manusia kamil ? View RSS

No description
Hide details



Hari yang biasa 28 Nov 2019 2:49 PM (5 years ago)



Sebenernya hari ini sudah di ekspektasi sejak 4 tahun lalu, bahwa ga perlu otak jenius, gak perlu pengorbanan yang dramatis, ga perlu usaha yang super keras. Cuma perlu biasa aja untuk beradaptasi.

Kita hanya jalanin semuanya dengan biasa saja, dengan hati yang tidak berlebihan, dengan mengatasi masalah-masalah yang biasa timbul dan melawan hal-hal yang biasa menjadi sukaduka di rantau. Adaptasi seperti halnya manusia biasa lakukan setiap saat.

Semuanya berjalan natural, keseruan mendalami hal-hal yang baru, menemukan fakta dan pengalaman yang mindblowing, atau semacamnya. Bertemu dan berpisah dengan orang-orang baru yang sebagian saja kita bisa ingat namanya. Basa basi hingga berbagi emosi.

Memeluk anak saat mereka menangis karna mengantuk, pergi ke acara kenaikan kelasnya, merapikan mainannya, mendiskusikan pengeluaran bulan ini dan bulan depan dengan ibunya, merencanakan menu makan siang, merencanakan taman mana yang akan kami datangi untuk piknik di akhir pekan depan.

Lalu sang waktu seperti ambigu, di satu sisi dia berlari seperti Eliud. Lalu jika kita menengok, dia sperti berhenti dan berpura-pura tak melihat.
———— 


Tergantung garis cahaya yang masuk ke retina, bagiku, saat ini cuma sekedar berdiri di garis start sebuah ultramarathon yang baru akan mau mulai. Bersukur karena terpilih melalui balot. Masi ada ratusan kilometer di depan yang entah ada apa lagi karna kabutnya tidak tembus pandang. 
Tapi setidaknya, aku sekarang jadi lebih tahu, kalo aku tidak tahu.

#phdjourney 







Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

mengelola egosime 11 Sep 2019 5:38 PM (5 years ago)

"People sometimes sneer at those who run every day, claiming they’ll go to any length to live longer. But I don’t think that’s the reason most people run. Most runners run not because they want to live longer, but because they want to live life to the fullest. If you’re going to while away the years, it’s far better to live them with clear goals and fully alive than in a fog, and I believe running helps you do that. Exerting yourself to the fullest within your individual limits: that’s the essence of running, and a metaphor for life—and for me, for writing as well. I believe many runners would agree.” 
 Haruki Murakami, What I Talk About When I Talk About Running

Di dalam konteks ilmu filosofi, sifat egois dalam setiap manusia adalah fitrah. Setiap tindakan manusia dalam sadarnya pasti berlandaskan motivasi terhadap dirinya. Ego, dalam definisi adalah ‘Aku’. Lalu egoism ini dibagi menjadi psychological egoism dan normative egoism, berlawanan dengan yang disebut althurism, bla, bla bla, lalu di dalam teks-nya menjadi hal yang sangat rumit untuk di mengerti oleh awam seperti saya. Lalu kenapa saya ngomongin ini ya? Hehe

Kita semua adalah orang-orang egois. 

Kita terbangun pada subuh untuk sholat, misalnya, karna takut diri kita berdosa menurut pemahaman akan keyakinan spiritual kita.
Bangun siang-siang, karena pengen istirahat lebih. Memaksa istri dan anak-anak untuk mengerti kondisi kita yang memang kurang tidur, mungkin.
Kita belajar dan melakukan segalanya untuk menyelesaikan sekolah kita. Ada yang tujuannya supaya dapat nilai gaji optimal nantinya dengan titel yang di dapat, atau sebagian yang melakukannya untuk kepuasan hati. 
Kalo kata salah satu guru saya: “Dasar Bedes (manusia) egois”.

Bahkan, membelikan bunga untuk pacar, membawakan eskrim kesukaan anak saat pulang ke rumah, memberi donasi untuk orang yang membutuhkan, juga termasuk egois. 
Menurut saya, semua ini jauh dari sifat alturisme, karena saat melakukan hal untuk orang lain pun, pasti ada rasa di dalam diri yang merasa ‘puas’ akan senyum orang lain. 

Dalam biologi molekuler, semua hal yang terjadi di dalam manusia, adalah akibat dari proses unit terkecil dari sel manusia berupa gen. Sampai saat ini, ilmuan sudah secara komplit mendata tiga miliar kode gen dalam inti sel manusia. (meski hanya sebgaian kecil yang sudah ‘ketahuan’ fungsiya) Gen miliaran spesies manusia dia tas bumi ini adalah sama, kembar, lalu apa yang membedakan setiap individu nya? Selain polymorphism (saya sangat yakin anda tidak memerlukan penjelasan detailnya), setiap gen memiliki kualitas ekspresi yang berbeda yang secara kompleks mengakibatkan perbedaan (sifat) setiap individu. Bahkan 2 anak yang kembar identik pun bisa sangat berbeda sifatnya, perilakunya, karakter-karakter nya, dan tingkat egoismenya.

Berlari adalah salah satu produk dari sifat egoisme manusia. 
Ngapain coba, lari jauh? Simpelnya begitu. 

Menurut saya, egoisme malah bisa menjadi dasar yang positif jika dikelola dengan baik, dengan matang, penuh strategi, praktis, dan ditambah pandangan yang visioner terhadap kita sendiri. 

Kita ambil simulasi kasusnya, mendaftar event race full marathon karena sebuah motif egois misal membuktikan kepada lingkungan kita kalau kita ini ga mau kelihatan lemah. 
Disini, si orang ini harus mengawalinya dengan memilih waktu dan event yang setidaknya ideal untuk kemampuannya. Baik fisik, ekonomi, dan sudut pandang kemampuan penyokong lain. Taroh saja, yang lokasi event nya di satu pulau dengan tempat tinggalnya, event dengan race organizer yang sudah terbukti mumpuni buat jadi host untuk peserta race-nya, dan memilih timeline yang sesuai dengan jadwal persiapan, cuti kerjaan, dan sebagainya. 
Lalu memulai semua persiapannya dengan optimal, memulai jarak lari dan pembentukan fisik secara pelan tapi kontinyu dengan mempersiapkan trainingplan yang khusus dirancang untuk pribadi. Dan saat ini, tidak sedikit komunitas lari yang punya relasi dengan pihak profesional yang memang kompeten untuk melatih segala jenis pelari.
Tiba saat race, memiliki attitude sebagai pelari juga menjadi esensial, ini pun untuk ego kita, misalnya, berlapang dada kalo memang merasa tidak bisa menyelesaikan race di bawah cut off time atau gagal menembus target waktu tertentu ,dan menerima semua akibatnya untuk menjadi dasar metafora kita selanjutnya. 
Saya sepakat dengan Pak Murakami, yang menyatakan kalau semua pelari itu motif dasarnya bukan untuk kesehatan, tapi mereka berlari untuk pemuasan ego-nya. Karena dengan berlari, kita bisa lebih mengelola diri, mengelola ego.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

2018 Journal (1): pulang sebentar biat ngecharge jiwa. 13 Dec 2018 5:36 PM (6 years ago)

Sejak merantau jauh kemari (Jepang), liburan ke tanah air itu bagai mimpi, ngebayanginnya aja udah senang. Kalau dihitung, kepulangan saya ke Indonesia Oktober-November kemarin itu adalah mudik pertama saya dalam 3 tahun terakhir. Saya sengaja merencanakannya jauh jauh jauh jauh hari banget, karena ini merupakan mudik dengan anak-anak untuk pertama kali. Walau bayangin bebek goreng itu indah, tapi bayangin keribetan perjalanan panjang bersama kiana (3 tahun) dan kai (17 bulan) itu juga sesuatu ya, hehe.

Perjalanan panjang
   Kagoshima, kota kami disini , sangat jauh dari pusatnya Jepang (sekitar 1000an km dari area Kanto), maka kami memilih Korean Airlines sebagai penerbangan ideal Kagoshima-Incheon-Jakarta dengan total perjalanan di atas pesawat 10.5 jam plus transit 2.5jam di Incheon. Tiket pesawatnya mungkin relatif murah untuk sekedar Jepang-Indonesia pulang pergi. Tapi karena saya total ber-4, jadinya kalo dirupiahin sekitar 30 juta-an rupiah. dan estimasi kehilangan "gaji" beasiswa disini (karena pergi lebih dari satu bulan) adalah sekitar 20juta-an rupiah. Soal budgeting ini yang sebenernya jadi alasan utama kenapa kami baru pertama kali pulang setelah 3 tahun merantau. Bukan karena terinspirasi lagu bang Toyib.
Diatas pesawat, kami (terutama istri) sepertinya melalui waktu-waktu tersulit dalam hidupnya, Kai yang masih menyusu tapi badannya uda lumayan panjang dan tidak cukup di basinet bayi dan tidak dapat kursi, sparo perjalanan cukup rewel karena tidak nyaman. mengakibatkan mamanya yang lumayan kelelahan tidak bisa nyaman juga. Ditambah si Kiana yang rewel bosan juga.
Perjalanan pulang Jakarta Kagoshima yang kebetulan merupakan penerbangan tengah malam, relatif tidak serewel perjalanan siang saat dari Jepang-Indonesia, juga karena persiapan kami lebih matang dengan bantalan kaki yang bisa membuat Kiana tidur spanjang penerbangan (dan sebenernya bantal udara buat kaki ini dilarang oleh maskapai, tapi sekali itu dimaklumi oleh kru pesawat, saya terimakasih banget lho ini, anyang  haseo! wkwkwk). Kesimpulannya, untuk flight panjang bawa anak, lebih baik yang overnight-flight.
Tapi pada akhirnya saya dan istri bahagia banget, problem perjalanan memang sesuai ekspektasi alias ga ada masalah bagasi atau masalah imigrasi, atau masalah lainnya. we had save safe flight.

Rumahnya Banyak
  Selama pulang Indonesia kemarin, kami hidup "nomaden" karena nebeng sana-sini. Jadwal kami adalah: Jakarta 4 hari- Surabaya 17 hari, Bali 5 hari, Semarang 15 hari, Jogja-Magelang 5 hari, Semarang lagi 2 hari, Surabaya lagi 2 hari, Jakarta 3 hari. Semua nebeng di rumah sodara (kecuali pas di Bali dan MagelangJogja kami tidur hotel). Transport bervariasi antara pesawat, kreta dan nyetir mobil. Semua perjalanan kami ber-4 ini sepaket alias slalu bareng dan berbagi megangin anak-anak. Karena adaptasi lingkungan terutama karena suhu dan pindah-pindah tempat nginep, kami mengalami gangguan kesehatan secara gantian, sebenernya sesuai ekspektasi , gejala flu ringan sampai demam (saja) tanpa masalah berat lain. Memang cukup melelahkan (secara fisik) sih ya semua ini hehehehe, tapi skali lagi, Alhamdulillah ga ada masalah besar.
Dan walaupun kami banyak menggugurkan bucketlist kami terutama soal ketemuan sama temen-temen dan sodara. Alias ga smuanya ditakdirkan jodoh bisa ketemu karena adugile rasanya liburan ini liburan dengan jadwal terpadat yang pernah kami lalui, terutama untuk ngatur ketemuan sama handai-taulan. Dan setelah berhasil ketemuan itu kita slalu ngrasa betapa berharganya setiap momen hidup dan ketemuan langsung.
Kesimpulan kemarin: liburan mudik hampir 2 bulan itu pas banget sibuknya! kalo sebulan anjis sibuknya, kalo 1-2minggu itu untuk supersaiya saja.

Banyak hal "lain"
 Saat baru sampai Surabaya, pagi-pagi ada kabar soal meninggalnya pakde saya karena kecelakaan. Cukup menghenyakkan karena beliau adalah pakde terdekat saya. Dan kami belum sempat bertemu (baru rencana ketemuan November) tapi takdirnya beliau meninggal dahulu. Kamipun saat itu bergegas ke Semarang 1 malam untuk melayat. Satu sisi walau kondisi berkabung, keluarga besar kami jadi berkumpul di rumah duka, dan justru jadi ajang silaturahmi bahkan banyak saudara dari keluarga besar saya yang sudah puluhan tahun tidak ketemu datang.
 Saat kepulangan kembali ke Jepang sudah mendekat, saya dan genk SMA saya, (mereka adalah sahabat-sahabat saya) yang sulit banget nemu waktu untuk bertemu, akhirnya ditemukan dalam rumah duka pula. Anak dari salah satu sahabat saya meninggal mendadak (usia bayi), dan kami semua bertemu di rumah duka. Kok rasanya gini ya.. Betapa semua ini diatur semisteri ini.

Pelukan demi pelukan, senyum demi senyum, orang lama yang tidak berubah dan sudah berubah, ratusan cerita soal kabar terkini soal warung di pojokan, jalanan yang sudah jadi satu arah, resto dan kafe sebagai identitas baru di Semarang dan Surabaya. Makanan enak yang tak ada habisnya sampai rasanya tidak pernah perut ini terasa lapar. Suasana kacau jalanan saat menyetir atau berlari di kota sambil nostalgia memungut kenangan. Rasanya terlalu nyaman. terlalu. Jadi lumayan paham soal definisi dari "rumah".

Rasanya waktu panjang yang saya pakai untuk liburan ini, Uang yang dibayar dan dipakai untuk smua ini, waktu-waktu sulit terutama bepergian bersama anak-anak kami, dan semua hal yang secara materi kami buang dan kami pakai, rasanya sangat pantas, sangat pantas.

Tidak sedikit yang bertanya, apakah saya akan terus di Jepang nanti, kalo ditanya nyaman, saya nyaman banget disini karena mungkin fase adaptasi sudah dilewatin. Namun saya dengan refleks selalu menjawab, saya pasti akan pulang ke Indonesia, ke rumah saya. Saya tahu itu.

Hati saya ini hati yang biasa, yang bisa mellow juga, yang ringkih seperti kaca yang tipis. Berlama-lama di rantau itu menurut saya tidak membuat hati ini tambah kuat dan tebal. Semakin lama disini saya semakin ringkih dan semakin tahu kemana saya akan pulang, rumah saya yang mana. Setiap waktu , setiap nyawa, adalah taruhan ketika saya jauh dari rumah, jauh dari sahabat dan keluarga saya. Meninggalnya pakde saya, meninggalnya anak sahabat saya, membuat saya berkali-kali takut tidak bertemu orang-orang yang sudah menjadi bagian rumah saya, yang membuat saya ada sekarang.
Alhamdulillah saya sempat memeluk nenek-nenek saya yang masih ada, paman, bude, tante-tante saya, dan bukan hanya orang-orang tua, smua orang ga tau juga kapan habis "waktu" nya. Persis saat saya tahun lalu yang kayanya dekat sekali dengan kematian. Kita ini mahkluk sangat kecil, egois dan sangat tidak berdaya.

Kita tak pernah tahu, dan ga ada pilihan selain memeluk semua momen di hidup kita secara detail. Merasakan denyut setiap pagi, setiap udara dingin menusuk di musim dingin, setiap hujan badai di bulan Desember.

