berdiskusi dan berargumen dengan yang lainnya, sehingga dapat menekan perbedaan pemahaman dan pengetahuan dalam mempelajari suatu pokok bahasan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa, pembelajaran kooperatif adalah suatu variasi metode pelajaran yang membimbing siswa dalam sebuah kelompok kecil di dalam kelompok tersebut siswa saling berdiskusi dan berargumen serta membantu teman sekelompok yang mengalami kesulitan dalam memahami materi. Target dari hasil diskusi dan argumentasi tersebut, akan dapat membawa siswa kepada sebuah pemahaman dan pengetahuan tentang materi yang diajarkan. Kegiatan tersebut akan membantu siswa yang lemah memahami materi dan memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat memahami materi.
Seperti yang telah ditelaah oleh Slavin pada tahun (Ibrahim, 2000:16) bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan secara efektif pada setiap level untuk mengajar setiap sains pokok bahasan pelajaran, seperti pada bidang studi matematika, membaca, menulis hingga sains yang bersifat kemampuan dasar sampai masalah yang kompleks. Kunci utama dalam pembelajaran kooperatif adalah peran guru dalam pengorganisasian kelas, menggunakan interaksi. Adapun unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah:
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “Sehidup sepenanggungan bersama “.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu dikelompoknya, seperti milik mereka sendiri
c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompok nya memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah membagai tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah / penghargaan yang juga akan diberikan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa membagi kepemimpinann dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibarahim, 2000:6).
Mengamati uraian di atas sangat penting bagi seorang guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kooperatif, yang dapat memungkinkan siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk dapat berhasil belajar dalam suatu kelompok, dengan mengembangkan penghargaan akan betapa pentingnya bekerja sama dalam suatu kelompok, dan mampu mempriotaskan tujuan-tujuan kepentingan kelompok di atas tujuan-tujuan dan kepentingan individual. Selain itu, kelompok juga akan terbiasa dan mampu memahami apa saja yang harus mereka lakukan dan bagaimana mereka harus menyelesaikan secara bersama-sama guna peningkatan prestasi belajar mereka secara individu dan kelompok.
Download File Ms. Word Lebih Lengkap Disini
BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH
(Pleurotus ostreatus)
Dasar teori
Budidaya jamur merupakan salah satu budidaya yang tidak mengenal musim dan tidak membutuhkan tempat yang luas.Jenis-jenis jamur yang umum dibudidayakan ialah jamur merang(Volvariella volvaceae),jamur tiram (Pleurotus ostreatus),jamur kuping (Auricularia polytricha),jamur payung (Lentinus edodes),dan jamur kancing (Agaricus Sp).Hasil panen jamur tersebut tak hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri bahkan ada juga yang di ekspor,seperti jamur kancing dan jamur payung. Media untuk pertumbuhan jamur dapat menggunakan limbah yaitu limbah pertanian(merang dan daun pisang) dan limbah industri (serbuk gergaji). Ramuan atau campuran yang digunakan sebagai media juga bermacam-macam,sedangkan metode yang digunakan untuk budidaya jamur ini juga bermacam-macam,seperti cara ilmiah, konvensional,tradisional,dan semi modern.
Tujuan
Mempelajari cara budidaya jamur tiram putih
Alat dan bahan
@ Alat:
Kompos,drum untuk mengukus,rak untuk menyimpan media jamur,inkas untuk pembibitan (inokulasi),Ph meter,termometer,pinset,semprotan atau sprayer,pipa paralon untuk cincin,spirtus,alkohol 90% kantong plastik transparan,kertas roti,karet gelang,sekop,ember,dan wadah untuk mencampur media.
@ Bahan :
Untuk pembuatan paket sedang, dibutuhkan antara lain sebagai berikut:
• Seabuk gergaji kayu kering 105 kg.
• Dedak halus 21 kg
• Tepung jagung 10,5 kg
• Tsp murni 0,6 kg
• Kapur halus/gamping 0,6 kg
• Kapuk 1 kg
• Bibit 3 botol
• Air secukupnya
Untuk satu paket sedang bisa menghasilkan 200 -300 media
Cara kerja
• Campur bahan yang ada sesuai takaran dan aduk secara merata
• Masukan air ke dalam campuran secukupnya dan perhatikan ketika bahan diperas tidak keluar airnya (kandungan air 80 % dari bahan kering ).air yang digunakan tidak boleh mengandung kaporit.
• Bahan campuran tersebut selanjutnya dimasukan ke dalam plastik,diikat,dan didiamkan selama 48 jam untuk pengomposan.
• Bahan yang telah mengalami pengomposan dimasukan ke dalam plastik transparan tetapi jangan sampai penuh.Masukan sisa plastik ke ring cincin paralon lalu ikat dengan karet gelang,bagian yang berlubang ditengah cincin diisi kapuk secukupnya kemudian ditutup kertas roti dan diikat dengan kater galang.
• Bahan yang sudah dibungkus plastikdimasukan kedalam drum untuk proses pengusukan .Air untuk mengukus hanya 25 cm dari dasar drum.Lamanya proses pengukusan 9 jam dengan suhu 85oc.
• Setelah selesai pengukusan ,media-media tersebut didinginkan minimal 5 jam kemudian buka cincinnya untuk memasukan bibit jamur.
• Setelah selesai memasukan bibit jamur,media didiamkan selama 40-50 hari sampai jamur tumbuh dan siap dipanen.
Catatan
Persyaratan tumbuh jamur adalah sebagai berikut:
1. Suhu pada masa pertumbuhan miselium 25-290c.dan suhu pada masa produksi 25-600c
2. Kelembapan 80%-90% dengan kandungan 25%-60%.
3. Media tanam memiliki pH 5,5-7.
4. Pencahayaan hanya diperlukan sedikit saja.
Persyaratan pencegahan hama dan penyakit adalah sebagai berikut:
1. Alat-alat harus betul-betul steril dan bersih
2. Ruangan dan inkas tempat pembibitan harus steril
3. Orang yang melakukan pembibitan harus bersih ,dalam arti tangan harus disemprot dulu dengan alkohol.
Proses panen:
Panen pertama akan dimulai setelah 40 hari sejak ditanam bibit yang selanjutnya dilakukan setiap60 hari 3 kali panen. Kalau pameliharaannyabaik bisa berumur 6-8 bulan