Hidup rantau itu mungkin seperti menyelam. Melihat batu karang dan keindahan beragam jenis keindahan lain dibawah laut. Tapi kita sadar itu bukan rumah kita, pada saatnya kita harus kembali ke rumah kita di darat. kembali dengan kekacauan di darat yang selalu kita rindukan tanpa sadar.


hehe kok saya jadi terhura ya haha








Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Full marathon ter-Melankolis 22 Nov 2018 10:04 PM (6 years ago)



Full marathon adalah berlari sejauh 42.195 kilometer. Secara angka iya, tapi scara fisik bukan dua kali half marathon atau 4.2kali berlari 10km. Tubuh manusia normal memang de-desain untuk beraktivitas dan tidak diam. Juga dengan tubuh manusia yang yang sudah jatuh bangun dengan banyak penyakit, misal seperti otot diafragma yang menjadi tumor dan diganti separonya, paru kiri yang tidak utuh karena dibuang sebagian, ditambah otot-otot punggung yang dibuang beserta sebagian tulang belakangnya. Cacat? Iya. Tapi tetap, badan ini de-desain untuk beraktivitas (biasa).
Bagi orang normal, full marathon adalah olahraga ekstrim. Umumnya harus dipersiapkan 3-4 bulan, itu saja untuk target hanya ‘menylesaikan’. (Kecuali manusia yang berbakat dan terbiasa memiliki endurance diatas rerata). Kenapa ekstrim? Karena taruhannya adalah nyawa.
Awalnya pikiran saya seperti ini: Manusia itu lucu, jika diberi pilihan (oleh-Nya) penderitaan, entah nyeri secara fisik atau psikis, umumnya tidak mau. Tapi kalo ada hal-hal ekstrim seperti marathon tadi: menyiksa secara fisik, membuang waktu bulanan untuk latihan, bayar, cuma dapet medali dan foto-foto, ga dapet podium juara, nyeri, dll dll (intinya nyiksa dirilah) ga sedikit yang gandrung.
Konsep tadi itu buyar setelah ada movement “no plan B” (bisa cek di yutub, dibikin mini-movie sama brand Rapha). Si penggagas adalah pejuang/penderita kanker usus besar. Dia merasakan nyeri yang dia sendiri tidak bisa memilih. Ego dasar manusia itu tadi dia jadikan dasar untuk mengumpulkan banyak orang lain untuk menggalang dana dan membangun spirit dengan mengadakan longride dengan sepedaan ke jarak panjang tertentu melalui pegunungan yang terkenal berat sekali tanjakannya. Si dia melakukannya saat dalam siklus kemo. Unreal.
Bentuk rasa syukur dia terhadap hidup, menunjukkan bahwa empati itu bisa dicipta dengan menyiksa diri dengan siksaan yang bisa dipilih. Empati besar yang ditunjukkan kepada semua pejuang-penyintas kanker dan keluarganya yang tidak ada pilihan selain melalui penderitaan melawan kanker. (“no plan B”)
Saya merasakan hal yang sama kemarin. Meniru semangat “no plan B”, saya, yang cacat ini, yang persis satu tahun lalu masih tergeletak di Kasur ICU dengan kabel kabel monitor, dengan selang-selang yang menghubungkan organ-organ saya sendiri dengan kantung-kantung yang melekat dengan tubuh saya, dengan ribuan bentuk kekhawatiran dari istri, keluarga ,orang-orang dekat, bahkan orang-orang jauh dengan saya. Rasanya campur aduk hingga hancur (saat itu).
....
Lalu saya terasa tiba-tiba bangun di tengah mimpi, iya, di dalam mimpi. Petunjuk besar bertuliskan 41km. "Satu kilometer lagi" teriakan dari dalam saya.
Saya dengan baju lari saya yang sudah lepek karna basah kering oleh keringat dan siraman air, kedua kaki saya yang seolah tidak mau berhenti walau sangat kelelahan mau meledak, nafas yang sesak bukan karena paru kelelahan, tapi karna air mata yang mulai menetes tumpah, lari dengan tersedu-sedu. Teriakan nama saya oleh smua orang, teriakan #kalahkankanker karena tulisan itu ada pada punggung kami. Iya, kami, karena saya tidak sendiri.
Saya berlari bersama puluhan teman saya, yang mungkin memiliki perasaan sama dengan saya: ga percaya sampai disini. Dan saya juga merasakan energi dari (mungkin) para keluarga, para pejuang, para penyintas, arwah para mantan pejuang (yang semangatnya abadi), para malaikat, yang tidak smuanya ada di lokasi tapi semuanya paham bahwa ini bukan mimpi.
Kami finish bergandengan.
Lalu saya menangis untuk ego saya sendiri. Terasa campur aduk. Antara hina dan bahagia.
Saya bahkan merasa sangat dekat dengan Tuhan, karena betapa baiknya Dia terhadap saya yang begitu ga sempurnanya ke Dia, begitu hinanya saya yang dengan sombong merasa pantas diberi hidup, malah mengambil resiko membuang hidup saya dengan lari sejauh ini.
Tapi mungkin ini cara-Nya untuk ngasi tahu ke lingkungan saya, mereka, dan semua manusia, bahwa:
Kanker bisa dikalahkan.
Bersama.
Dan ini masih awal dari perilaku kami untuk ini.
#marirayakanhidup





Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

MILES TO SHARE (behind the scene) 3 Jul 2018 3:50 AM (6 years ago)

Sudah hampir 3 tahun terhitung sejak mid 2015 kemarin saya di perantauan.

Rencana saya pulang oktober-november nanti. Diluar hal itu, saya memang sudah berjanji pada diri saya, sejak menyelesaikan 42km full marathon kagoshima pada musim semi 2017 kemarin, bahwa saat itu (usia 31) sampai usia 50 (atau lebih) saya akan terus mengikuti full marathon minimal setahun satu kali.

Harapan mengikuti ajang marathon lokal pada awal tahun ini gagal. Saya memutuskan tidak mengikutinya (padahal sudah daftar) karna setelah menilai kondisi saya setelah operasi kedua pada desember lalu (pengangkatan tumor punggung dan tulang blakang bagian leher, serta penanaman plat titanium) berakibat keterbatasan saya untuk persiapan apalagi untuk berlari, tidak ngapa-ngapain aja saya begitu… yaaa begitulah ya hehehheheh…
Diluar sana, hampir semua keluarga, teman-teman, guru-guru saya, dan lingkungan saya tentu khawatir dengan kondisi saya. Iya, sayapun.

Tapi entah, dalam hati masih ngotot untuk memenuhi janji pribadi saya, kerjaan saya mengecek jadwal event full marathon.
Takdirnya, ada pertemuan tahunan bedah saraf di Bali akhir oktober nanti. Lalu ada event borobudur marathon di mid novembernya. Segitu pas-nya ya =]
——
Ada usul dari salah satu sahabat saya (yang pelari juga), bahwa ini kesempatan yang baik untuk ‘charity run’. Iya ini memang untuk kebaikan, tapi jalan cerita pribadi saya cukup ‘menjual’ untuk menumbuhkan hasrat orang lain untuk peduli dan berdonasi dengan niat membantu manusia lain yang butuh bantuan. Saya langsung melangkah lanjut untkk merealisasikan hal itu, daftar marathonnya, mencari dan melakukan riset kecil kemana akan berdonasi, dan tehnis-tehnis kecil lain.
Saya juga membentuk grup ‘kecil’ untuk membuat fundraise saya ini berjalan baik,, sahabat saya tadi itu dan sahabat lain.
——
Pilihan kami jatuh kepada:
Yayasan kanker indonesia cabang jawa timur.
(Ulasan mengenai kenapa yayasan ini, bisa dibaca di posting kami selanjutnya)
——
Rasanya indah sekali hidup ini, walau sistem di negara kita (indonesia) untuk mensupport pasien dan keluarga penderita kanker rasanya lumayan jauh dari cukup, tapi setidaknya kami sangat bersemangat untuk melakukan sesuatu untuk mereka. Mungkin ini tidak besar, iya, kami bukan avengers yang akan menyelamatkan dunia. Tapi #milestoshare ini membuat setiap udara pagi yang kami hirup tambah segar, hidup kami yang penuh dengan kerjaan dan ketambahan training log untuk marathon 20 minggu lagi akan menjadi salah satu momen hidup kami yang puitis. Karena apa? Karena kami melakukannya untuk kebaikan orang lain juga.
----
Langkah-langkah yang saya ambil setelah memutuskan untuk membuat fundraising adalah:

  1. Nama. Ga terlalu rumit sebenarnya, setelah mempertimbangkan beberapa nama dan surving di internet dari banyak fundraise yang sudah ada, saya memutuskan memakai ‘miles to share‘ (usul dari istri saya) karena visi saya kedepan nama fundraise ini akan saya pakai lagi dan lagi, kalo bisa ya sampe nanti-nanti-nanti-nanti gitu.. *maklum saya kebiasaan ngayal jauh*.. jadi nanti kalo misal geng sepeda saya mau fundraise ya bisa pake ini, atau geng motor gaul mana gitu mau pake ini buat acara touring gitu juga bisa, asal tujuannya sama. Untuk membantu sesama. Cukup asik kan ya?
  1. Tujuan donasi. Ga terlalu rumit juga menemukan yayasan-yayasan yang punya potensi membantu langsung bagi para pasien kanker dan atau keluarganya. (Iya memang untuk awal ini saya konsen ke bidang ‘kanker’). Tapi untuk hal semacam fundraising ini ternyata di lapangan cukup populer di Jakarta dan sekitarnya tapi tidak di daerah. Saya juga kebetulan punya teman baik yang kebetulan juga pengurus inti YKI cabang Jatim. Setelah melakukan riset sedikit, saya juga menemukan fakta kalau cukup banyak juga pasien yang menjadi ‘tanggung jawab’ YKI jatim ini, huhungannya dengan ruang lingkup RS.Sutomo Surabaya yang menjadi pusat rujukan Indonesia Timur. (yes, Termasuk Kalimantan separo timur, Sulawesi, Maluku, NusaTenggara, dan Papua). Dan juga ada kendala dan dukungan yang dibutuhkan untuk operasional yayasan khususnya untuk rumah singgah. Dimana setahun bisa 250an pasien (data 5tahun terakhir) yang menghunakan fasilitas tersebut guna berobat ke rs.Sutomo. Dan untuk maintaining yayasan ini cukup kredibel karna milik pemerintah. Walo oleh sebab hal itu, lumayan ga gampang untuk ‘nembus’ protokoler sampai rencana saya disetujui. Saya sangat maklum karena konsep findraise pribadi seperti #milestoshare ini mungkin kurang populer. Tapi Alhamdulillah semua lancar dan semua memberi dukungan.
  1. Platform digital untk fundraising. Tentunya ga banyak pilihan karena kitabisa.com memberi fasilitas yang sangat bagus dan sudah establishsejak 2013 (kalo ga salah), dan semakin kesini sudah memiliki pengalaman ratusan fundraising di platform mereka. Jadi monggo lah dibuka link-nya di https://kitabisa.com/milestoshare
  1. Tim #milestoshare. Jadi ini sebenarnya diluar ekspektasi saya untuk mendapat respon sebegitu baiknya dari lingkungan saya untuk #milestoshare. Jadi saya pun langsung meng-iya kan setelah bbrp teman saya sepakat untuk membuat campaign ini lebih ter-menej dengan baik, supaya fungsinya lebih optimal sampai fundraising #milestoshare (gelombang1) ditutup pada hari H, Borobudur Marathon 2018 di Magelang nanti.

Jadi begitulah kira-kira ringkasan cerita kami tentang bagaimana #milestoshare ini ada.
(Repost dari tulisan kami di blog https://milestoshare.wordpress.com/ )

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

MILES TO SHARE (A CHARITY RUN FOR CANCER PATIENTS IN EAST JAVA, INDONESIA) 15 Jun 2018 11:27 PM (6 years ago)

Hi there, I am Kamil, 32 years old. 
I was diagnosed with fibrosarcoma (connective tissue cancer) in multiple areas on my body. I underwent 5 surgeries in the last 10 years (4 tumor removal surgeries and 1 complication infection surgery). Last year, my Diaphragma, the main muscle for breathing, was replaced with an artificial one because part of it became tumorous. A small part of my left lung has also been removed. A few parts of my spine and the surrounding muscles on the neck and chest area have also been removed. A titanium plate was inserted for additional support. 
I am very grateful to have a very supporting family, which together with my medical professional background, has allowed me to make the most out of my cancer treatment. I have been very lucky to be able to overcome my difficulties until now.
My experience has made me realize that not all cancer patients and cancer survivors are as lucky as I am. Unfortunately, not everyone is blessed with a fully supportive family, has easy access to health facilities or financial support. 
On 18th November 2018 I will be running in a Full Marathon class (42,195 KM) in the Borobudur Marathon. This will be my second FM, but it will be my first full marathon after my diaphragm and lung tumor removal and installation of titanium plate for my neck support.
I am definitely very excited about this. We, cancer survivors will beat our illness/condition.
You can be part of this too, by donating to cancer patients and cancer survivors in their battle fighting cancer. 
100% of the donations collected will be used to support the foster house of Yayasan Kanker Indonesia, East Java branch. This foster house facilitates cancer patients from other cities and other islands throughout Indonesia.
This might not help much, but I believe #milestoshare will definitely give impact to our healing process.
Warm greetings, 
Kamil
https://kitabisa.com/milestoshare

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Ternyata Sarkoma: Apricity (part 3-habis) 27 Jan 2018 5:07 AM (7 years ago)


Apricity. Sebuah kata yang saya baru tau. Padahal sudah merasakannya sejak mengalami 3 musim dingin disini. Kehangatan yang menyamankan dari matahari di suhu dingin (yaaa kira kira 0 drajat selsius plus minus 10 lah ya).

Seperti sering kita bahas dan dunia bahas, bahwa nilai dari sesuatu itu menjadi sungguh berlipat jika berada saat atau di luar zona nyaman. seperti 'apricity' tadi.

Saat saya menulis ini adalah saat sudah hampir dua bulan setelah operasi utama pengangkatan fibrosarkom di tulang belakang saya. dan sampai bulan depan saya pun harus menggunakan korset khusus. (korset dipakai untuk menyangga gerakan leher saya karna terdapat plat yang ditanam di antara sumbu tulang belakang leher dan dada). InsyaAllah kalau hasil CT akhir bulan depan baik, tulang sudah menyambung, maka sayapun boleh lepas korset itu.

Walaupun terlihat seperti superhero saat memakainya, tentu tidak senyaman orang normal. Alhamdulillah lingkungan saya disini sangat "okay" untuk manusia dengan disabilitas seperti saya (insyaAllah sementara), coba pakai sehari-hari di Indonesia tercinta, saya akan lelah menjelaskan kepada lingkungan saya yang sayang dan perhatiannya bukan main, hehehehehehhehehehehe
ga dink, ga tau juga,,

................

Banyak hal yang saya dapat dari perjalanan terapi saya kemarin. Saya dirawat di rumah sakit kurang lebih 37 hari. dua kali operasi (yang kedua karna re-open karna curiga infeksi, Alhamdulillah nya ga kebukti sih). Jujur untuk operasi kedua pada hari natal itu saya sangat galau dan mungkin bisa dibilang stres, tapi puji sukur bisa melaluinya dengan lumayan sabar dan pasrah. (terimakasih sekali untuk pelukan dan pengertian nya ya, istri aku... ).

Banyak sekali sisi-sisi lain dari perawatan , terutama yang berhubungan dengan kenyamanan pasien. Simpel saja, soal selang infus (dan selang-selang lain seperti NGT, kateter, dan terutama Drain post operasi). Hubungannya bukan dengan kontrol nyeri saja, namun berhubungan dengan mobilitas pasien, higienitas (pake banyak selang = tidak mandi ), lalu tentang siklus toilet pasien seperti pipis dan BAB (paling nyaman ya pasien bisa BAB dan bersih-bersih sendiri di kamar mandi, kan dari kecil BAK-BAB ini hal privat), siklus tidur (misal jadwal nyala-mati lampu kamar rawat, pasien itu sakit dan umumnya butuh istirahat lebih berkualitas), dan sampai hal hal lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien saat dirawat. Jujur selama jadi dokter dan merawat, saya sering skip pada hal-hal diatas, saya percaya sebagian besar dokter juga ga ada yang perfect dalam memperhatikan detail perawatan pasien di rumah sakit.

Percaya, hal-hal kecil yang berhubungan dengan kenyamanan pasien tadi, misal: lepas infus dan bisa mandi sendiri ke kamar mandi. adalah seperti apricity di puncak musim dingin. begitu besar pengaruhnya ke mental pasien. Setidaknya saya sendiri merasakan seperti itu.

Saya sudah lumayan lama bekerja di lingkungan tukang operasi -kasarannya begitu-, tapi dihadapkan dengan rangkaian-rangkaian terapi operasi (persiapan, bius total, bangun, nyeri fase akut, penyembuhan, dll dll dll) itu saja begitu perjuangan batin-nya. Apalagi orang awam (baca: orang diluar medis) yang ditakdirkan melewati rangkaian-rangkaian terapi untuk penyakitnya.

SALUT & RESPEK untuk semua pasien yang bisa , akan , sedang dan yang sudah melewati penyakit-terapi nya masing-masing. Kalian dan keluarga kalian benar-benar luar biasa.

Iya, memang (setiap) manusia sudah berjuang semenjak sperma yang berhasil lolos seleksi untuk membuahi, proses lahir, proses pendewasaan diri, dan smua perjuangan yang telah dan akan dilakukan dalam masalahnya masing-masing. Jadi bagi yang ga pernah dikasi penyakit tertentu, jangan berkecil hati, hehehehhe, pasti kalian juga pejuang yang hebat karna pasti pernah melalui masa-masa sulit, entah apalah itu.
Semua orang-orang besar dijamin pernah melalui mas sulit masing-masing.
-mario kamilguh-2018






Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Ternyata Sarkoma: Fase Akut (part2) 6 Jan 2018 3:52 PM (7 years ago)

Setiap menutup mata, selalu saja muncul halusinasi yang mirip seperti mimpi. Mirip, karena tidak sama, semua seperti bisa diatur awalnya , lalu berlanjut tanpa kontrol. Gambaran langit dengan ribuan bintang dengan latar belakang gelap malam, saya seperti penonton di tengah padang dengan ribuan api unggun, serigala-serigala yang bernyanyi menatap langit seolah menonton sirkus bintang-bintang yang menarikan irama yang juga hadir secara acak. Satu sisi saya membiarkan diri tenggelam dalam entah ketenangan atau kebinaran yang absurd itu. Playlist di gadget dengan lagu-lagu ambiens dan klasik dari gardikagigih dan akira kosemura saya mix begitu rupa untuk menadah khayal. Tanpa nyeri, tanpa terasa tersiksa panasnya luka-luka operasi 3 hari lalu. Tiba-tiba saya terbangun, ingin kencing, menengok jam yang ternyata baru 1-2jam dari terakhir saya melakukan hal ini, menekan tombol perawat untuk meminta tabung pispot , memiringkan tubuh sedikit, menahan kekakuan di leher-punggung atas, membuka celana sedikit dan kencing miring ke pispot, memanggil perawat lagi untuk mengambil kencing saya di tampungan itu, sambil menunggu selalu saya perhatikan warna dan volume kencing saya. Begitu saja terus sampai besoknya.. 

Hari itu malam hari ketiga setelah saya di operasi untuk kesekian kalinya. (Eh, baru empat kali denk). 

Iya, fase akut paska bedah adalah seperti neraka dunia. Puncak inflamasi terjadi sebagai respon tubuh terhadap manipulasi besar terhadap fisiologisnya. Pembuluh darah dan kapiler membesar, jantung memompa lebih giat, semua tentara sel darah dokerahkan untuk mengembalikan fungsi, berakibat medan perang di area luka operasi seperti membara demi kebaikan. Dengan efek samping ketidakberdayaan si empunya tubuh untuk membantu perang itu selesai cepat selain beristirahat penuh. Tanpa pilihan yang banyak untuk posisi istirahat. Pegal dimana-mana namun hanya bisa dibiarkan. Kontrol nyeri. Obat-obat bius saat operasi (terutama operasi panjang) yang masih tersisa dan menyebabkan daya hayal dan halusinasi.

Kali ini operasi saya adalah mengenai pengangkatan si tumor di punggung saya yang berukuran panjang 15cm-an, sedikit menginvasi bagian kecil beberapa tulang belakang, dan sedikit merasuki saluran sumsumnya. Tim dokter disini memutuskan untuk bertindak se-agresif mungkin, pertimbangannya saya ini nantinya akan bekerja aktif sebagai dokter bedah juga, masih muda dan petakilan. Maka untuk semua itu tiga ruas tulang belakang saya diambil sebagian (laminektomi v.th1-2-3) dan pemasangan cagak besi di dalam untuk menopangnya (stabilisasi dengan pedicle screw & rod), plus graft tulang dari iliaca. lalu supaya ruang kosong yang ditinggalkan tumor(dan otot disekitarnya yang ikut diambil) maka otot sayap saya sebelah kanan diputar ke tengah (rotational flap latissimus dorsi dex.)
Total 9 jam dari insisi sampai tutup lagi. Menginap di ICU dua malam (semalam ditidurkan), dan proses ekstubasi dan lepas-lepas selang lain yang saya sadar saat dilakukan, kepahitan-kepahitan yang seperti dejavu. Lebih ke ujian mental karena tidak cuma kali ini saya lalui.

Sebelum malam ketiga tadi, datangnya malam adalah sesuatu yang saya kurang suka, ngantuk sekali namun tak bisa tidur karna halusinasi dan ketidaknyananan super yang mengganggu, perasaan kepanasan dan kedinginan yang berganti dan serba salah,, ketenangan yang bisa didapat hanya beberapa saat setelah obat antinyeri masuk.. adaptasi yang terasa gagal secara mental. Namun saya secara sadar cuma berbekal percaya bahwa itu hanya sesaat, itu hanya fase sebentar, dan Alhamdulillah bisa melaluinya walau terasa babak belur secara perasaan, tapi itu langsung terhapus perasaan sukur yang saya bangun diparoh otak saya yang lain.

Iya, semua ini tergantung pikiran kita yang kita bisa kontrol walaupun tidak seluruhnya.

Cuma Alhamdulillah. =]




Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Ternyata Sarkoma (part1) 3 Jan 2018 2:38 AM (7 years ago)


Got my (another) surgery last thursday. Not A surprise fo me n wife coz it planned well since we had Kai inside my wife’s uterus. Kai born-my diaphragm surgery (the metas one)- then my main spine tumor. 
But it’s really cool coz totally i have 3 big incision on body, 1 of them is 3 times like hattrick, and some small incisions (iliac graft, chest chube, blablabla..)
‘Cool’ because even i couldn’t take the negativity out of my cranium, they will be having a party every single night, but if i have a light even it small like a candle versus black big ocean. We can live with it. We can see everything brighter.

Yes I am young, and it happens, I am special, at least for me my wife, kiana n kai, also my family there, Spritually to keep hi-low relation to the God.
I have low grade fibro sarcoma. Means: cancer. Number one nontraumatic modern human killer. I have that molecular problem since 10 years ago based on the pathological review from the first op. I dont know how He changed the diagnosis i got before in that milisecond hehehe, Alhamdulillah.

Don’t worry i keep my candle here, i will do something to the human who got the feeling like me. Another research, another surgery (ofcourse as a surgeon, coz i am neurosurgeon wannabe =] ), another help to their heart singing, their family struggling. They will see the human being shudn’t lost. 

Maybe not a big thing, but i m promise it will brighter than the darkness nightmare .
The winter was begin. kagoshima , desember 14th, 2017.
( diunduh dari postingan iG di akun saya @kamilmoon_ )
———

Bulan Oktober kemarin, di bawah bayang langit cerah berwarna ungu kelabu itu (lebay ya),, saat itu si prof memanggil saya, untuk ngobrolin hasil diagnosis saya. Kaget? Ya iyalah..
Hasil pemeriksaan analisis jaringan tumor saya: tumor diafragma kemarin, tumor di punggung dan spine (hasil FN biopsi terbaru), dan review parafin block tumor punggung saya hasil operasi tahun 2006&2014 di Indonesia (yang sebelumnya diagnosis PA-nya adalah Neurofibroma):
“ Low Grade fibromyxoid sarcoma “
.......
Nama yang cukup buruk untuk diderita pada diri. Iya, sarkoma termasuk jenis kanker.
.......
Saya memang cukup terlatih untuk tidak panik, mungkin karna pengalaman-pengalaman seru saya saat koas dan residensi dahulu. Jadi ingat saat operasi kraniotomi evakuasi EDH temporobasal dahulu di tengah malam di OK IGD rs.Sutomo. Tiba-tiba ada darah mengalir vertikal seperti air mancur, lalu saya (sebagai operator) refleks menggunakan ujung jari telunjuk saya untuk menghentikan hal itu. Nafas. Lalu becandain asisten saya supaya dia tenang karna terlihat tercengang panik beberapa saat. Lalu baru mikir lanjutnya ngapain. Iya, apapun ga boleh panik.

Kembali ke laptop.
Saya bergegas menemukan literatur mengenai jenis tumor saya membaca dengan teliti, lalu baru diskusi dengan ibunya anak-anak dan dengan keluarga besar saya. Dari badai ini ternyata banyak banget yang bisa disukuri, karna jenis kanker yang ga terlalu agresif dan ganas, walau dengan angka rekurensi (kekambuhan) yang cukup tinggi dan penyebaran / metastasis yang cukup tinggi pula. Iya buktinya saya sendiri uda kambuh sampai operasi 3x di punggung dan satu kali di diafragma saya (metastasis). Jadi ya saya mirip-mirip anggap aja kaya anggotanya X-men yang punya kemampuan khusus ga bisa ngendaliin pertumbuhan tumor, hehehe..
InsyAllah harapan hidup saya besar secara biologis, dan sepertinya menjadi tantangan yang sangat seru untuk jalanin cerita hidup saya yang masih panjang ini.

Gondok dengan misdiagnosa penyakit saya sebelumnya? Ada sih sedikit. Tapi apa daya saya lupa caranya menyesal =]

We are all a fighter and love to fight, right?


(Gambar: sesaat sebelum masuk ruang operasi tumor punggung saya awal desember kemarin)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Diafragma: salam supersaiya (3-habis ajalah ya..) 7 Oct 2017 4:38 AM (7 years ago)

Kadang jika kita menutup mata dan membayangkan 'what if' ini dan 'what if' itu, semua hal bisa sangat berkebalikan, ada yang sangat bisa disukuri dan bisa jadi juga membuat satu sisi kita (sering) tak sengaja negatif.

What if, saya hidup di keluarga yang berbeda, atau bagaimana jika saya punya istri Raisa. #halah

Semua sawang sinawang.

Tentu Cristiano Ronaldo kesal setengah mati, di level "pmain sepakbola pro yang jarang banget cedera", dia malah cedera saat final euro terakhir kemarin saat pertandingan baru jalan beberapa menit. Ya untungnya sih menang.. kalo kalah, bisa beda banget ceritanya, untuk dia, untuk banyak hal di dalam karirnya.

Mungkin Leonardo Davinci tak bakal se-Amazing itu jika dia dilahirkan saat perang dunia kedua, penemuan-penemuan pentingnya sudah ditemukan orang lain, dan dia mungkin cuma jadi tentara infanteri yang mati tertembak di perbatasan Sisilia. Atau LebronJames jika terlahir saat basket belum ditemukan, mungkin doi cuma jadi jagoan di pasar lokal di Acron.

Atau saya, jika lahir dengan tumor yang sama , bisa banget mati muda tiba-tiba tanpa makna jika hidup di peradaban tengah saat bekerja di ladang di jaman Majapahit.


Hehehe. Maaf analogi saya semrawut tanpa benang merah.


Semua hal adalah berharga. Termasuk fungsi fungsi 'sepele' tubuh seperti batuk, bersin, nafas dalam, dan bahkan tertawa. Iya, operasi yang saya lewatin kemarin membuat hal kecil diatas selalu disertai nyeri sangat. Alhamdulillah itu berangsur membaik seiring penyembuhan. Walaupun harus berdamai dengan ambang batas kesabaran diatas rerata (mungkin).

Semua mengenai zona nyaman, seperti pemuda yang akhirnya menghargai sebungkus nasi bebek di saat ga mungkin gampang dapetin itu saat rantau di negri orang. #curhatdulusayanya
Atau arti sebuah keluarga, orangtua, pekerjaan, dan lainnya yang menjadi berlipat-lipat nilainya setelah keluar dari zona nyaman itu. Sengaja atau tidak.

Mungkin pelari profesional atau amatiran, penghobi roadbike yang bisa dan punya waktu untuk nglakuin longride/longrun bakal lebih merasa waktu yang dia telah habiskan itu sangat-sangat berharga: jika dia cedera, atau jatuh dalam kondisi yang membuatnya dari nol lagi, atau bahkan terpaksa berhenti. Rasanya pasti frustasi sekali. 



Mungkin tak smua orang diberi kekuatan yang sama untuk menghadapi jarak yang jauh dengan zona nyaman tadi. Juga kemampuan menjadi ikhlas yang membutuhkan waktu lama atau sebentar, karna keluar dari zona nyaman itu bukan dalam kasus yang kita bisa memilih saja (untuk keluar, untuk mencari tantangan, dll) , tapi itu juga semacam hukum alam dan relatif, atau sebagian besar kita menyebutnya qadar.
Dan sebagaimana manusia standar, setinggi apapun ikhtiar/rekornya/supersaiya-nya, tetap saja adalah se-atom partikel hasil evolusi yang sama sekali tak berdaya. Kecil sekali.

--------------------------------------


Saya ingat sekali saat saya berulang kali memanggil perawat melalui tombol itu saat saya cuma mau ambil minum atau hanya meminta tolong merubah posisi badan saya di kasur(tentu saya melakukannya karena terpaksa, karna saya tidak berdaya untuk itu, saat itu). Disaat hari ketiga setelah operasi, saya dilatih untuk berdiri dan berjalan yang menjadi berdiri tersulit (dalam hidup saya, so far) karena post 3 hari cuma tidur di icu, atau hari ke 5 post operasi, saat saya (mulai) latihan berjalan dan bernafas dengan diafragma 'baru' saya, yang cuma menempuh 500meter (tapi) rasa 5km.
Pada akhirnya saya seperti ditampar karena menyadari semua hal kecil yang saya sering anggap sepele atau bahkan tidak kepikiran itu berharga, berhargaaaaaa sekali. 

Semoga saya tidak lupa semua kenikmatan ini, karna saya diberi qadar untuk keluar dari zona nyaman saya sebagai manusia normal, untuk diberi pemahaman bahwa semua hal , kluarga, teman, talenta apapun, batuk , bersin, ketawa, menelan, sendawa, berpikir, senang, sedih, nyeri, nyeri banget, pemahaman spiritual, cara menikmati langit, pringles, nasi bebek, nasi goreng pak Hadi, nasi goreng tek-tek lewat depan rumah, gojek, martabak telor, sepatu nike, internet, otot diafragma, dan smua smua smua smua smua (hehehe apalagi ya.. pokonya smua) itu berharga sangat tinggi.

SALAM SUPER


#termarioteguh


Gambar: asik nih karna kena sakit di rantau jadi dijengukin oma nya anak-anak.. hehe (baca: perbaikan gizi)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Diafragma: mimpi (ter)buruk (part2,from3) 24 Sep 2017 5:32 AM (7 years ago)

"hasbunallah wani'mal wakil ni'mal maula wani'nan nasir"
Adalah doa yang semalam sebelum operasi itu saya baru hapalkan. Doa untuk menikmati rasa nyeri. Yang terucap dalam ketidakberdayaan saya dimulai saat saya pelan pelan sadar di pagi itu. Tentu saya disorientasi sampai profesor Sato , ahli BTKV-sang operator, datang dan menyapa saya ohayou gozaimasu.
Tangan saya terikat , dan mulut saya tak berdaya akibat ada selang endotrakheal beserta ganjel-ganjelnya di dalam mulut saya, iya, saya masih terintubasi dan dalam proses ekstubasi. Lalu mungkin saya sedikit gelisah dan diberi obat supaya tenang karna saya ingat saya merasa sedikit teler sampai sadar penuh kembali saat tim dokter ICU melepas selang endotrakeal saya. Rasanya sakit sekali saat benda itu bergesek di dalam saluran nafas di dada saya terutama saat sekitar tenggorok (saat proses melepas selang). Saya pun disuruh batuk, tapi perih di luka oprasi saya (dada kiri) begitu nyelekit juga saat saya batuk. Saya ingat sekali dua kali saya merasa seperti tersedak, ada lendir besar di tenggorok saya yang sangat sulit keluar tapi saya pun sulit baruk karna terbatas nyeri. Sampai keringat dingin, walaupun berhasil pada akhirnya.

Saya sepenuhnya berorientasi baik sesaat setelah ekstubasi menyakitkan tersebut, karna itu pula ikatan saya dilepas. Saya bisa mengeluarkan suara walau serak dan pelan, dan masih ganjel di tenggorokan selang hidung-perut (NGT), kateter urin, 2 IV line, 1 Arterial Line, banyak kabel kabel monitor di sekujur badan saya, dan terutama 2 buah selang besar yang tertancap di dada kiri saya. Sangat jelas betul  semuanya di ingatan sampai saya menulis ini.
Walau terbatas gerak, saya langsung menemukan jam dinding yang kelihatan di kanan saya dan monitor di sedikit kiri belakang saya. Sayapun menemukan tombol penggerak kasur untuk mengelevasi kepala atau kaki saya.

Saya beri tahu untuk pembaca disini: orientasi baik dan kepahaman akan pengetahuan medis dan hampir smua hal di ICU adalah seperti kutukan jika diri sendiri yang dirawat di ICU. Sungguh.
 
Setiap detiknya saya bisa merasakan bahwa jam berputar sangat lambat karna diiringi rasa tidak nyaman oleh nyeri-posisi-selang-selang. Alhamdulillah si NGT & kateter di lepas setelah si tim bTkV datang visite pada sorenya, walau didahului drama plebhitis di sekitar Arterial line yang mau acc aff nya aja nunggu prawatnya nanya dokter jaganya, hadeeeeh , itu nyerinya ga nyaman banget..
Oya, jangan tanya rasanya saat aff NGT dan kateter urin. Jujur saya traumatik secara psikis untuk aff-aff ini.

Setelah diberi tahu bahwa saya akan menginap semalam lagi setelah itu di ICU untuk monitoring nafas saya, perut saya keroncongan, ya iyalah ya, itu selasa sore dan saya terakhir makan makanan padat minggu malem. Dan ironisnya jatah makan saya baru boleh diberi rabu pagi. (Artinya saya puasa makan minum , tentu dengan parenteral rehidration, selamat sekitar 50jam).
Perut saya lapar, lalu sangat menjadi lapar, lalu perut saya seperti sebah, tidak enak, lalu gas  seperti memenuhi perut saya, kentut banyak kali dan sendawa juga sering, TETAP TIDAK DIBERI MAKAN, mgkn memang kasus saya memang mengharuskan lambung tidak boleh terisi bahan padat selamat fase akut post op. Saya kolik pada tengah malam, saya meminta sejumput apapun untuk diisi ke lambung saya yang perih naik turun itu, akhirnya 1jam kemudian diberi obat untuk lambung 'saja'. Sekitar jam 3an saya merasa kolik yang mereda akibat obat tadi, datang lagi dengan kekuatan super. Mungkin saya adalah pasien ter-resek malam itu bagi perawat ICU karna setiap setengah jam saya memencet tombil panggil perawat untuk semua hal kecil. Bahkan saat subuh saya meronta-ronta kesakitan karna tidak kuat menahan semuanya hanya dengan diam. Jujur saat itu nyeri kolik perut saya mengalahkan nyeri oprasi saya. Malam yang buruk. Tanpa tidur seditik pun.

Dengan sangat pelan jam akhirnya menunjukkan pukul 7.55 saat makanan datang: sekotak kecil susu, stangkap roti tawar plus sesachet selai anggur, dan 1/3 pisang. JUJUR INI SARAPAN TERNIKMAT SEUMUR HIDUP SAYA. Walau sempat seperti tersedak saat awal makannya, karna pasti sistem tubuh saya kaget karna di tidurkan dengan terintubasi lebih dari 24 jam dan usus ini dipuasakan hampir 3hari.

Jam 10.30 hari rabu itu, saya dipindahkan ke ruang rawat saya. 
Lega rasanya saat kembali ke ruangan, 
Dengan operasi sebesar itu (terutama dalam hal resiko komplikasi), walau di tempat dengan sarana terdepan, rasa itu tetap ada: takut tidak kembali.

-------------------------------------------

Thoracotomy yang dilakukan terhadap saya membuat dada kiri saya terdapat bekas sayatan insisi sepanjang sekitar 15cm, tepat di Intercostal space 6, batas depan linea axilaris anterior , batas belakang linea scapularis lateral. Durante, ditemukan tumor kesan berasal dari diafragma (seperti DD awal preOp), diameter terbesar 10cm, putih, batas tegas, berbenjol-benjol ke superior dan ke inferior, batas ke lien dan paru mudah dilepaskan dengan peritoneum dan pleura yang intak. Dilakukan wide eksisi dengan defek eksisi tumor di ganti dengan artifisial mesh (gore-tex) dan dijahit sangat erat dengan tepi diafragma yang masi ada (Alhamdulillah bagian otot diafragma kiri saya katanya sbagian besar masi utuh), terdapat sedikit kesulitan karna tumor sedikit 'mepet' ke posterior dan mengakibatkan ikatan mesh ke bagian posterior tidak mudah.
Lalu operasi dilanjut eksisi nodul di bagian apical dari lobus inferior paru kiri saya, yang diduga tumor juga. 
Sekiranya begitu yang saya simpulkan sendiri dari laporan tim oprasi ke saya.
Lama oprasi sekitar 6jam (tepatnya saya ga tau).

--------------------------

Saat menulis ini saya sudah H+14 post operasi. Kemarin saya discharge dari rumah sakit dengan kondisi Alhamdulilah terlihat seperti orang normal. Hehehehhe
Maaf tulisannya mungkin ringkas kali ini, jujur masih meninggalkan trauma jika diingat detail.

Oya, masi ada part 3 ya setelah ini.. hehe..

#keterangan gambar: luka op saya sesaat setalah lepas chest tube..

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Diafragma: Kejutan (part1) 16 Sep 2017 1:08 AM (7 years ago)

Kali ini , lanjutan dari sekuel pngalaman saya sebagai penderita neurofibromatosis pada post-post saya sebelum ini, (ya kali pada baca ya hehe)

Ada kejutan yang cukup membuat saya menyadari bahwa selama ini ada teman yang tumbuh dalam diri saya yang seperti 'diam diam'. Setelah menjalani pemeriksaan PET-Scan, semacam imaging ct-scan tapi ini ke seluruh tubuh memakai indikator FDG (gula) untuk menskrining "keganasan" atau tumor lain yang bisa muncul di setiap bagian tubuh. Berguna untuk keganasan dan penyebarannya atau yang kaya saya (harapannya) jinak tapi bisa dimana-mana.
Dokter Radiologi yang menjelaskan kepada saya bahwa ada tumor di atas limpa (lien) saya. Cukup besar, dan ada efusi pleura.
Iyalah, saya kaget, galau, mbuh opo lah ngono rasane, tapi uda bisa biasa aja langsung sih setelah menenggak espreso warung kopi voila yang terletak dekat dengan tempat PET Scan tersebut.

Ada sedikit kecewa namun langsung memaafkan dan maklum, bahwa setelah dicek, hasil ct scan saya tahun lalu dan MRI yang saya lakukan sebelum PET Scan tadi , ternyata sudah ada. They didn't even mention it on radiologic review. Saya juga sering melakukan kesalahan yang sama saat bekerja sebagai ppds di surabaya dan saat jadi dokter umum dulu. Tidak melihat secara komperhensif. Rada takjub juga sih dokter disini juga bisa melakukan 'skip' yang sama. Not a mistake, though.

Saya pulang kerumah, ngobrol sama istri, memikirkannya beberapa hari, menghubungi kerabat di indonesia yang sudah ahli bedah (umum) dan bedah thorax (karna efusi), mencari sejumalah case report dan jurnal, juga dengan sensei di bedahsaraf yang seharusnya akan melakukan oprasi tumor saya yang di punggung. Semua setuju menunda yang punggung demi sesuatu yang lebih mengancam jiwa saya. Alhamdulillah akses saya di fasilitas medis disini sangat enak, jadi bisa mikir sendiri tanpa nyusahin temen-temen lain. Untuk disisi ini, pengetahuan saya membantu. Dengan pemeriksaan lanjutan yang dilakukan, kesimpulan terakhir adalah tumor ada di diafragma. Memebesar menekan lien ke bawah, dan paru keatas, karna ukuran yang membesar makanya terjadi gangguan gerak sebagian diafragma saya. Pelan, kronis, dan pada satu titik saya menyadari bahwa sejak sekitar bulan puasa, nafas saya ga bisa spanjang biasanya saat tadarusan, slanjutnya penurunan performa saya dalam hal lari dan spedaan. Kalo diterusin mungkin juga akan ganggu aktifitas sehari-hari.
Dan kalo dipikir lagi dengan ukuran lebar 10cm-an tersebut, jika memang venar jinak, itu uda mulai muncul sejak 5-10tahun lalu.. hmmm...

Persiapan lain dilakukan bebarengan kerja semirodi untuk research saya yang sudah tinggal dikit selse, hehe.. diantara ga boleh kecapean dan tekanan prioritas studi.

Satu lagi yang skali lagi sangat membuat semangat sembuh satu sisi, tapi kudu sama-sama ngelewatin masa sulit dikala saya oprasi dan pemulihan: istri dan anak-anak.

Oke.. nanti lanjut episode dua yaa hehe
*keterangan gambar: anatomi diafragma (grab random via google)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

DemiKianKai 3 Aug 2017 11:18 PM (7 years ago)



Hai! 

Sudah beberapa lama ini seperti susah cari waktu yang tepat buat mulai nulis disini. Iya, ada satu yang mau saya share, tentang diri saya yang ditakdirkan spesial, hehe, mksdnya kena penyakit spesial.

Saat saya nulis ini di notes smartphone saya, pas banget lagi abis disuntikin FDG dan nunggu (kira kira sejam, disediain kasur gitu keren deh) si gula ini beredar merasuki smua kapiler di tubuh saya ini untuk selanjutnya diperiksa PET. Sebuah pengalaman yang satu sisi asik tapi sedikit ngasi santapan besar ke sisi mental saya.


Tahun 2006 dan 2014 lalu saya dioperasi pngangkatan tumor di punggung, diagnosisnya neurofibroma WHO grade I.

Lalu sejak satu-dua tahun lalu entah kapan tepatnya saya merasa sering nyeri di daerah luka oprasi dahulu,, nyeri yang sama, tapi saya mengelak (ada tumor lagi) karna masi ada tempat untuk nyeri karna bekas luka, kan tumornya juga berasal dari serabut saraf..


Setelah kehamilan Si Kai, saya merasa ada tonjolan disitu, dekat luka oprasi dahulu. Saya langsung tahu itu tumor (lagi), namun karna banyak hal yang menjadi prioritas seperti research dan kelahiran Kai disini, saya dan istri memutuskan akan 'beresin' ini setelah Kai lahir. Soal nyeri nya, memang terasa lebih progresif dari yang dahulu, atau saya lupa juga sih dulu gimana hehe.. yang pasti masih bisa saya tahan tanpa obat anti nyeri baik oles atau minum. Maklum lah saya anti obat gitu deh orangnya.. so far masi bisa tahan.


Mulailah rangkaian saya untuk menyudahi si tumor ini. Mengaku ke profesor saya disini, lalu MRI, lalu ktahuan  besarnya,, tapi karna tetep harus pake kontras (saya alergi kontras, hehe, lucu juga ya ga punya alergi apa apa kcuali sama zat godolinum inih..), akhirnya MRI lagi pakai kontras dengan premedikasi anti alergi. Tumornya lumayan besar. Dan surprise... banyak tempat dan invasi ke beberapa level tulang di dekatnya.. hehe,, its like: my neurofibromas just change its naturalform. Not too agressive, but its very clear that they hv changed. My mind blown to the future that i have genetically special condition that couldn't made this tumor 100% dissapeared. At least once in a year i should take general examination include MRI/PET to find them, can be everywhere in my body. This is Special, right?? =]

Makanya biar skalian tau itu tumbuh dimana aja sekarang, saya kudu periksa PETscan, moga ga banyak surprise sih ya heheheheheh


Pas banget kemaren abis selese baca novel : "when breath becomes air"-Paul Kalanithi.

Sekilas, dalem. Karna ada kemiripan kondisi sama si penulis: neurosurgery resident, neuroscientist, & dia suka nulis. Walau yang trakhir ini jauh sih ya saya nulisnya gini ginian doank hehe ( baca: nge-blog ngasal ). 


Ada banyak bagian di bukunya yang ninggalin kesan untuk saya, perjalanan menerima penyakitnya, hubungan dengan arti pekerjaan untuknya, arti keluarga, dan paling dalem itu adalah perjalanan si almarhum ini dalam memposisikan diri sebagai pasien. Iya saya akui, satu sisi pengetahuan saya sbagai dokter, khususnya bidang bedah saraf dimana penyakit saya ini , yang jarang ini, adalah salah satu bidang yang bedahsaraf adalah kompetensinya, membuat mudah. Alhamdulillah. Si Dia merancang segitunya ya... 


Terutama untuk saya, arti keluarga, terutama istri, Kiana, dan Kai, dan orang-orang terdekat saya menjadi berkali-kali lipat nilainya karna penyakit saya ini.

Sulit untuk didiskripsikan kenapa seperti itu. 

Kalau untuk menghadapi nyeri dan lainnya, sepertinya ga sebanding dengan arti orang-orang dekat tadi, dan arti nikmat-Nya untuk pribadi saya yang begitu jor-joran ini.


Rencananya akhir bulan ini saya akan menjalani oprasi saya yang ketiga,, dan secara teori mungkin 1-2tahun depan akan ada lagi oprasi selanjutnya untuk tumor di bagian lain yang meski sekarang uda ketahuan tapi ukurannya masih 'un-operable' alias statusnya dia :'wait and see'.

Dan kejutan-kejutan lain menanti,, setidaknya Allah memberi saya jalan yang lebih terang yang selkilas bertuliskan: "Aku beri neurofibromatosis untukmu seumur hidup, supaya kamu menjaga hubungan baikmu dengan Aku..dan lingkungan kamu....." =]


Walaupun ga sesimpel ini, pikiran saya sudah 'mulai' menerimanya. Menyusun semua hal kedepan dengan detail, rencana ikut FullMarathon, Triathlon, Audax, bikin karya apa gitu, dll dll, trutama untuk melihat Kiana dan Kai tumbuh ngadepin smuanya.. 


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Si kecil Kai 3 Jun 2017 6:21 AM (7 years ago)

Yes, Minggu ke 40 dari prakiraan lahir (secara teori), jatuh pada 11 Mei kemarin. Kehamilan istri saya setelah belum segenap satu tahun usia si Kiana, anak pertama kami.
Kalo kata seorang temen saya disini: anaknya belum bisa merangkak ayahnya "mrangkak" duluan hihihi. Rasanya bersukur sekali jika mengingat saat pertama tahu, walau jujur saya dan istri sempat kaget karna ini terlalu 'nyundul' si Kiana. Tapi kami secara naluri langsung ikhlas menikmatinya. Rasanya ingin slalu memeluk istri untuk menemani sukaduka kehamilannya. Iya, di perantauan ini pasti ga se-enak di tanah air untuk menghadapi kehamilan dan proses kelahirannya. Iya sih semua-mua teratur/jelas/terjamin dll dll di negara yang sangat maju ini, tapi pasti tau lah ada barier enak-ga enak nya kalo jauh dari 'rumah'.

Iya, intinya saya pun tersiksa setiap istri yang mengalami proses yang Subhanallah sekali sejak awal hamil sampai melahirkan. Kalo ada pilihan saya ikut merasakannya tentu saja saya rela. ( #respect sama setiap wanita dan ibu umat manusia ) 
Sedikit lebay, saya pun memikirkan istri yang begitu hebat ini ( : hamil besar dan ngemong kiana yang masih todler awal ini bersamaan,) saat saya menyelesaikan fullmarathon pertama saya yang begitu suffer itu bulan maret lalu. Karna itu ga ada seujung jari perjuangan doi.

Di Jepang ini, negara maju yang punya masalah menurunnya populasi, sama seperti negara maju lainnya: negara sangat sangat sangat (kalo bisa diulang 1000x) menunjang warganya atau warga asing yang akan memiliki anak di tanah jepang. Mulai dari sejak kehamilan (periksa khamilan gretongan), proses melahirkan (fasilitas nomor wahid, gretongan juga fulll gretongan anjis ga sih, malah dapet duit loh yaa ngrasa  aneh ya nglahirin dikasi duit banyak sama negara), sampai membesarkan anak setelah lahir (jaminan kesehatan full cover, plus tiap bulan dapet uang "susu" alias di gaji cash sampe usia smp) denger denger sih sekolah sampe lulus SmA juga gretong. 

Kembali lagi ke inti pembicaraan, namanya Kai Abduljabbar (kai: laut; abduljabbar: (hamba Allah) Tegas). Lahir pada Senin, 15 mei 2017, di rumahsakit universitas Kagoshima,pukul 15.47. Usia kehamilan 40minggu lebih 4 hari (dulu kiana 40minggu lebih 5hari) ,Normal spontan, BB lahir 3234gr, pj 49cm. apgar score 10-10-10 (mnurut saya). Jujur saya brebes mili saat melagukan azan di telinga kanannya sesaat setelah lahir. Rasa yang begitu campur aduk. Alhamdulillah.

Momen-momen saat ini akan menjadi cerita yang akan slalu kami ingat dan ceritakan pada generasi kami selanjutnya, betapa seorang ibu itu hebat. Susah sekali mendiskripsikan betapa kompleksnya fisik dan mental kami sejak subuh senin itu, impartu dimulai, ketuban bocor alus, kontraksi otot uterus yang mulai rutin, masuk ruangan bersalin langsung. Beda dengan di Indonesia, disini proses lahir normal dilakukan se-alami mungkin. Tanpa obat. Tanpa induksi medikamentosa alias 'cuma' monitoring standar dan kontinyu dari impartu itu. Menurut istri sih ini ampun dah sakitnya drpd yang pertama dulu,, lebih lama juga dari impartu sampai fase 3 (lahir plasenta). Hampir 12jam. Saya Alhamdulillah full menemani (dan juga ibu mertua yang datang sminggu sebelumnya), uniknya pihak medis dirumahsakit "besar" ini ga ada yang bisa bahasa enggris, hehe, jadi proses menemani kontraksi sampe memimpin mengejan seolah langsung oleh saya sendiri yang menjadi translator si dokter obsgyn dan bidan ke pasien. Untung banget ya kebetulan saya orang medis juga hehe, ga kebayang deh kalo posisi saya bukan orang medis dan barier bahasanya terlalu jauh.

Satu lagi hal besar yang kami harus hadapi, bahwa aturan protokol yang cukup strict dari pihak rumahsakit bahwa sang ibu dan bayi lahir normal harus rawat inap selama 5 hari post melahirkan. Tanpa boleh ada yang menemani menginap di rumahsakit dan tidak boleh ada anak dibawah 6 taun yang menjenguk. Alias Kiana ga boleh bertemu mamanya slama itu. Hal yang sangat wow terutama untuk mama kiana dan kiana, dan juga saya dan ibu mertua yang gantian megangin kiana dirumah. Sama-sama ikut sedih karna setiap hari, si Kiana yang belum 'mengerti' itu mencari mamanya saat berangkat dan pulang daycare, setiap malam selalu terlelap setelah lelah menangis, dll dll. Benar benar momen yang worth it sekali dengan kehadiran si Kai.
ada cerita.
=]

Selamat datang di atmosfer bumi ini, Kai. Nama mu adalah doa kami, filosofi yang akan kamu pahamin setiap saat nanti. Di dunia dengan percepatan perubahan peradaban begitu berbeda dengan saat ayahmamamu ini hadapin dulu. Apapun untuk kalian, Bulan dan laut kami. Kiana dan Kai =]

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Kagoshima Marathon 2017: pre&post (PART2-END) 20 Mar 2017 1:24 AM (8 years ago)

Saya jadi teringat saat saya mulai "terjun" ke hobi olahraga endurance. Memang olahraga adalah bagian penting hidup saya, walau cupu, saya tumbuh di lingkungan basket. Banyak prinsip dasar hidup yang saya dapet karena kesan yang dalam di perbasketan sejak saya SMP, terutama saat hidup saya basket banget saat SMA, lalu saat kuliah (walaupun ga ikut club lagi) tapi hampir tiap hari ke lapangan peleburan UNDiP buat main satu-dua game..

Setelah lulus menjadi dokter, rupanya tantangan hidup sedikit berbelok yaitu terutama mengenai waktu dan prioritas. Namun tetap, tidak bisa menggeser 'olahraga' dari prioritas utama hidup saya. Dan susah juga ya ngumpulin temen buat slalu main bareng, kan prioritas sendiri-sendiri dan berbeda. Walau basket juga masih banget jadi hobi, akhirnya lari dan sepeda jadi pilihan hobi. 

Tepatnya sekitar 2010-2011an, selalu menjadi fase terindah saat saya membeli sepeda balap seadanya ( total 4juta rupiah, tabungan hasil jualan kaos manusia-kamil, dari cuma nyepeda ke cfd sampe keliling semarang) dan pertama ikut event lari 10k. Adalah Adidas King Of The Road (KOTR), di Ancol september 2011, ga pernah latian lari, diajak temen, pake clana basket, 56menit, dan tentu setelah lari badan saya kaku sampai seminggu berjalan kaya wayang kulit. Tapi justru itu jadi tonggak.

Jujur, pace saya ga pernah lebih baik dari pertama saya lari sampe skrg. Tapi (berhasil) 'konsisten' sampai titik sekarang, dan sepertinya jantung saya juga lebih baik dibanding sebelumnya. Terutama, walaupun berat badan (sebagai indikator paling simpel), sejak saya SmA sampai titik ini (15tahunan) 'cuma' naik ga sampe 10kg. Hehe masih jelek sih ya ini, tapi kalo misal ga olahraga rutin, kayanya saya ga bakal bisa makan se-enaknya dan meng-gendut (seperti orang-orang di lingkungan saya). Tapini insyaAllah target mau BB ideal lagi lah ya besok besok (masi susah nih ngatur selera makan hehehhe)
.........................................................................

Ada barier seperti tembok raksasa mengenai limitasi saya sebagai pelari. Walau konsisten, saya cuma lari 10-15km per minggu, alias sebulan sekitar 50km, staun juga sekitar 600km saja. Paling jauh longrun 10km, ga lebih. Saya selalu menikmati detilnya, saat lari dan bersepeda. Udara, angin, matahari, hujan, gesekan aspal, bangunan, dan terutama alam, saya yakin sbagian besar penghobi olahraga endurance tahu prasaan itu. Dan merupakan naluri yang wajar tentang  kebutuhan akan tantangan lain. Kali ini tentang full marathon. 42,195kilometer.

Beruntung saya tau dan kenal beberapa teman yang menginspirasi saat yang tepat. Kali ini kakak-kakak di grup sepeda dokter bedah di whatsapp ( www.yscc.web.id). Ada salah satu kakak saya yang sebelumnya berkutat di kehidupan yang termasuk sedentary life, lalu saat ini bertransformasi, dan menggunakan acuan cardiobased training. Saya langsung 'fallin in lope' dengan konsep tersebut. Dan setelah ngobrol dalem sama beliau dan lanjut menjadi acuan saya untuk percaya diri menembus barier saya sebagai pelari yang sudah lama lari tapi masih virgin full M! Kagoshima Marathon 2017. Saya punya 4 bulan untuk persiapannya.
.........................................................................

Investasi pertama saya adalah membeli heart rate monitor. Pilihan saya jatuh ke sportwatch type m200 polar. (Maklum lah budget minimal), dan membuat program yang tersedia di website polar, cardiobased training. Walaupun akhirnya saya cuma memenuhi 60% saja programnya, ini sangat penting bagu keberhasilan saya di event full marathon kemarin.

Dan satu pelajaran lagi, konsisten itu sangat tidak mudah. (Padahal program latian saya buat simpel banget loh ya.. lawong target saya cuma 'finish' dibawah cutting time)
.......................................................................

Seperti yang saya tulis di postingan saya bulan januari lalu tentang 'musibah' di daerah anus saya. Hehe.
Iya, selama bulan januari saya skip latihan, karna kesembuhan luka oprasi-nya menuntut saya total istirahat. Bukan hanya itu, pada bulan febuari sampai h-satu minggu, saya masih menggunakan semacam pad/tampon di pantat saya karna luka masi basah. (Penyembuhan luka oprasi fistula-nya membutuhkan waktu minimal 6-8minggu).

Alhamdulillah saya jadi tahu, rasanya frustasi. Persiapan yang saya bangun sebelumnya, sperti cuma-cuma. Betapa menderitanya para atlet yang terpaksa bersabar cederanya sembuh, apalagi yang kehilangan kariernya karna cedera parah.

Iya, saya juga frustasi, bahkan berjalan biasa saja rasanya sakit dan 'terbatas'.  Hal ini pun bersamaan dengan puncak musim dingin. Nyambung-gak nyambung, rangkaian itu menjadi satu hal yang dramatis di persiapan full-marathon pertama saya. Karna memang cuma itu yang ada di pikiran saya.
........................................................................

Kesimpulan yang saya dapati setelah fm kemarin:

Transformasi dari short-mid distance fun runner pace 5-6min/km HR (selalu zona 3-4), menjadi long-distance runner (lover) & fun runner pace 7-8min/km (hr zone 2-3).
Menyenangkan.
.........................................................................

Okey, kemarin fm pertama saya, alhamdulillah finish , enjoy while & after running. Next project: join full marathon event (one) every year until my age is 50. Itu artinya saya bakal punya 20 medali insyaAllah. Dan ga muluk muluk lah, tujuan personal best saya 5 jam, 10tahun lagi. =]
InsyaAllah insyaAllah

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Kagoshima marathon 2017: durante (PART1) 10 Mar 2017 6:01 AM (8 years ago)

7kilo lagi.
Kesunyian sangat terasa di titik itu, sudah sekitar 5 jam-an (entah berapa tepatnya) saya ada di dalam event full marathon pertama saya. Sebuah hal besar bagi seorang saya, sudah mulai 'lari' 4 tahun sebelumnya, rutin (disamping bersepeda), hidup di lingkungan (terutama teman sosmed) yang bahkan sudah finish beberapa kali fm padahal baru 1-2tahun mulai lari). Barier mental yang akhirnya saya tembus di usia saya yang sudah kepala 3 ini. Lumayan lah ya..

Check point kilometer 35, terhampar pemandangan laut dan kaki gunung sakurajima di sebrang sana. Iya, kaki saja karna hampir semua tertutup awan tebal sejak malam sebelumnya, gerimis dan hujan bergantian tanpa mengijinkan sinar matahari bebas menerpa para pelari. Angin yang biasanya bertiup dari utara kini berkhianat karna seperti datang dari mana-mana. Bukit bukit indah yang ditutupi kabut di sisi kanan, dan jalan raya sebagai jalur kami yang kelihatan legam paduan aspal dan genangan. Mungkin untuk sebuah event marathon pertama, kondisi cuaca buruk adalah sangat diluar ekspektasi.

Mungkin saya rombongan yang trakhir-trakhir di titik itu dari total hampir 10.000 peserta, (kalo dilihat dari sertifikat setelah finish, saya urutan 6600an) cuma segelintir yang masih 'lari' termasuk saya, semuanya berjalan sambil hanya konsen pada nafasnya. Kelam. Betapa hebatnya para penonton yang masih saja ada di setiap 1-2km sambil memberi semangat ke semua pelari yang lewat. Begitupula para volunteer yang memakai jaket panitia yang tetap berdiri kedinginan di pos mereka. Paling tidak kami ini ada kesamaan, kehujanan dan kedinginan.

Di kilometer 30, sportwatch polar m200 saya tiba-tiba lowbat dan secara otomatis menonaktifkan gps dan hrm-nya. Artinya saya uda ga tau pace saya brapa, hr saya brp, uda brapa persen saya lari (saya pakai %  jarak kali ini). Yaa memang ekonomis sih itu sportwatch, jadinya ya maklum deh ya erornya cepet, tapi kok ya pas event to ya... hadeeeh). Tujuan saya kali ini cuma 3, niru om muramaki di buku "what i talk about when i talk about running" yang lebih mirip atobionya doi soal dirinya dan hobinya: pass the finish line, keep running not walking, enjoy the event.

Alhamdulillah saya berhasil memenuhi 3 itu.
Dan di kilometer terakhir saya bisa naikin pace sampe 7. Finish dengan senyuman, karna memang benar-benar bahagia saya bisa menyelesaikan 42,195 km dengan berlari, tanpa berjalan, dan menikmati setiap detil moment-nya. Tanpa kram, tanpa kelaparan, tanpa kehabisan nafas.6jam30menit (nett 6jam2menit) 


Sampai km30(sebelum jam saya mati) tercatat hr saya 150an terus (zona3 latihan), pace sampai sebelum berhenti pipis (yang ke 5) dan lutut kanan dan kedua angkle saya mulai nyeri (lebih ke fatigue) saya bjsa jaga di sekitar 8-8.30. Setelah itu kayanya pece saya 9 sih hehe.. selain godaan untuk pace terlalu cepat pada kilometer pertama setelah start, saat semua orang dengan semangat mulai berlari, godaan untuk jalan muncul terus terutama setelah km 35, tapi Alhamdulillah saya nahan diri =]
Maintanance untuk hidrasi dan balans elektrolit saya jaga dengan minum air dan sportdrink 100-200cc setiap waterstop, makan pisang di foodstation tiap 10km, juga saya lahap gel carbohidrat setiap 10km dan 5km trakhir. 
Justru masalah paling besar kmrn yang diluar estimasi adalah toilet time. Entah kenapa, diluar kbiasaan tubuh saya, saya sering skali pipis. (Sebelum start aja saya pipis 2kali). Mungkin kaitannya dengan suhu dingin dan hujan (realfeel sekitar 5-10celsius). Dan bukan saya saja sepertinya, karna semua titik yang disediakan toilet, terlihat antrian yang paaaaaaaanjaaaaaaaaaaang. Di catatan jam saya (dan 10km trakhir pakai nikerunning stelah jam mati) waktu aktif lari saya adalah 5 jam 56 menit. Berarti kalo 5 kali antri pipis, saya rata rata ngabisin 5menit setiap berhenti itu, dan tentunya bikin kacau adaptasi tubuh juga kehilangan momentum. Di sisi lain, saya memang perlu ngitung secara cermat rehidrasi saya, walaupun berhasil ga dehidrasi tapi kalo buang buang waktu karna overbalans juga ga asik.


Wah, panjang juga ya cerita saya, hehe
Oke saya lanjut ke tulisan lain tentang kisah persiapan dan post race-nya yaaaa

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Soal mimpi 1 Mar 2017 5:57 PM (8 years ago)

Tentang bermimpi dan cita-cita(dunia), kiranya akan saya bebaskan kepada generasi penerus saya. iya, setelah berkeluarga dan melihat perkembangan si kecil, secara naluri saya menaruh harapan dia akan menjadi apa saat nanti sudah dewasa. Tapi beneran ga mau itu menjadi batasan. Soal penanaman nilai nilai hidup, agama, tentu saya dan istri memiliki pandangan (yang normal pula) untuknya, tapi ini mengenai cita cita yang spesifik. 

Mungkin orang tua si pendiri gojek (atau transportasi online lain) tak pernah berpikir anak mereka , bahkan cenderung agar anak mereka tidak menjadi sekedar pengelola sopir speda motor, jika itu menjadi cita-cita si anak sejak kecil. Begitu juga si pendir-pendiri  usaha online / sosial media global saat ini , saya yakin saat kecil mereka bahkan ga pernah ngebayangin apa yang mreka dirikan.

Dunia ini dinamis, berubah setiap rotasi dan revolusi bumi. Di bidang saya, bedah saraf, mungkin saat saya masuk kuliah medis dahulu, sama sekali ga ada bayangan akan terjun ke hal hal yang berbau molekuler. Masih jelas di ingatan saya saat pilihan belajar bedah saraf atau bedah ortopedi ada di hati saya sebelum akhirnya memutuskan blajar otak. Dan masih jelas juga saat berangkat belajar kemari, saya masih membayangkan saat pulang nanti akan menjadi ahli pembuluh darah otak.
Dan akhirnya ninggalin cita-cita trakhir itu untuk lebih mendalami bidang molekuler untuk keganasan. Pelan-pelan saya mencintai itu.

Kadang kita semacam kaget atau menaruh kedalam hati kata-kata ungkapan diri sendiri yang terucap. Pernah suatu saat saya siratkan kepada istri saya saat pillowtalk, "menjadi apapun kelak nanti, aku cuma yakin satu hal: bahwa ada hal besar yang menunggu aku di depan."
saya sendiri menjadikan ini sbagai salah satu kalimat motivasi diri sendiri, dan sudah tersurat sejak dulu, contoh pas lulus s1, trus sumpah dokter, masuk residensi, meski saya bersukur sekali bisa melewati tahap-tahap tadi, tapi rasanya saya ga ada bangga-bangganya sama diri sendiri, sangat menganggap perayaaannya berlebihan, ngrasa ga pantas diucapkan selamat, istilahnya itu semua ga ada spesialnya gitu heheheh, mgkn lebih ngrasa spesial dapet medali fm pertama saya nanti hehehehehehhehehehehe



Saya selalu exciting dengan masa depan, untuk karier saya, terlalu banyak yang saya khayalkan sejak dulu, terlalu banyak inspirasi yang saya temui di setiap mata saya memandang, telinga saya mendengar. Ilustrator medis dan bikin buku, menolong komunitas penderita kanker dan menjadikan mereka keluarga, ikut membuat pondasi sistem di tempat bakti saya nanti, banyak hal, banyak, dan yang paling penting, bisa menjaga konsistensi dalam passion saya yang lain seperti sepeda dan lari, dan terutama, tidak kehilangan waktu dengan keluarga dan akherat. Duh banyak banget yak, kayanya 24jam ga cukup hehehe
Orang bilang kalo cita-cita ketinggian kalo jatuh terjun malah bikin lebih sakit, jadi yang realistis aja, ,,,,,,, iya terserah sih ya semua ini ungkapan-ungkapan general yang ga ada garis batas jelasnya, setiap individu cuma dibatasi imaji dan khayalannya, caranya mengelola rasa ihklas terhadap semua hal, caranya memilih senyum atau sedih jika diri sendiri dikasi ujian sama yang Kuasa, cara lobus limbiknya merespon lingkungannya, caranya adaptasi di setiap perbedaan.


Btw, buat kiana dan brother K -nya nanti, jadi apapun kalian nanti, TERSERAH.
=D

 

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Mr.Nyeri 20 Jan 2017 2:02 AM (8 years ago)

Hai kawan, saat menulis ini sudah 2 minggu post operasi pngangkatan hemoroid dan kantung abses di an*s saya hehehe
Ada ada aja ya pnyakit saya, Alhamdulillah slalu dikasi ingat sama Pemilik saya =]

Sekilas mengenai 'nyeri'.

Secara ilmu patofisiologi medis, rasa nyeri berarti sebuah diskripsi berdasar pengalaman hidup yang sangat subjektif dari setiap individu terhadap sinyal yang diberikan tubuh yang secara umum disebabkan oleh kerusakan jaringan/proses aktifnya reseptor nyeri karna impuls tertentu. (ini pengertian berdasar pengetahuan saya pribadi, pas nulis ini kuota internet abis jadi ga bisa nyari sumber, hehehehe)

Rasa nyeri, secara antropologi, menimbulkan banyak gambaran yang dihubung-hubungkan dengan dewa kegelapan. Contoh saja konsep 'neraka' yang pertama muncul di mitologi Yunani, underworld adalah tempat yang penuh dengan kengerian, rasa sakit. Peradaban lain lalu memiliki konsep yang mirip mirip tentang dosa-siksaan-nyeri, pradaban mesir kuno memunculkan paham timbangan baik-jahat, dewa kematian, dll,,(kalo diceritain detil panjang banget, males). Jadi presepsi nyeri (karna siksaan) adalah yang membuat spesies manusia menghindari hal-hal yang dianggap negatif, hidup dengan luhur, kalo bisa tanpa nyeri sampai abadi setelah mati. Dan sebagian penemuan manusia, mungkin sepertiganya adalah di bidang medis, penyakit adalah sepaket dengan kehidupan, dan adalah rasa nyeri sebagai indikator. Ribuan tahun terus berkembang, dan membuat rasa 'nyeri' adalah sesuatu yang sangat ber-jasa pada perkembangan peradaban (yang menurut saya) diatas perasaan lain seperti rasa senang, atau rasa asin. 

.....

Tubuh adalah kumpulan organ yang tersusun dari jaringan yang kompleks. Satu kesatuan dan komperhensif, jika ada sesuatu yang diluar proses fisiologis, maka akan berakibat respon untuk menjadikannya se-fisiologis mungkin. Prosesnya yang membuat rasa nyeri muncul, hampir bisa dikatakan derajat nyeri sebanding dengan derajat 'kerusakan' yang timbul baik dalam proses awal atau selanjutnya untuk kembali ke level fisiologis tadi. (walaupun rasa nyeri tergantung dari densitas reseptor nyeri di lokasinya, misal kulit wajah dan selangkangan yang tinggi daripada kulit bagian lain). Kerusakan tadi bisa sangat macam-macam, contohnya: hancurnya sel yang bukan karna proses apoptosis, tekanan tinggi yang menyebabkan perenggangan ikatan antar sel dilanjutkan oleh pernggangan kapiler berlanjut awal proses infark/kekurangan pasokan sirkulasi sel-nya. Hal hal tadi bisa sangat dihubung-hubungkan ke semua hal yang menimbulkan nyeri. Dan tubuh kita yang ajaib ini pun memiliki proses untuk mengontrol rasa nyeri tersebut, salahsatunya dengan pengecrotan endorfin / morfin endogen ke dalam sirkulasi tubuh jika nyeri sudah di ambang tertentu. Dan (hampir semua) terapi medis itu berdasar gejala dan tanda berupa rasa tidak nyaman, iya, berupa nyeri.

Bagaimana jika seorang tidak bisa merasakan nyeri? (*diluar proses medikasi anestesi atau kondisi iatrogenik tertentu). Bisa dipastikan tak ada kontrol terhadap dirinya, jika kita ambil contoh ekstrim: kaki diabetik, pada penderitanya, salah satu komplikasi kronis berupa neuropathy distal yaitu kemampuan sensorik di ujung tubuh (kaki) berkurang sampai hilang, menyebabkan luka di kaki yang tidak bisa sembuh sampai membusuk tanpa merasa apa apa selain mencium bau busuk pada kaki dirinya sendiri (kondisi ini diperparah vaskulopati dan imunodefisiensi, dan lain lain). Mungkin secara kasar bisa di analogikan dengan kondisi umum jika tak ada kontrol terhadap bayangan nyeri(hukuman) akibat dosa (misal) mungkin manusia biasa (seperti saya) enak aja gitu ngelakuin hal negatif, bebas sampai melanggar norma apapun. Baik , ini salah satu contoh saja.
........

Baik, mungkin narasi diatas sangat melanglang tanpa tujuan. Kita ambil saja kesimpulannya. Untuk saya, nyeri adalah teman, seperti Kapten Tsubasa terhadap bola. Kita harus bisa akrab dengan nyeri, mengerti bahwa rasa 'nyeri' ini berperan besar terhadap sejarah, merupakan kontrol terhadap kehidupan, dan perlu banget dimengerti, obat pereda nyeri tidak boleh dibiasakan dikonsumsi alias harus sesuai indikasi ekstrim. Karna kalo dikit dikit ga nyaman tanpa dinikmati dulu langsung konsumsi obat anti nyeri lalu ngrasa enakan, niscaya hal tersebut lebih kepada efek placebo. (Hipotesa pribadi). Selain itu reseptor nyeri di setiap inci tubuh kita bakal berkurang fungsinya, hingga jika diberi kondisi nyeri yang 'beneran' nanti, reseptornya ga terlalu sensitif dan membutuhkan anti nyeri yang lebih tinggi tentu dengan paketan efek samping obat yang tinggi juga, jadinya ya ngrusak fisiologi tubuh. Oke kembali lagi, ambang nyeri setiap individu berbeda, tergantung pngalaman terhadapnya, bagaimana individu tersebut menikmati dan berhubungan baik dengan si mr.nyeri ini. 


Oke saya mulai gajelas karna mulai memanusiakan myeri, sebaiknya sekian dulu. 
Terimakasih =D


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Kenapa kanker otak? 4 Jan 2017 3:00 AM (8 years ago)

Rasanya sebagai dokter yang pengetahuannya sungguh dangkal, boleh juga kan ya share tentang kesehatan? 

Tulisan ini saya bikin saat duduk di ruang makan di rumahsakit khusus, maaf, penyakit daerah anus. Hehe Tadi pagi saya baru masuk kesini untuk rawat inap dalam rangka operasi pnyakit yang tiba tiba muncul dan demi kelancaran jadwal studi dan terutama jadwal event full marathon saya (dua bulan lagi), walaupun tidak terlalu mengganggu, saya putuskan untuk di terapi operasi karna ada resiko penyakit bertambah parah jika dibiarkan. Pengalaman ter-akward yang pernah saya alami selama ini ketika bukan hanya di RT (rectal toucher), tapi di USG intra rectal alias ada alat probe yang dimasukkan ke lubang saya, anjay. Dan tadi pagi si prawat (standar) cantik, mencukur rambut di sekitar lubang saya itu. Hahahhahahahahahaha 

Semoga ini terjadi skali aja seumur hidup saya, dan ini sangat berarti bagi saya sbagai dokter umum yang pasti pernah memeriksa RT ke pasien. Betapa hebatnya pasien yang bisa 'rileks' saat diituin. #respect

Iya, kesehatan adalah salah satu nikmat yang paling yahud diberikan Sang Pemberinya. Dan bukan hanya pada diri, tapi pada keluarga atau orang dekat yang pasti kena dampaknya jika kesehatan terganggu, jadi secara naluri, manusia normal harusnya jaga diri(kesehatan). Dan caranya itu tergantung pemahaman individu terhadapnya, ada yang seperti saya, jaga output input psikis natural tanpa suplemen apalagi obat. Ada juga yang punya pemahaman: sehat itu ya minum suplemen semaksimal mugkin, dan ga boleh ada gejala apapun di tubuh alias dikit dikit ngobat, dilemari rumahnya pasti penuh dengan pil dan macem macem macem macem obat yang seperti di stok. Ada juga yang tipe, nanti aja deh jaganya, belum sakit ini, misal para perokok yang dalam hatinya selalu tersirat "mulai besok saya berhenti". Terserah sih.. =]

Alangkah bersukurnya ketika hobi seorang berkaitan erat bukan hanya dengan kesehatan mental tapi juga jasmani. (Kebetulan menimpa saya), tapi apakah hobi olahraga sepenuhnya karna ingin sehat? Tentu saja tidak, hobi berhubungan dengan keegoisan manusia untuk sekedar merasa puas secara psikis, jika tak percaya monggo tanya aja yang pada ekstrim lari/speda/atlet, mereka pasti ga cuma nyari sehat tapi nyari titik kenyamanan diri setelah mencapai kenikmatan khusus saat melakukan hobi itu. *Hehe ini kok tulisannya ga ngarah gini ya*

Saya sendiri sejak kecil akrab dengan penyakit. Saat Sekolah menengah pertama, mata kiri saya terkena koroiditis karna parasit toxoplasma, terapi 6 bulan obat plus berakibat kecacatan lanjut mata kiri saya. Pas itu sempet drop secara mental karna awal mata kiri cacat sempat ga bisa main basket, sekolah mata satu dan pesimis tentang cita cita saya sbagai scientist (ciee kamil). Tapi alhamdulillah, itu ga terlalu berpengaruh karna makula perifer di retina kiri saya beradaptasi dan saya malah diplot sbagi shooter di tim basket SMA juga tim inti di fakultas saya saat kuliah. Dan kegalauan sempat hadir lagi saat saya ikut seleksi sekolah spesialis bedahsaraf, tapi atas ke-objektifan dan kebijaksanaan tim seleksi saya akhirnya lolos untuk mengambil sekolah itu, walaupun saya cacat seperti itu. *susah dijelaskan*

Penyakit hebat saya yang lain, yaitu tumor yang selalu ada di bungkus saraf punggung saya. So far sudah dua kali operasi di tempat yang sama di level vertebra thioracal 2-3-4 , ramus posterior nervus spinalis sinistra saya (maaf pake bahasa latin, susah pake bahasa indonesia hehehe). Dan gejala itu muncul lagi blakangan ini, barusan terdiagnosis, insyaAllah kalo lancar saya akan naik meja operasi lagi pertengahan tahun ini untuk pengangkatan tumor yang sama (disisi yang beda). Kenapa tengah tahun dan bukan sekarang? Hmmm bukannya saya sok sok tahan dengan gejala nyeri yang menerpa lokasi tumornya, bukannya saya sok sombong tumornya ga akan kompresi sumsum tulang belakang saya sampai saya lumpuh, tapi ini karna prioritas lain (keluarga) dan secara medis masih bisa "ditunggu" untuk dioperasi lagi. Cuma butuh tahan aja nyerinya. Sekali lagi, saya anti obat, jadi nahan nyerinya ya pake nafas , ngeluarin endorfin (morfin endogen) secara optimal hehehe,
Trust me, it works 
*gaya bicara iklan L-Men*

Saya pun sudah bekerja sbagai klinisi (2008-2010 sebagai koas di RS.Kariadi semarang & 2011-2015 sebagai residen di RS.Sutomo surabaya), iya kira kira total 6tahun. Saya pun aliran yang mengakrabkan diri dengan pasien dan keluarganya. Mungkin karna pengalaman sendiri bahwa sakit itu bukan cuma individu si pnyakitan itu sendiri tapi juga keluarganya. Sepaket. Jadi tugas dokter pun adalah mengelola si pasien dan si keluarganya. #prinsip

Atas dasar itu pula, menjadi faktor keputusan saya untuk mendalami salah satu bagian kecil di bidang sekolah saya.
Satu waktu saat saya residen dahulu, pas saya jadi penanggung jawab poliklinik bdahsaraf, datanglah suami istri dari kota terdekat surabaya, membawa beberapa hasil mRI kepala sang pasien (si suami). Saat itu si suami "cuma" mengeluh pusing dan kalo ga salah masalah bicara (apasia motorik), MRI menunjukkan adanya gambaran keganasan. Saya secara pelan-pelan menerangkan kepada keluarga dan pasien secara konkrit sesuai kaidah edukasi secara medis. Saya kasih rujukan ke rumahsakit terdekat rumahnya, saya hubungi ahli bedahsaraf di rumahsakit tersebut lalu pasien pergi membawa entahlah itu solusi atau apapun yang pasti kenyataan bahwa si suami terjangkit kanker otak dan waktunya secara biologis tak lama walau diterapi maksimal. Kira kira 4-5 bulan setelahnya saya dapat sms dari si istri, saya lupa detilnya, intinya berisi: " terimakasih, benar kata dokter, suami saya sangat cepat buruknya dan meninggal sesuai prakiraan, tapi saya masih ga sangka secepat ini, bagaimana nasib saya dan anak anak saya selanjutnya saya masih belum tahu".
...
Sekilas isi smsnya cuma sebatas info ke saya, bahwa si pasien meninggal, bukan minta pertanggungjawaban saya, bukan minta saya untuk mengawini janda. Bahwa sms itu sungguh terlekat ke kepala saya bahwa, apa yang saya bisa lakukan untuk pasien lain seperti si suami tadi. 

Kanker adalah musuh utama di kehidupan antropologi homosapiens sabagai pengontrol populasi. Pnyakit yang tidak menular, tapi tidak bisa dicegah timbulnya, sangat acak, mematikan, cepat, ngobatinnya aja bikin si pasien dan keluarga, bahkan teman-teman dekatnya menderita. 

1 dari 5000 manusia secara data menderita kanker otak setiap tahun. (wHO) Kalo diitung estimasinya jika pasien itu meninggal setahun, maka di Indonesia yang penduduknya 250juta, maka setiap tahun ada 50.000 orang yang terjangkit lalu meninggal cepat di Indonesia. Kemungkinan kesembuhan: nihil. Harapan hidup dalam 5 tahun: rendah , itu pun dengan terapi lengkap (termodern), oprasi plus kemo plus radiasi *silahkan search sendiri tentang glioma, wikipedia aja uda lengkap banget, ini musuh sluruh dunia*

Di indonesia kita tercinta yang miskin data, se-pengalaman saya di lingkungan bedahsaraf saya, glioma (kanker otak primer) masih merupakan momok. Standar global yang mengharuskan diagnosis molekuler untuk terapi yang benar benar tepat supaya angka survival meningkat BELUM SAMA SEKALI bisa jalan di Indonesia. Ketahuan-oprasi-kemo-radiasi-sehat bbrp bulan-kambuh-mati/oprasi lagi. Knapa di Indonesia bisa begitu? Fasilitas ada, sistem bisa diusahakan, tinggal tenaga yang mau belajar 'lebih'. Kejar-kejaran. 

Iya, itu yang bikin saya memutuskan mendalami musuh itu, research saya selama 4tahunan disini. Lanjut mendalaminya terus di center bedahsaraf di indonesia. Demi pasien di Indonesia insyaAllah.

Doaken ya!



Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Kelan smua suci aku penuh fofa *halah 13 Dec 2016 5:17 AM (8 years ago)

Sesuai antropologi manusia yang hidup bersosial di lingkungan tertentu, saya hampir yakin kalo semua orang akan menilai orang lain dari luarnya, kesan pertama dari tindak tanduknya sebelum melaju ke area paradigma jenis orang yang menjadi objek tersebut. Tidak serta merta negatif, menilai orang lain dengan cepat mutlak dibutuhkan untuk menempatkan diri supaya kondisi kondusif. Misal ketemu orang yang kesannya rapi, maka si penilai itu akan menyesuaikan diri supaya tidak jorok. Semua ini termasuk naluri untuk menghormati skaligus bertahan hidup. Naluri manusia untuk berlaku adil terhadap lingkungannya. Benar kan ya?

Tapi tidak semua sesimpel hal tadi, meski asumsinya semua orang berniat baik. Kita (sebagai objek) selain dinilai kelebihannya, juga dinilai kekurangan. Kelebihan yang diasumsikan membawa kita ditempatkan di posisi yang (seringnya) lebih baik daripada jika kita dinilai kurang/negatif.

Misalkan saja, objek ikut main basket di tempat yang asing/baru, ball handling dan cara objek bermain akan mudah sekali dinilai sekejap. Lalu pasti setelah game, bakal lebih diajak ngobrol sana sini dan lebih diterima oleh lingkungan baru tersebut jika dibandingkan dengan objek dua yang biasa-biasa saja atau malah 'ga bisa main'. Objek pertama mendapat posisi yang baik karna dinilai baik, dan sebaliknya. Ini contoh yang nyata dan sangat memotivasi untuk selalu menjaga kesan yang  baik dimanapun.

Tapi disini saya lebih menekankan ke objek negatif. Contoh basket tadi misalnya, si objek yang negatif mungkin saja ga baik karna punya alasan lain, habis cedera, atau uda ratusan taun ga nyentuh bola, atau apalah. 

Di-remeh-kan.

Iya, hal ini tidak enak, siapa suka diremehkan? Tapi niscaya hal ini justru beberapa kali lipat lebih memotivasi daripada  dianggap baik tadi. 
Jika kita tahu, sebagian besar atlet yang juara awalnya diremehkan. Para penemu dibidang sains, Einstein misalnya, awalnya dia diremehkan. Memang sebagian lagi hidup karna talenta (yang tentu dimenej dengan baik). Dan apa yang membuat sebagian besar objek yang diremehkan menjadi berkebalikan?

Mungkin kita yang pernah atau sedang merasa atau dengan nyata diremehkan tentang sesuatu, harusnya secara otomatis menjadikan sebagai pupuk bahwa hal itu bukan mustahil untuk sebaliknya.

Michael Jordan, awalnya tidak bisa jumpshoot. Dia menyadari itu, justru itu menjadi titik balik untuknya, dan berhasil menjadi jumper terbaik dunia. (Buku referensi: how to be like Mike)

Saya sendiri sangat biasa diremehkan. Mungkin secara tampang dan selera penampilan di mata orang lain, kadang status sosial juga. Namun saat dengan sabar dan konsisten membuat hal-hal itu menjadi positif, rasanya seperti menari dan semakin juga menemukan jatidiri. Tetapi tantangan tersendiri untuk selalu menyambung asa supaya selalu positif. Seperti meditasi, fokus untuk mendiamkan suara monyet di kepala kita sendiri.

Mengenal diri bukan saat remaja saja, mungkin sampai usia senja nanti proses ini akan terus berlangsung. Iya, dinilai dan dinilai, tinggal mengatur dan bermain dengan respon yang positif.

Sumpah ini tulisan panjang paling belibet yang saya buat hahaha
Selamat malam.
*foto: si kecil uda gede aja nih*

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

jibunnokarada 13 Nov 2016 5:02 AM (8 years ago)

Hai semua. kiranya tidak perlu menjelaskan kenapa saya lagi-lagi jarang nulis disini.
namanya juga pengkhayal, bukan penulis. hehe
Kali ini, dibantu jaringan intenet lancar dan beberapa source di gugel,,bolehlah saya bercerita mengenai sistem asuransi kesehatan di Indonesia kami tercinta jika kita lihat dari sudut pandang perbandingan dengan sistem asuransi nasional yang analoginya adalah BPJS-nya Jepang.

Terinspirasi oleh satu link yang di-forward di grup aplikasi komunikasi di smartphone mengenai tulisan yang beraroma positif mengenai BPJS, sistem asuransi nasional yang (tak terasa) sudah dicanangkan di UU no.24 Th2011 mengenai lahirnya sistem BPJS (sebelumnya jamkesmas, askes, dll. terus dijadiin satu namanya dan sistemnya) yang secara resmi diberlakukan sejak 2014. (source: WIKIPEDIA).

Kalo kita mencoba review di dunia maya dimana media sosial, terutama, dan tulisan di situs situs berita mengenai BPJS ini, mungkin separoh lebih isinya mengenai betapa ngga bagusnya sistem ini.
Tapi ga kalah banyak juga loh yang nulis mengenai bagusnya dan betapa sistem yang belum lama jalan ini untuk membantu dan meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia tercinta tanah air beta pusaka abadi nan jayaaaa.

Kedua, secara statistik, BPJS telah berhasil mengkaver lebih dari separoh penduduk yakni sekitar 60% (http://infobpjs.net/ , bps.go.id) dibalik masih memprihatinkannya statistik anggaran pemerintah di bidang kesehatan yang menduduki peringkat 4 dari bawah di dunia (data bank dunia). bingung? satu dulu. Dan sebagai negara berkembang yang sudah lumayan berkembang (menurut asumsi awam saya, hehe) dibandingkan negara asean saja, Indonesia masih pada urutan terbawah mengenai pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan. Nyambung gak nyambung sih, lebih ke efisiensi sistem kesehatan yang belum sepenuhnya sampai ke yang membutuhkan. Semoga saya aja yang salah memahami data data itu karna bpjs ini tergolong masih baru sedang data-data global tadi belum terlalu baru, yang pasti, sistem kesehatan Indonesia masi dalam tahap perkembangan yang baik namun pelan  dan atau telat saja.

Kebetulan saya juga berpengalaman terhadap sistem ini berdasar pengalaman kurang lebih 4 tahun mengabdi, eh, bukan, bekerja, eh , bukan juga, atau apalah pokoknya slama saya menjalani program ppds di RSUD Sutomo Surabaya (2012-2015). Yang pasti, asuransi kesehatan  nasional di Indonesia sudah sangat menolong masyarakat.

Entah, detailnya mari kita lebih memahaminya mulai besok.

.....

Saya kebetulan sudah merayakan satu tahun merantaunya saya di negeri maju ini (baca: nippon), dan kebetulan juga sudah beberapa kali berobat. Yap, dibalik betapa giatnya saya dan keluarga untuk hidup sehat dan pemahaman prevensi terhadap penyakit, tidak terhindarkan juga adanya kebutuhan yang tinggi terhadap fasilitas kesehatan. Mulai dari alergi dingin dan infeksi (orang tropis gitu loch), dan beberapa kondisi fisiologis yang butuh pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke spesialis. Maka dari itu kami merasakan efek beruntungnya mengikuti asuransi kesehatan nasional disini, iya, bpjs nya Jepang.

Sistem asuransi kesehatan di Jepang (sebut saja HOKKEN) ini sudah berjalan secara menyeluruh sejak 5 dekade lalu (tahun 60an) walau sejatinya diawali saat post perang dunia satu sampai sekarang dimana saat dekade awal, ditambah hancurnya Jepang di segala bidang setelah kukut kalah perang. Yaaa dasar Nippon, kondisi jatuh dan kepepet itu justru berakibat konsistensi untuk membangun sumberdaya dan sitem yang benar-benar-benar jitu, dimana menurut WHO , Jepang merupakan jajaran teratas negara didunia dengan sistem asuransi kesehatan nasional yang yang paling efektif. (sumber: wikipedia)

Setahu saya seluruh fasilitas medis di sini bisa memakai hokken. Singkatnya, sistem ini memungut premi asuransi sebanyak 10 kali satu tahun , pembayaran cukup mudah, bisa diatur untuk autodebet ke akun tabungan di bank, atau bisa bayar sesuai dedline setiap nomor urutnya di convenient store terdekat. kalo di indonesia kaya indomaret atau alfamaret. besar premi tergantung laporan pajak yang dilaporkan sekali setaun sesuai tenggat waktunya, contoh seperti saya yang hidup dari beasiswa pemerintah Jepang, maka akan dikenakan premi terendah, kira kira 1.500an yen (asumsi 1 yen 120 rupiah, makan sekitar hampir 200 ribu rupiah), setaun sekitar 15.000 alias 2 juta rupiah, jadi kalo dianalogikan ke BPJS yang kelas satu misalnya, perbulan 60ribu rupiah, setahun ga nyampe satu juta, broooooo. Mungkin memang karna sistem pembayaran yang tampak ribet, (padahal ga ribet loh ya), dan kompleksitas mental dan kebiasaan bayar premi bagi masayarakat endonesia yang bikin lumayan susah tepat bayar.
Untuk biaya kesehata, mirip-mirip sama bpjs yang punya sistem sendiri dengan jatah poin dan lain sebagainya yang bikin ada limit tertentu untuk setiap diagnosis dan biaya untuk menejemennya sampe tuntas terapi. Di sistem hokken ini sistemnya cukup mudah dimengerti, yaitu: 70% asuransi, 30% pribadi. Artinya, smua hal dari A sampe Z dari kelas satu sampe presidensial, biayanya 'cuma' 30% dari semua konsumsi. Walau ada beberapa kondisi tertentu 100% negara (usia, penyakit, dll, saya kurang paham).

Sistem ini sempat berubah-ubah sebelum akhirnya fix di tahun 70an sampai sekarang, iya, uda jalan 40tahunan.

Fasilitas kesehatan di Jepang ini standar negara maju alias semuanya bisa dibilang hi-end dan terpusat, mirip-mirip lah yaa, ada yang kelas puskesmas atau klinik yang jadi satelit, sistem rujuk-rujukannya oke, selain fasilitas, waktu dan transportasi jarang jadi kendala (sepertinya jumlah ambulan dan doctor-heli mreka ga terbatas hehe). Mereka juga ada pembagian untuk pilihan kelas untuk fasilitasnya loh..

Untuk administrasi, ga terlalu ribet, iya mungkin karna sistemnya uda established lama, tinggal urus sehari di di city hall, langsung jadi deh.. antri? yaaa tetep lah antri. trus untuk pemakaiannya di rumah sakit umum, misal seperti univ.hospital disini (analogi kaya RSCM deh kalo di jakarta), tetep antri panjaaaaaang dan laaaamaaaaaa loh, sumpa deeeh.. yang periksa di rumah sakit pusat disini juga bejibun banyaknya. Jadi yang namanya periksa ke rumahsakit pusat itu dimana-mana bakal kudu siap cape antri. titik.

Pemeriksaan semua disini sudah pakai sistem digital , terutama untuk buku status pasien, dan hasil pemeriksaan penunjang, tapi untuk informconsent dan beberapa hal lain tetep hardcopy. Jadi tetep aja pasien dan petugas bakal berurusan dengan dokumen, ga beda jauh kan?

Nah, SDM nya nih yang sedikit beda, budaya manusia disini yang respek tinggi terhadap yang lebih tua, anak-anak, dan terutama orang sakit, bikin smuanya kerasa dimudahkan. Ditambah sosial budaya kecil lain seperti antri, bersih, dan sebagainya yang sulit dijelaskan disini.

Tenaga medis disini, saya kurang bisa tau banyak sih, sepertinya ga ada masalah mengenai pendapatan mereka berhubungan dengan asuransi, ya itu tadi, karna sistem uda jalan berpuluh tahun, secara sistem semuanya lancar-lancar aja. Sepaham saya di Jepang, dokter termasuk di 3 besar pendapatan tertinggi selain pengacara dan guru.

Dan walaupun segalanya seperti sudah enak dan nyaman,  negara ini memiliki masalah tersendiri dan akan menghadapi kerumitan kedepan karna penyakit kronis dan degeneratif akan sangat tinggi mencatut biaya kesehatan karna selain masalah beranak pinak, orang Jepang dengan pemahaman dan tingkah laku sehatnya berakibat masa hidup lebih panjang dan dominasi penduduknya adalah : orang tuwir yang sepaket dengan pnyakit-penyakit yang tidak bisa dihindari yaitu pnyakit orang tua.

BPJS di Indonesia?
baru banget.

Jadi, apapun ke-negatifan dan kepositifan yang kita tangkap dari semuanya mengenai BPJS kita, InsyaAllah kedepan bakal bertransformasi menjadi baik, sangat besar kesempatannya untuk itu. bagi pasien, bagi masyarakat, bagi pemerintah, dan bagi pekerja di bidang medis, bagi smuanya. Amiin

Sekian, mohon maklum jika kurang panjang karna pendek itu belum tentu ga kuat, *halah



Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Rumah (yang) kokoh 13 Sep 2016 7:47 PM (8 years ago)

Hai kawan!
Rasanya cari waktu yang pas untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk daftar prioritas itu sulit sekali ya, contohnya rutin nulis di blog pribadi seperti ini. 

Sudah hampir satu tahun saya di perantauan yang sebenarnya, digaji untuk belajar mengenai hal yang nyata namun butuh maintenance terutama untuk menyambung semangat. Seperti iman, semangat belajar itu, walaupun sesuai passion, itu sungguh seperti rollercoaster. 

Kehadiran Kiana Naira, si putri bulan kami, juga hampir terhitung satu tahun. Kami masih merasa separoh mimpi dikaruniai si mungil ini. Kami sadar kami termasuk spesies manusia yang normal yang setelah ada anak di keluarga kecil kami ini, segalanya ya untuk anak. Pengorbanan pengorbanan kecil sampai mungkin besar,(ga pernah nonton bioskop, ga pernah spedaan lebih dari 2-3jam, ga pernah belanja , makan makan hedon, baju simple yang ga ada bukaannya buat nyusuin, tidur pelukan tanpa baju , dll dll) kami jalani sepenuh hati, mungkin kadang kami meratapi, tapi menjadi ikhlas sekejap setelah melihat gelak tawa, bahkan membayangkan nafas tidurnya saja. Seperti jadi adem gitu, kaya relanya tu rela banget gitu..

Begitu natural alami atau apalah bahasanya,, 
Hari hari yang terasa pendek dirumah dan panjang di laboratorium karna ga nemenin si kecil, Subhanallah ya pemberianNya ini.
Betapa rasa akan 'rumah' itu setiap waktu akan tumbuh dan luas, dahulu kita anak yang  tak tahu apa apa, lalu menjadi pemberontak dan tak merasa disayang, sampai merasa orangtua dan saudara itu priceless saat kita melamun dan dirundung rindu akan bau masakan ibu dan keunikan kakak adik kita saat harus lama tidak dirumah. Lalu kita menikah, memiliki orangtua asing yang menjadi orangtua kita juga, dan kita pun berkembang biak, lalu kita menjadi orangtua anak yang setiap detilnya adalah tanggung jawab kita, tanpa merasa harus maintenance rasa kasih kepada mereka karena semuamuanya begitu didapat secara otomatis dan gratis (rasa).

Iya, membangun rumah (yang kokoh) itu ternyata sudah dimulai sejak kita lahir, sejak kita dirawat penuh ikhlas oleh leluhur kita, sekelompok manusia yang kita sebut keluarga.

Hehe,
Have a good day, homosapiens!




Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

(im)possible? -rekap musim 2015/2016- 17 Jul 2016 10:30 PM (8 years ago)

Sebenernya uda pengen nulis dari dulu rekapan hasil hasil dari liga liga banyak cabang olahraga skala internasyenel yang saya ikuti. Tapi uda kaya beruntun aja ga slese slese sejak mei kmrn, ni aja tour de france masi baru slesai duapertiga tapi ya gimana ya mumpung sempet. Oya sebelumnya, saya ga nulis rekapan tiap taun tontonan saya (liga inggris, nba, basket indonesia & tour de france) kalo ga spesial, trakhir taun 2009 pas  boston celtic juara.
*belagak ini tulisan penting

Oke taun ini (musim 2015-2016) memang ajib. Saya itu bukan pengikut setia smua liga sepakbola bahkan liga indonesia saya ga tau (eh masi ada ga sih?). Tapi liga inggris jangan tanya ya (baca: sel setan merah mengalir di vena saya), yang dijuarai sama leichester city, iya, smua tau dan stuju kalo cara mreka menjuarai EPL taun ini ajaib. Dimana secara fakta awal musim taruhan mreka menjuarai EPL (bandar taruhan apa gitu saya lupa, pokoknya kelas internesyenel) itu 5000:1, perbandingan angka yang sama kaya kim kadharsian jadi presiden Amerika. Hehe

Lalu ada kisah dimana tim CLS surabaya yang 'akhirnya' pertama kali jadi juara iBL. Memang nyatanya si Jamar yang mulai musim pertamanya d CLS ini menjadi rookie of the year sekaligus MVP musim ini tanpa tandingan, tapi yang ga cuma liat final IBL kemaren itu pasti setuju kalo mereka membangun timnya uda sejak ratusan tahun lalu, perlahan dan pasti gitu hehe.. Sebagai penduduk kota (kedua saya) Surabaya, saya turut berbahagia (sangat).

Lanjut cerita heroik kakak LebronJames yang mematahkan kedigdayaan Goldenstate warriors yang secara lagi anj*ng banget (hehe maaf saya ga suka mreka), baru aja mecahin telor, eh, rekor musim nba dengan angka kalah menang 73-6. Padahal difinal cavs ktinggalan 1-3, iyap sejarahnya ga ada tuh yang bisa bangkit dari ketertinggalan segitu di final nba sejak hercules lahir di ribuan taun sebelum masehi. Saya nonton finalnya sampe terharu, secara sedikit paham posisi mas lebron yang punya alasan sendiri balik ke cavs dan ikut bangun tim itu,, keren yaa..

Lalu lanjut ke piala eropa, dunia di pertontonkan oleh kisah heroik mas mas islandia, siapa yang naroh ekspektasi ke mreka? pasti banyak juga yang ngarep mreka bakal nyampe lebih jauh daripada prempat final nyamain kisahnya leichester tapi beneran uda cukup ngasi tau dunia bahwa mreka eksis. Iya, negara yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit daripada followers akun instagram cr7. Ternyata masuk akal setelah kita tau bahwa keseriusan menejemen (sepakbola) negara yang cuma bisa mainin liga 4 bulan dalam setaun itu, dan ratusan excuse buat ga usa maju di sepakbolanya, berhasil mulai memanen yang mreka tanam semenjak 2002. Inspiratif, seperti juga cara mreka merayakannya ala ala viking yang dengan konyolnya jadi inspirasi buat tim prancis yang niru pas lolos ke final namun sangat gagal niru hehe, langsung kena karma kalah di final. Bahkan belum habis cerita karna sang juara, adalah tim yang sampai ke final dengan 'cuma' sekali kemenangan sejak penyisihan dalam 90 menit pertandingan, lolos dari grup aja karna konspirasi michel platini (sbagai kepala uefa) pas maksa 24 tim di final euro dan itu bikin beberapa tim pringkat tiga di fase pnyisihan, termasuk tim portugal ini. Kisahnya tambah dramatis karna ronaldo cuma main 10 menit scara efektif dan nyentuh bola 8 kali saja. Kalo kata pange (penulis favorit saya via pandit footbal.com) ituh mas ronaldo jelas lebih baik daripada messi yang (putus asa setelah) ga pernah jadi juara satupun di 4 final negaranya yang dia ikut main, dan setidaknya masi rutin bayar pajak. Hehe. Emang sih saya juga nangkep si platih portugal (pak santos) ini jenius, terutama pas mutusin masukin si bebek buruk rupa 'eder' yang tiba tiba jadi angsa cantik di perpanjangan waktu dengan gol classic no.9 nya. Wah, panjang juga ya ceritanya..

Trakhir saya nulis ini, beberapa hari kemarin rada epik lagi karna di stage 12 tdf, si froomey (pmegang sementara jersey kuning) melakukan hal yang baru skali terjadi di spanjang sejarah tdf berlangsung seabad ini. Iya, dia lari, pake spatu cleat, tanjakan, ventoux pula. Ditambah sampai hari ini si kaka cavendish, di taun taun trakhirnya di pro cycling, uda menangin 4 stage. Kalo kata paman sam: what the F*ck!

Hmmm apa lagi ya hehe

Kira kira begitulah ya,, 
Disini uda summer, ga enak blas, enakan panas di indonesia. Huff, dasar saya manusia, slalu aja ngeluh hehe

*foto lari dibawah terik di udara summer (pertama) saya disini*

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Sakurajima-loop-ride (dropbarjournal) 3 May 2016 6:21 AM (8 years ago)


I wrote this after 5 time did my (lonely) ride on this track.

Sakurajima mount located on the center of Kyusu island, surrounded by the sea (so it also called sakurajima island, as we know geograpically Kyusu has a huge gulf, yes, this active mountain is like on the center of Kyusu. (see on the map)



From kagoshima, everyone can reach this island by local ferry. These ferry, as a general transportasion, is very comfortable and appropriate for every vehicle especially (road)bike. The fare for 1 bike 1 way is 270yen. Not too cheap but i think is worth to pay this amount for beautiful scenery of sakurajima mount, kagoshima port, and the sea between with its kind of solitude of the diswave sea, even only 15 minute cross. (Because of the sea actually is a huge gulf, there is no wave, very 'calm' sea).

The sakurajima ferry port face kagoshima at west direction, we can choose any direction to start to ride around the island. To the left/north or to the right/south. 

Track:
1 time round: 35km, just follow the main road. Most of the track is the seashore outside, foot of the mountain inside.(depend on which side you rode. I prefer start to north because nearer to the sea, just beside). Awfuly beautiful. Some kilometers are break through the hills and the forest. Rolling, 50% of the track is hill climb and down , in average 3%-6% grade, with short and long variation. Lil bit strong headwind sometime (from the sea and the mount) also if the active sakurajima blow the ash (not always, and not a big deal). Good asphalt, quiet from the cars, and no red light stop signal, hmm maybe from 35km only 2 red light.(the last two is really make comfy for ride!)
 

There is a park with foot onsen just beside the ferry port, i like to go there before cross back by ferry about 15-30minute foot relaxing in onsen. Enjoy pain, enjoy life =]

Here some image i took there, sorry for  narcism contain.







Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Gaya jempol 7 Apr 2016 6:05 PM (9 years ago)

Jempol:
Dalam ilmu antropologi asik, dalam benak saya berdasarkan feeling dan hipotesa random, memberikan jempol memiliki makna bahwa dalam kondisi oke, bisa juga memberikan info bahwa objek itu atau ini adalah baik.

Dalam perkembangannya, seiring pertumbuhan kapabilitas potret memotret dalam arti alat mengambil gambar potret yang smakin kesini semakin canggih, tumbuh juga satu 'gaya' yang menjadi umum. Iya, gaya 'jempol'.

Mungkin ini beda dengan gambar potret secara umum seperti lenskep, atau selfi selfian.

Saya, dalam hati yang dalam, kurang suka atau rada geli jika gaya manusia dalam potret tersebut memakai gaya 'jempol'. Namun peradaban sekarang , tanda data yang terpercaya, saya yakin sparo manusia terutama kaum lelaki muda, memakai gaya jempol jika dipotret, bisa sendiri, bisa pas foto rame rame. Ini tidak baik, mengalahkan simbol potret perabadan damai dengan gaya telunjuk dan tengah. ( gaya piss )

Kebetulan saya adalah murid dari sistem sekolah spesialis bedahsaraf, dan sering mengambil gambar (klinis) pasien dengan gaya jempol, untuk ini sih kami pakai karna untuk menunjukkan kondisis saraf secara general. Itu pun kami jaga arsip tersebut untuk keperluan medis saja.

Entah ini berhubungan atau tidak, 
Saya geli aja kalo ada mas mas yang slalu pakai gaya jempol.

Hehehe

Maaf ya nulis ini, daripada ga diungkapkan ntar bisa bebelen *halah


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?